Skip to content

Tanggung Jawab Jabatan Notaris Dalam Menjaga Kepercayaan Masyarakat dan Kepatuhan Hukum

(Semarang- Notarynews) Bertempat di Hotel Grand Candi, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu, (4/5), Pengurus Wilayah Jawa Tengah Ikatan Notaris Indonesia menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Tanggung Jawab Jabatan Notaris Dalam Menjaga Kepercayaan Masyarakat dan Kepatuhan Hukum”.

Dihadirkan sebagai narasumber, Guru Besar Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada,  Yogayakarta, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Kn, Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat INI, Firdhonal, S.H dan Ketua Bidang Organisasi PP INI: Taufik, S.H., M.Kn.

Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, SH, MKn
Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, SH, MKn

Guru Besar Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada,  Yogayakarta, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Kn dalam paparannya mengungkapkan bahwa akhir-akhir ini banyak kasus hukum yang viral baik di media elektronik maupun sosial melibatkan Notaris sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap kasus-kasus atau yang populer disebut sebagai mafia hukum.

“Keterlibatan Notaris sebagai salah satu pelaku mafia hukum tentunya sangat menciderai Jabatan Notaris sebagai kepanjangan tangan Negara dalam mengaplikasikan sistem pemerintahan Indonesia sebagai Negara Hukum Dan keterlibatan Notaris bisa jadi mengikis kepercayaan masyarakat kepada (jabatan) Notaris dalam menjalankan kepatuhan hukum,” tegas Marcus.

Dalam relevansinya, menurut Guru Besar FH UGM, tindak pidana oleh Notaris termasuk kejahatan profesi (professional crime). Kejahatan dimaksud adalah suatu jenis kejahatan kerah putih (whitecollar crime) yang dilakukan oleh orang yang memiliki profesi tertentu, di mana kejahatannya dilakukan ketika sedang menjalankan tugas profesinya dan atau dia melakukan kejahatan yang ada hubungan dengan tugas profesinya itu.

Maka, lanjut Guru Besar FH UGM ini, diharapkan Notaris memahami prinsip-prinsip hukum pidana dalam penerapannya pada praktek Jabatan Notaris, serta pencegahannya sebagai bentuk perlindungan hukum dan dipahami oleh Notaris dalam menjalankan kewenangannya di masyarakat.

“Untuk itu, Notaris juga harus mengembangkan wawasan dan meningkatkan pemahaman pengawasan pelaksanaan Jabatan Notaris sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 maupun Kode Etik Jabatan Notaris,” ujar Marcus.

Firdhonal, SH
Firdhonal, SH

Menurut Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat INI, Firdhonal, S.H, dalam kesempatan selanjutnya mengatakan  terkait dengan fungsi Notaris dalam kedudukan selaku Pejabat Umum merupakan semua aktifitas yang dilakukan dalam rangka pembuatan alat bukti tertulis, khususnya yang berupa akta otentik untuk keperluan masyarakat yang memerlukan jasanya, antara lain dalam menentukan syarat-syarat yang diperlukan dan dalam memenuhi semua prosedur yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dalam pembuatan akta otentik, termasuk mengkonstateer keadaan yang diketahui atau kehendak para pihak untuk dinyatakan dalam akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapannya tersebut.

“Dalam hubungannya dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya untuk membuat alat bukti tertulis, khususnya yang berupa akta otentik, seorang Notaris berperan sebagai pengatur lalu lintas untuk kepentingan para pihak sehubungan dengan perbuatan hukum yang hendak dinyatakan dalam akta,” ujar Firdhonal.

Oleh karena itu, lanjut Firdhonal, sebagai pengatur lalu lintas, maka apabila terjadi sesuatu yang tidak benar, dalam arti bertentangan dengan undang-undang (yang bersifat memaksa), ketertiban umum, atau kesusilaan, maka Notaris berkewajiban untuk mengingatkannya, sebab apabila Notaris membiarkan sesuatu yang salah terjadi dalam pembuatan akta otentik maupun dalam pelaksanaan kewenangan yang lain, bukan mustahil Notaris dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam pasal 1365 K.U.H. Perdata juncto Arrest Hoge Raad tanggal 31 Januari Tahun 1919.

Dari uraian di atas, menurut pendapat Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat INI, dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas Jabatannya, seorang Notaris berperan memberikan pendidikan hukum kepada anggota masyarakat yang memerlukan jasanya, baik yang berkenaan dengan isi peraturan perundang-undangan sendiri maupun kewajiban untuk pentaatannya.

“Berdasar ketentuan yang diatur dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, Notaris mempunyai beberapa macam kewenangan yang dapat kami kualifikasi menjadi tiga macam, yaitu kewenangan umum atau utama; kewenangan tertentu; dan kewenangan lain-lain, berturut-turut berdasar ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) pasal tersebut,” tegas Firdhonal.

Berkenaan atau terkait dengan akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, lanjut Firdhonal maka uraian pada bagian ini dibatasi pada kewenangan utama  umum Notaris, yaitu membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang- undang.

Tanpa bermaksud menutupi kesalahan yang dilakukan Notaris, menurut hemat Firdhonal parameter yang paling tepat digunakan melihat hal tersebut adalah parameter formil, sekaligus materiil, sebab lebih menjamin kepastian hukum, dan menghindari prasangka atau praduga yang tidak baik. Hal ini tidak bisa diartikan bahwa selain Notaris yang telah diputus bersalah karena melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris dan atau Kode Etik Notaris, tidak ada yang melakukan pelanggaran.

Apabila parameter formil, sekaligus materiil yang digunakan, lanjut Firdhonal, maka tingkat kepatuhan para Notaris terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris adalah sedemikian tinggi, sebab jumlah Notaris yang dinyatakan bersalah Kode Etik Notaris adalah sedemikian sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Notaris di seluruh Indonesia, yang tidak kurang dari 15.000 (limabelas ribu) orang.

Pada akhimya, Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat INI berharap semoga sebagian dari Notaris yang selama ini sering melakukan pelanggaran, baik terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris segera memperbaiki diri dengan mematuhi Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris.

Taufik, SH, Kabid Organisasi PP INI
Taufik, SH, Kabid Organisasi PP INI

Selanjutnya, Ketua Bidang Organisasi PP INI Taufik, S.H., M.Kn dalam paparannya menegaskan bahwa Notaris bisa saja digugat secara perdata karena akta yang dibuatnya berdasarkan ketentuan UUJN maupun KUHPerdata, jika tindakan atau kelalaian Notaris mengakibatkan kerugian bagi pihak lain.

Akan tetapi, menurut pendapat Taufik, Notaris tidak dapat digugat bersamaan dengan tergugat (penghadap/pihak) lainnya jika Notaris dalam pelaksanaan jabatannya telah memenuhi ketentuan perundang-undangan dan menerapkan prosedur pembuatan akta secara benar.

“Alasannya, gugatan kurang pihak (error in persona) karena plurium litis consortium untuk menarik notaris dalam suatu gugatan Perdata tidak dapat diterapkan terhadap notaris, karena tidak relevan. Dan gugatan terhadap Notaris harus dilakukan secara tunggal terhadap Notaris sendiri karena kesalahan yang dilakukan oleh Notaris sendiri, bukan dikaitkan atau disebabkan karena tindakan atau kesalahan yang dilakukan oleh para pihak dalam akta,” terang Taufik.

Lantas apakah Notaris Dapat Digugat Secara Pidana Karena Aktanya? Ditegaskan Taufik, tentu saja tidak dapat, jika Notaris dalam pelaksanaan jabatannya telah memenuhi ketentuan perundang-undangan dan menerapkan prosedur pembuatan akta secara penuh. Penggunaan ketentuan psal 55 KUHP adalah tidak relevan terhadap notaris yang telah menjalankan jabatannya dengan benar. Hal ini juga sesuai dengan ketentuan pasal 50 KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana”.

Pertanyaan selanjutnya, apakah Notaris dapat Dipidana Karena Aktanya? Menurut pendapat Taufik, dapat, jika Notaris tidak menjalankan prosedur pelaksanaan jabatannya dengan benar yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lainnya. Misalnya notaris dapat dituntut pidana berdasarkan pasal 264 KUHP.

Sejatinya, lanjut Kabid Organisasi PP INI. bahwa batas pertanggungjawaban Notaris secara materil dalam pelaksanaan jabatannya adalah sebatas kewajiban menjalankan verlijden pembuatan akta yang harus dipenuhi oleh Notaris, seperti kehadiran penghadap di hadapan Notaris, pembacaan akta oleh Notaris kepada penghadap, dan penandatangan akta oleh penghadap di hadapan Notaris.

Untuk itu, diakhir paparanya, Taufik mengingatkan agar rekan-rekan Notaris dalam menjalankan jabatannya sesuai kewenangan dan prosedur yang telah ditentukan dalam UUJN dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kabid organisasi PP INI juga menekankan agar rekan-rekan Notaris bisa menerapkan tahapan konstatir, kualifisir dan konstituir sebelum membuat akta. Selain itu, disarankan juga untuk selalu update ilmu kenotariatan dan ilmu hukum lain secara umum, dengan mengikuti berbagai diskusi, upgrading atau seminar dll. Dan yang tak kalah penting adalah agar selalu berhati-hati saat memberi bantuan jasa lainnya kepada masyarakat untuk tindakan di luar kewenangan Jabatannya (Pramono).

Releated Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *