(Jakarta – Notarynews) Istilah naik kelas sering kita dengar setiap mendekati akhir semesteran sejak sekolah dasar. Lantas seperti apa UMKM bisa naik kelas, begitu mudahkan ataukah memang diperlukan pendampingan agar UMKM bisa cepat naik kelas?
Direktur Utama PT Sarinah (Persero) Fetty Kwartati menegaskan PT Sarinah siap mendukung UMKM naik kelas. Diakuinya, Sarinah memiliki motto menjadikan UMKM bisa naik kelas.

Namun menurut dia, produk UMKM tentunya harus punya kualitas yang baik serta suplai yang terjaga dan kontinyu. Artinya, kalau kita mau menaikan kelas UMKM harus tahu dulu dari hulu ke hilir.
Ditegaskan Dirut PT Sarinah, bahwa upaya mendorong produk UMKM naik kelas tidak bisa dilakukan sendirian. Karena selama ini, fungsi Sarinah sebatas operator dan integrator UMKM.
Fetty Kwartati menyebut, kerja sama tentunya sangat dibutuhkan terutama dengan Pemerintah Daerah dan juga Kementerian Koperasi dan UKM yang memiliki basis data UMKM untuk dipamerkan di Sarinah. Dan nantinya, Sarinah membantu UMKM.

“Artinya memang perlu ada pembinaan, seperti bagaimana cara memasarkan yang baik, packaging dan lainnya. Kami juga akan mengolaborasikan UMKM untuk bisa masuk pasar omnichanel,” kata Fetty Kwartati dalam paparannya pada Seminar yang diadakan Kelompok Notaris Pendengar, Pembaca, dan Pemikir (Kelompencapir) yang memperingati HUT ke-2 nya di Lagoon Gorden Hotel Sultan, Jakarta, pada Jumat (14/1).
Selanjutnya, Fetty menambahkan bahwa stakeholders engagement melibatkan komunitas, produsen brand-brand lokal keren, kalangan akademis dan sinergi BUMN terus ditingkatkan. Sarinah juga sedang menggodok konsep Sarinah Pandu, yaitu suatu wadah peningkatan kapasitas UMKM sekaligus sebagai promotor gerakan Cinta Indonesia dan Brand Lokal Keren dengan asas keberlanjutan (sustainability).
“Usaha yang bertanggung jawab akan mewujudkan usaha yang berkelanjutan. Dengan konsep retail terpadu termasuk duty free shop dan trading house serta ruang budaya akan menjadikan Sarinah sebagai destination (destiny and nation) dan menjadi duta nation brand, serta menjadi pusat perbelanjaan wajib kunjung bagi wisatawan domestik maupun mancanegara,” ujarnya.
Disampaikan Fetty Kwartati, Sarinah sejak tahun lalu telah melakukan transformasi bisnisnya berpihak kepada UMKM yang memang sudah khitahnya sejak lahir. Disamping perencanaan ekspansi toko dan perdagangan luar negeri, Sarinah juga melakukan pemasaran melalui pasar digital atau e-market place serta mengembangkan ekosistem on-line storenya dengan berkolaborasi bersama pemain-pemain regional dan global. Ini adalah potensi dagang besar yang Sarinah belum digarap secara maksimal.
Peningkatan Produktivitas UMKM Melalui Merek Kolektif
Ketua Umum Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) Dr. Ary Zulfikar. SH. MH, menyampaikan, bahwa merek kolektif dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah para pelaku UMKM. Masalah itu mulai dari modal hingga pemasaran. Dakui pria yang akrab disapa Azoo ini untuk mengetahui masalah diperlukan survei terhadap para pelaku UMKM yang tergabung sebagai anggota PBA, UMKM Alumni Unpad, dan Koperasi UMKM Alumni Indonesia (Kuali).

Masalah pertama, menurut Azoo adalah soal jualan kalau ada waktu. Kedua, jualan kalau ada modal yang modalnya itu dari uang sendiri. Masalah ketiga, membuat merek produk hanya yang terlintas dipikiran saja, tidak dicek lagi. Tentu saja Ini akan mejadi risiko.
“Kalau misalkan sudah dijual dan laku, tapi tahu-tahu digugat kan repot. Masalah lainnya itu jualannya hanya kepada kolega, kerabat, tetangga, dan sebagainya,” terang Azoo.
Di samping itu, para pelaku UMKM yang ingin mendaftarkan merek dari produknya secara individual, perlu mengeluarkan biaya tambahan seperti membayar biaya konsultan HAKI.

“Dan untuk mendaftar merek individu saja mesti pakai konsultan HAKI, begitu daftar lalu konsultan ngasih biaya, mundur semua. Apalagi harus melalui pemeriksaan tahap demi tahap yang notabenenya bisa hampir dua tahun baru bisa keluar sertifikat mereknya,” tegasnya.
Intinya, lanjut Azoo, banyak biaya yang menjadi tanggungan pelaku UMKM kalau mau buat produk, belum biaya bahan baku, biaya gaji karyawan, biaya kemasan, biaya perizinan, urus hallal, PIRT, BOM, itu semua biaya.
Ditegaskan Azoo, peran merek kolektif sangat dibutuhkan. Pelaku UMKM yang bergabung ke merek kolektif akan mendapatkan banyak kemudahan dan tidak perlu memikirkan biaya untuk mendaftarkan merek. Sebab, pengurus inti dari merek kolektif sudah menyelesaikan masalah hal itu.
Sebagai salah satu contoh merek kolektif yang ada di Indonesia, yakni Lupba. Lupba merupakan merek kolektif yang dibuat oleh PBA. Dan hingga saat ini, Lupba sudah memiliki 26 produk yang menjual teridiri dari jenis kripik, bawang, susu, dan sebagainya. Keuntungan mendaftar merek kolektif Lupba akan memperoleh joint marketing sebab Lupba memiliki gerai offline dan online.
“Kita punya tiga kafe Lupba, dan 1 Cupba Café. Dan selanjutnya kita juga punya namanya marketplace mandiri. Tapi kita juga ada di marketplace seperti Tokopedia, Blibi, Shopee, bahkan Sarinah online juga ada,” terangnya.
Selanjutnya, Azoo menjelaskan, sejak tahun 1992 hingga Desember 2021, total hanya ada 67 merek kolektif yang terdaftar dan sedang diajukan dalam 71 kelas barang dan jasa. Dan dari 67 pemohon, merek kolektif yang terdaftar pada kelas jasa ada 38 merek kolektif. Dari 38 jasa ini ada tiga kategori terbesar. Ketiga paling akhir yakni kelas 43 yang ada 8 merek.
“Mereka fokus kepada layanan f & b, akomodasi, kedai kopi dan restoran. Kategori kedua terbesar adalah kelas 41. Kelas 41 itu ada 9 merek di mana itu bergerak untuk perkumpulan pendidikan, hiburan, dan turunannya,” ujar Azoo.
“Yang paling besar adalah untuk kelas 35. Kelas 35 untuk jasa penjualan toko, jasa manajemen, grosir, dan retail,” ujarnya.
Sedangkan, untuk merek kolektif kelas barang ada 33 kelas barang. Sampai dengan Desember 2021 ada tiga kelompok besar. Terbesar ketiga yakni kopi, teh, dan turunannya yang masuk kelas 30 dengan empat merek. Kemudian, yang kedua terbesar kelas 9 untuk website, aplikasi dan software sebanyak lima merek,” imbuhnya.
Dan selanjutnya yang terbanyak ada 29 kelas produk makanan (kripik, bawang, susu dll) ada 8 merek. “Nah Lupba ada di posisi kelas 29 – 30. Nah Lupba ini merupakan produk yang saat ini diproduksi dan didaftarkan kelas 29-30 untuk produk makanan (keripik, bawang, susu, dll),” ungkap Azoo. (PM)