Skip to content

Bincang Dinamika Hukum Dalam Praktek Notaris: ” Stop Kriminalisasi Notaris!”

(BANDUNG – NOTARYNEWS.ID) Rabu, 27 Oktober 2021, “Kelompencapir” menggelar webinar yang merupakan diskusi ke 22 dengan menghadirkan dua nara sumber Dosen Notariat Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Bali (Dr. I. Made Pria Dharsana, SH, M. Hum) dan John Korassa Sobai, SH, MH (Pengacara) . Kali ini mengangkat tema besar “Stop Kriminalisasi Notaris” dengan dipandu Inisiator Kelompencapir Dr. Dewi Tenty, SH, MH, MKn.

Dr. Dewi Tenty Septy Artiany, SH, MH, MKn

Mengawali diskusi dalam prolognya, Dewi Tenty mengungkapkan Era disrupsi digital telah membawa teknologi digital menjadi sarana sentral di berbagai bidang, termasuk bidang hukum melalui pembentukan legal technology, seperti pendaftaran Perseroan Terbatas, Pengesahan Perseroan Terbatas, Perseroan Perseorangan, Fidusia dan lain-lainya

Ditegaskan Dewi Tenty, Notaris sebagai Pejabat Umum, memberikan jasa hukum kepada masyarakat, tentunya dengan melihat konsiderans Undang-Undang No 2 Tahun 2014 bahwa tujuan negara Indonesia adalah untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya. Dan untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum tersebut dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat di hadapan atau pejabat yang berwenang.

Namun sayangnya, ada ketidakpahaman atau lebih tepatnya ketidak tahuan atau kerancuan berfikir yang dapat mengakibatkan kecurigaan bahwa Notaris telah berada pada kepentingan salah satu pihak atau kepentingan lain. Para penghadap umumnya menyalahkan Notaris apabila haknya merasa terabaikan. Padahal hal tersebut semestinya perlu diselidiki terlebih dahulu asal usulnya, karena Notaris dalam menjalankan jabatannya semata-mata untuk kepentingan kedua belah pihak tanpa membela salah satu pihak atau netral.

Dr. I. Made Pria Dharsana. SH. M. Hum

Memasuki mareri webinar, dalam paparannya Dosen Notariat Universitas Warmadewa Bali, Dr. I. Made Pria Dharsana, SH, M.Hum, mengingatkan agar Notaris perlu mengantisipasi timbulnya persoalan hukum dalam praktek pelakasaaan jabatan sejak dini.

Menurut dia, sikap kehati-hatian saja dirasa belum cukup, demi menjaga kehormatan, harkat dan martabat jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang harus memegaang tiga prinsip utama yaitu, intergritas, kredibilitas dan komitmen.

Mengapa demikian, karena menurut Made Pria, Notaris akhir-akhir ini kerap kali dipermasalahkan karena akta autentik yang dibuatnya terindikasi mengandung unsur-unsur tindak pidana. Apakah hal ini disebabkan karena kurangnya kehati-hatian Notaris, bisa jadi!  Ataukah ada unsur lain semacam kriminalisasi terhadap Jabatan Notaris?

“Tentu saja apa yang Saya sampaikan ini bisa jadi memang kriminalisasi, dan hal ini bukan tanpa bukti. Sebut saja beberapa kasus yang menimpa dua rekan Notaris asal Kabupaten Badung, berinisial HT dan KNA, dimana keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik. Beruntung keduanya, untuk mendapatkan keadilan, akhirnya membuahkan hasil meski harus melalui perjuangan panjang,” ungkap Made Pria .

Sehingga untuk mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang dapat menjerumuskan, Notaris harus berpedoman pada Undang-Undang No 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan tentang pedoman dan tuntunan notaris untuk bertindak lebih cermat, teliti dan hati-hati dalam proses pembuatan akta autentik.

Ada dua hal yang memang mesti di jadikan pijakan yakni, pertama yaitu prinsip kehati-hatian notaris dalam proses pembuatan akta autentik dan kedua harus mengantisipasi sejak dini akibat hukum terhadap akta notaris yang dibuat berdasarkan surat palsu dan keterangan palsu.

Disamping itu, lanjut Notaris PPAT Kabupaten Badung, Bali ini, pentingnya peran Notaris juga dapat dilihat dari kapasitasnya memberikan legal adivice dan melakukan verifikasi terhadap sebuah perjanjian, apakah sebuah perjanjian, telah dibuat sesuai dengan kaidah pembuatan perjanjian yang benar dan tidak merugikan salah satu pihak atau perjanjian tersebut dibuat dengan memenuhi syarat.

Sebaliknya apabila tugas dan wewenang yang diberikan oleh Negara kepada notaris tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya secara tepat dan akurat, maka kekeliruan dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh Notaris PPAT dapat saja menimbulkan terganggunya kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Made pria menegaskan, kejahatan orang yang mengaku sebagai Notaris tidak dapat disandingkan dengan makna Notaris sebagai Pejabat Umum. Sesungguhnya, Jabatan Notaris – PPAT, menurut pendapat Saya sebagi praktisi, memang bisa beresiko juga, jika dalam pelaksanaan jabatannya rekan-rekan tidak taat kepada  UUJN dan Permen, Peraturan Pemerintah, Kode Etik dan peraturan lainnya serta kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya dengan cara secara seksama dan tidak memihak.

Banyak dijumpai, sering sekali para pihak yang bersama-sama datang ke Notaris awalnya beritikad baik, dan memang seharusnya demikian adanya, akan tetapi kemudian hari timbul sengketa diantara mereka saling lapor yang kemudian menyeret Notaris yang ujung-ujungnya menginginkan akta yang sudah mereka buat tersebut untuk dibatalkan.

“Manakala undang-undang hendak menyatakan tidak adanya akibat hukum, maka dinyatakan dengan istilah yang sederhana “batal”, tetapi ada kalanya menggunakan istilah “batal dan tak berhargalah” (Pasal 879 KUH Perdata) atau “tidak mempunyai kekuatan” (Pasal 1335 KUH Perdata),’ terang Made Pria.

“Lalu soal, makna “akta Notaris” sebagai akta otentik yang mempunyai pembuktian sempurna, artinya bahwa dengan bukti akta Notaris tersebut, tidak dibutuhkan bukti atau  keterangan lain kecuali sebatas penegasan oleh Notaris yang bersangkutan benar atau tidaknya akta tersebut telah dibuatnya (diterbitkan salinannya) itupun jika dibutuhkan karena ada keraguan tentang keaslian akta,” terang Made Pria.

Bukan seperti yang terjadi dalam praktik penegakan hukum saat ini, lanjut Notaris – PPAT KAbupaten Badung ini bahwa akta otentik sebagai alat bukti sempurna malah digeser kearah bukti saksi Notaris dan didegradasi seperti akta di bawah tangan.

“Perlu diketahui banyak pihak, bahwa Akta otentik tidak diperlukan keterangan saksi Notaris sebagai pejabat yang diberi tugas oleh UU, sebab akta otentik sebagai alat bukti sempurna dan hal itu dilakukan atas perintah UU sesuai bentuk dan prosedur yang ditetapkan oleh UU. Lain halnya akta di bawah tangan, masih dibutuhkan keterangan saksi karena kesempurnaan akta di bawah tangan jika para pihak dan saksi memberi penjelasan dan pengakuanatas akta yang telah dibuatnya dan disaksikannya,” terang Made Pria.

Diungkap Notaris – PPAT Kabupaten Badung ini bahwa terjadinya kriminalisasi Notaris dimulai dari tahap penyidikan oleh kepolisian, tahap penuntutan oleh kejaksaan dan tahap pemeriksaan oleh hakim, terjadi penyimpangan dan tidak transparansi, dimana kondisi saat ini dapat diduga masih sarat dengan penekanan (pressure), intimidasi, kriminalisasi dan jika itu terjadi maka sangat berpotensi meminggirkan kebenaran, keadilan, kebahagiaan, dan kesejahteraan masyarakat khususnya bagi Notaris dan para pihak yang menjadi korban, dengan dalih saksi, kemudian diarahkan keranah pelanggaran hukum pidana (memaksakan kehendak secara otoriter kekuasaan).

Dan Notaris dianggap memasukan keterangan palsu, memalsukan atau menipu dan bahkan memeras dan menggelapkan) dan yang demikian itu sebenarnya telah mendegradasi (mendistorsi) akta Notaris sebagai akta otentik seakan bukan merupakan alat bukti yang sempurna.

Perlu ditegaskan dengan asas kewenangan unsur private dan administrasi negara, sehingga semua gugatan terkait dengan akta notariil hanya dapat dilakukan pada kewenangan hakim PN untuk tuntutan hukum private (KUH Perdata) dan kewenangan hakim TUN untuk tuntutan hukum administrasi negara.

Menelisik kasus yang pernah menimpa rekan Notaris Kabupaten Badung berinisial KNA, dia tidak pernah dilaporkan oleh pelapor dan pengakuan langsung sebelum dan dalam persidangan di PN Denpasar. Dan pada saat ditetapkan sebagai tersangka tidak didmpingi pengacara. Pada saat  ditahan oleh JPU tidak boleh dikunjungi, dan sampai pada satu ketika surat permohonan pengalihan penahanan Pengda Badung INI ditolak dan beberpa kejanggalan lainnya.

Selanjutnya, membaca kasus KNA dibalik fakta Made Pria menilai ada nuansa politik dan kekuasaan dengan mengorbankan Notaris KNA sebagai tersangka. Dua tahun pelapor tidak mendapatkan haknya pada hal sudah membayar 5 Milyard, kemudian PPJB dan kuasa jual dibatalkan, digunakan pengalihan dan sertipikat diambil kembali oleh penjual dn dijual lagi kepada pihak lain.

Dan hal ini tidak dikejar oleh penyidik, tapi diarahkan bahwa ketidakhati-hatian rekan KNA lah yang dianggap lalai menjalankan jabatan. Dan anehnya lagi dia dipersangkakan memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik lihat pasal 266, 263 KUHP.

Hartono. SH (Notaris – PPAT Kabupaten Badung) yang mengungkapkan pengalaman nya membebaskan diri dari jerat hukum hingga mendapatkan keadilan dan bebas murni

“Saya berharap rekan-rekan bisa menjalankan jabatan dengah amanah dan bermartabat. Dan pastikan perbuatan atau tindakkan hukum yang dilakukan para pihak dilakukan di hadapan kita selaku Notaris, dengan itikad baik, bukan itikad buruk. Dan harus tegas, apabila mengetahui dan patut menduga adanya itikad tidak baik maka Notaris harus berani menolak membuat aktanya,” tegas Made Pria.

Dan kita semua, Notaris, lanjut Made Pria harus introspeksi dan perlu keberanian dan kekuatan mental melawan kriminalisasi kepada kita selaku Notaris.

“Dan jangan pernah abai dengan panggilan penyidik, jangan panik dan dibutuhkan keterbukaan kepada Pengda, Pengwil. Karen kita perlu soliditas, dan empati serta bantuan bukan hanya keprihatinan disaat rekan kita kesandung atau disandungkan masalah hukum. Perkumpulan harus hadir membela dan menjaga harkat martabat jabatan Notaris tanpa pandang bulu, kenal ataupun tidak kita kepada rekan yang kena masalah hukum.

Pentingnya Koordinasi Dengan Organisasi

I Ketut Nelli Asih, SH, Notaris – PPAT Kabupaten Badung, Bali, mengungkapkan bagaimana dirinya merasakan sendiri  mengalami permasalahan hukum bahkan ditetapkan sebagai tersangka tanpa didampingi penasehat hukum.

Ketut Neli Asih. SH

“Dari kejadian ini baru Saya mengerti arti pentingnya organisasi. Saran Saya Sebagai anggota perkumpulan semestinya bisa selalu aktif dalam kegiatan perkumpulan. Dan tentunya pada ketika menghadapi masalah bisa selalu berkoordinasi dengan Pengda dan Pengwil,” ujar Ketut Neli.

“Pengalaman pribadi Saya bisa jadi contoh, bagaimana pentingnya berorganisasi. Beruntung pada saat ditahan ada rekan Notaris yang membantu termasuk Pengda Badung INI, Pengwil Bali INI dan juga Pengacara Saya, John Korassa Sonbai. SH, MH yang dengan gigih memperjuangkan Saya sampai akhirnya Saya mendapatkan keadilan dan bebas murni, ” terang Ketut Neli.

John Korassa Sonbai, SH, MH,

John Korassa Sonbai, SH, MH, Penasehat Hukum yang pernah menangani kasus  Ketut Neli Asih, SH juga mengingatkan agar rekan-rekan Notaris harus cepat mengambil sikap manakala ada permasalahan hukum. Dan segera berkoordinasi dengan organisasi, jangan menunggu lama. Tapi utamanya segera meminta pendampingan dengan pengacara.

“Mengapa begitu, karena tentu saja yang biasa menangani permasalahan kasus-kasus hukum itu kan pengacara,” ujarnya.

Di tanya moderator terkait kasus yang sedang ditanganinya sekarang, yaitu Notaris PPAT berinisial WDW, masih seputar dugaan kriminalisasi, John Korassa menegaskan dia segera mengajukan gugatan ke PT TUN.

Diakui John Korassa, permohonan praperadilan untuk membela kepentingan klien kami WDW, Hakim berpendapat lain dan kami menghargai putusan tersebut dan menyerahkan kembali kepada rekan-rekan Notaris dan masyarakat apakah Putusan Praperadilan yang menolak permohonan praperadilan Kami memenuhi keadilan atau tidak?
Dikarenakan. lanjut John pada Putusan Praperadilan ini tidak mempertimbangkan sama sekali Perkap 6 tahun 2019 yang melarang pengembangan pasal dan tersangka pada Laporan Polisi dan hanya mempertimbangkan 2 alat bukti yang cukup pada KUHAP.

Selanjutnya Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan penyitaan terhadap Asli Minuta Akta dan UUJN dan hanya mempertimbangkan bahwa klien kami selaku pribadi tanpa mempertimbangkan Putusan MKNW yang menolak dan hanya berdasarkan Notulen. Sehingga saya menyerahkan kembali kepada Rekan” notaris dan masyarakat untuk menilai putusan tersebut. ***

Releated Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *