(Bali – Notarynews) Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) dan Magister Mlmu Hukum (MIH) Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Bali menyelenggarakan Forum Group Discussion (GFD) yang mengangkat tema “Peran Pejabat Umum Mencegah Mafia Tanah Melalui Pengadilan dan Upaya Komisi Yudisial Mengawasi Perilaku Hakim” pada Jumat (2/60) pukul 08.30 sampai dengan pukul 12.30 Wit, di Gedung Widya Sabha Utama Universitas Warmadewa, Denpasar, Bali.

Dihadirkan sebagai pembicara tunggal Ketua Komisis Yudisial (KY), Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, SH, M. Hum yang dimoderatori oleh Dosen Notariat Warmadewa, Dr. I Made Pria Dharsana, SH, M. Hum. Hadir pada acara ini Rektor Universitas, Prof. Dr. I Gde Suranaya Pandit, MP. Dekan Fakultas Hukum, Unversitas Warmadewa, Prof . Dr. I Nyoman Putu Budiartha, SH, MH, Dr. I Nyoman Sujana, SH, MH (Kaprodi MKn Warmadewa), Dr I Made Arjaya SH MH (Ketua Prodi MIH), civitas akademika Prodi MKn dan Prodi MIH Warmadewa bersereta 80 mahasiswa.
Rektor Universitas Warmadewa, Prof. Dr. I Gde Suranaya Pandit, MP dalam sambutannya menyambut baik FGD yang diselenggarakan Prodi MKN dn MIH dengan mengundang Ketua KY dengan thema yang sangat menarik. Ditegaskan Rektor bahwa sebagai pelaksanakan kampus Merdeka maka insan kampus harus meningkatkan peran serta bagi pembangunan khususnya bidang hukum dengan apa yang akan disampakan oleh Ketua KY.
“Terima kasih kepada Ketua KY RI, Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata SH MH selain sebagai akadimis maupun Ketua Lembaga Negara, yang meluangkan waktu ditengah kesibukan memberikan dan membagikan pengetahuan kepada kita. Terkait banyaknya masalah pertanahan sudah seharusnya menjadi perhatian kita semua,” ujar Rektor.
Rektor berharap bahwa kegiatan akademis yang mendatangkan pembicara dari luar atau tokoh nasional untuk memberikan kuliah umum dimaksudkan meningkatkan kualitas lulusan untuk mencapai unggul dan berdaya saing global.
Sebelumnya, Dr. I Nyoman Sujana,SH, MH selaku Ketua Panitia FGD dalam laporannya menyampaikan bahwa munculnya masalah pertanahan yang melibatkan mafia tanah sangat merugikan masyarakat apalagi berkaitan dengan tanah masyarakat adat sehinga diskusi FGD dengan thema “Peran Pejabat Umum Dalam Mengantisipasi Adanya Mafia Tanah Melalui Peradilan dan Peran KY Dalam Pengawasan Prilaku Hakim” sangat penting mendapatkan perhatian kita semua.

Memasuki materi diskusi, I Made Pria Dharsana selaku moderator forum diskusi kali ini mengungkapkan terkait maraknya sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang belakangan menyebabkan resah masyarakat akibat ulah mafia tanah. Ditegaskan Made Pria, harapannya Pemerintah mestinya serius dan komitmen memberantas mafia tanah. Hal ini penting guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak atas tanah masyarakat secara adil.

Made Pria menilai praktek mafia tanah sebenarnya sudah terjadi lama, akan tetapi hingga saat ini tak juga dapat di berantas hingga tuntas bisa jadi lantaran kurang koordinasinya antar penegak hukum dengan Kementerian ATR BPN RI sehingga membuka celah terjadinya mafia tanah.

Untuk itu, Made Pria yang juga Notaris PPAT, sebelum memsuki acara mengingatkan agar rekan-rekan Notaris PPAT selalu memegang prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugas jabatannya, dan jangan sampai ikut terlibat dengan sepak terjang mafia tanah.
Selanjutnya sebagai pembicara tunggal, Ketua Komisis Yudisial, Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, SH, M. Hum mengungkapkan bahwa Komisi Yudisial menerima 115 laporan masyarakat (lapmas) terkait perkara pertanahan. Laporan terkait perkara peertanahan sebanyak 115 yang terdiri dari 42 vlaporan pada 2019, dan 35 laporan pada 2020 dan 35 laporan pada 2021.

Diungkapkan Prof Mukti, terkait perkara pertanahan didominasi masalah pertanahan. Adapun tipologi perkara pertanahan yang dilaporkan ke KY selama periode 2016-2020 yang sudah diputus oleh KY berdasarkan hasil sidang lleno, sebagai berikut : penguasaan tanah tanpa hak (50 %), sengketa waris (19%), Keberatan atas proses & putusan pengadilan (25%) dan Sertifikat ganda (6%).
“KY juga telah menerima 2000 an laporan masyarakat via post alamat KY, email KY, hotline pengaduan, dan pelaporan ke situs resmi www.pelaporan.komisiyudsial.go.id) serta melalui kantor penghubung KY yang ada di daerah (12 kantor penghubung). Adapun lapmas perkara pertanahan terbanyak berasal dari wilayah, DKI Jakarta, Jatim, NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara
Menjaga Integritas Hakim Membangun Kredibitas Pengadilan
“Regulasi yang dijalankan oleh hakim dalam penyelesain perkara sangat diperlukan. Tapi integritas jauh lebih penting dijalankan oleh hakim. Karena hakim yang berintegritas akan memutus perkara dengan hatinya dan akan memberikan kepastian hukum keadilan dan manfaat,” ujar Prof Mukti
“Dalam hal menjaga integritas Hakim dan membangun kredibitas pengadilan, KY dapat mengambil langkah hukum dan atau langkah lain apabila ada pihak yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Dan advokasi dilakukan dengan dua bentuk yaitu; advokasi preventif (judicial education/pembelajaran hukum seperti FGD dan Klinik Etik) serta advolasi represif (Langkah Hukum/Laporan ke Penegak Hukum dan Langkah lainnya/Koordinasi, Mediasi, Konsiliasi, Somasi),” imbuh Prof Mukti.
“Terkait soal pengaduan advokasi, dalam hal ini sebenarnya Hakim dapat langsung ke KY, via post alamat KY, email KY, hotline pengaduan, dan dapat dilaporkan secara online,” ujar Prof Mukti.
Lebih jauh Ketua Komisi Yudisial ini menegaskan bahwa secara teknis Yudisial merupakan area steril yang diberikan kepada seorang hakim untuk bebas menentukan apapun putusannya berdasar prinsip independensi. Artinya, segala upaya intervensi menjadi tidak dimungkinkan. Namun begitu, menurut dia, perdebatan selalu muncul, tentang bagaimana melakukan pemeriksaaan perilaku tanpa menyentuh kewenangan dan kemerdekaaan hakim.
Dan frasa ini. menurut Prof Mukti, menunai banyak kritik dan perdebatan. Karena disatu sisi Hakim diharapkan merdeka dari segala intervensi dalam. Tapi, disisi lain seringkali Independensi justru dijadikan “benteng” perlindungan dari “kesalahan” dan “penyimpangan” yang dilakukan.
Ditegaskan Prof Mukti bahwa secara teknis di lapangan KY mengawaasi pelanggaran perilaku. Dan dalam prakteknya, Komisi Yudisial mengawasi perilaku hakim pada saat menjalankan persidangan dan kronologi lahirnya putusan putusan sesuai tidak dengan Hukum Acaranya.Namun pada saat direkomendasikan ke MA, ada sebagian yang diterima sebagai pelanggaran perilaku namun adapula yang tetap dianggap bagian ranah Teknis Yudisial. Sehinggga rekomendasi ditolak dengan pertimbangan bisa diperbaiki melalui upaya hukum lanjutan.
Diakui Prof Mukti, tetapi banyak fakta yang tidak dilakukan koreksi pada level upaya hukum tersebut. Bahkan kesalahan administrasipun seringkali diklaim bagian dari teknis yudisial. Oleh karena itu, diskursus ini akan semakin panjang jika tidak dilakukan penyamaan persepsi dan pemahaman yang sama. Salah satu caranya dilakukan pemeriksaan bersama sesuai Peraturan Bersama KY dan MA yang telah diterbitkan sejak 2012, namun sampai hari belum bisa dilaksanakan.
“Mengacu pada pasal 42 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman disebutkan, Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai dasar rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim,” ungkap Ketua KY ini.
Prof Mukti menambahkan bahwa terkait kewenangan KY untuk melakukan pengawasan terhadap hakim juga melalui analisis putusannnya. Apakah sudah sesuai logika hukum, aturan perundangan, teori dan fakta-fakta persidangan. Bahkan jika ditemukan adanya pelanggaran kode etik di balik putusan tersebut. Pasal 43 memberi kewenangan kepada KY dan MA untuk melakukan pemeriksaan terhadap hakim.
Dan sebagai tindakan pencegahan perilaku hakim yang menyimpang menangani perkara pertanahan di pengadilan, dikatakan Prof Maki,” maka dilakukan pemantauan yang merupakan salah satu bentuk pengawasan eksternal yang dilakukan oleh KY terhadap perilaku hakim dalam mengadili suatu perkara, berupa upaya preventif yang dilakukan oleh KY untuk mengawal jalannya persidangan agar dapat berjalan dengan cara semestinya.
“Pemantauan dapat membantu pencari keadilan untuk mendapatkan akses persidangan yang adil dan tidak memihak. Selain itu, pemantauan membantu Hakim menjaga independensi dan mencegah intervensi dari para pihak. Dan kehadiran KY tidak mengintervensi proses persidangan, namun menjaga Hakim dapat menjalankan tugasnya dengan baik,”tegas Prof Mukti.
Adapun penanganan laporan masyarakat, dalam hal ini masyarakat berpartisipasi dalam mewujudkan peradilan yang bersih khususnya dalam perkara pertanahan, dengan menyampaikan laporan tentang dugaan pelanggaran KEPPH kepada KY. (PraMono)