Tata Cara dan Tahapan Pendirian Koperasi Bertentangan dengan Prinsip Hukum dalam Teknik Pembuatan Akta Notaris

Tata Cara dan Tahapan Pendirian Koperasi Bertentangan dengan Prinsip Hukum

Dalam Teknik Pembuatan Akta Notaris

Oleh : 

Dr. KRA. MJ. Widijatmoko SH Sp.N

Peneliti & Penulis pada MjWintitute Jakarta

Dosen Universitas Djuanda Bogor

Abstrak

Dalam tulisan ini penulis mengkaji potensi pertentangan antara tata cara dan tahapan pendirian koperasi berdasarkan regulasi yang berlaku dengan prinsip-prinsip hukum yang mendasari teknik pembuatan akta Notaris. 

Meskipun notaris terlibat dalam proses legalisasi koperasi, terdapat beberapa aspek dalam pengaturan pendirian koperasi yang secara fundamental berbeda dengan standar dan etika yang dianut dalam praktik notariat, terutama terkait dengan keaslian kehendak para pihak dan validitas data. 

Penulis akan menganalisis poin-poin pertentangan tersebut dan implikasinya terhadap kepastian hukum dan perlindungan anggota koperasi.

1. Pendahuluan.

Koperasi merupakan badan usaha yang berlandaskan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi, dengan tujuan menyejahterakan anggotanya. Pendirian koperasi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (UU Perkoperasian) dan peraturan pelaksananya, termasuk Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Permenkop UKM) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan Perkoperasian (sebagaimana telah diubah).

Salah satu tahapan krusial dalam pendirian koperasi adalah pembuatan akta pendirian di hadapan notaris. Notaris, sebagai pejabat umum, memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk membuat akta otentik yang menjamin kepastian, keabsahan, dan kebenaran suatu perbuatan hukum.

Namun, dalam praktik pendirian koperasi, terutama pada tahap awal dan persyaratan keanggotaan, terdapat indikasi adanya prosedur yang berpotensi bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum fundamental dalam teknik pembuatan akta notaris. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai validitas akta, perlindungan anggota, dan integritas profesi Notaris itu sendiri.

 

2.Prinsip-Prinsip Hukum dalam Teknik Pembuatan Akta Notaris.

Akta otentik yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat. Kekuatan ini bersumber dari kepatuhan notaris terhadap prinsip-prinsip hukum tertentu, yang meliputi :

2.1. Asas Kehadiran Para Pihak (Pars Pro Toto).

Notaris wajib memastikan kehadiran fisik para penghadap atau wakilnya pada saat penandatanganan akta. Kehadiran ini bukan sekadar formalitas, melainkan untuk memastikan bahwa para pihak benar-benar menyatakan kehendaknya di hadapan Notaris, dalam keadaan sadar, sehat, dan tanpa paksaan.

2.2. Asas Personalitas (Personalitas Notaris).

Notaris harus secara langsung menerima penghadap, menanyakan maksud dan tujuannya, serta memastikan identitas para pihak sesuai dengan dokumen yang sah. Notaris tidak boleh diwakilkan atau mendelegasikan tugas substantifnya kepada pihak lain dalam pembuatan akta.

2.3. Asas Kehendak Bebas dan Nyata (Vrijwillige en Ware Wil).

Notaris berkewajiban untuk memastikan bahwa kehendak para pihak yang tertuang dalam akta adalah kehendak yang bebas, nyata, dan tidak ada unsur paksaan, kekhilafan, atau penipuan. Notaris juga harus menjelaskan isi akta secara jelas agar para pihak memahami sepenuhnya konsekuensi hukumnya.

2.4. Asas Kepatutan dan Kepatuhan pada Peraturan Perundang-undangan (Legaliteit)

Isi akta harus patuh pada semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Notaris bertugas untuk mencegah terjadinya perbuatan hukum yang melanggar hukum, ketertiban umum, atau kesusilaan.

2.5. Asas Keterbukaan dan Transparansi (Publiciteit).

Meskipun akta memiliki sifat kerahasiaan bagi pihak yang berkepentingan, proses pembuatannya harus transparan dalam artian notaris tidak boleh menyembunyikan informasi penting dari para pihak yang terlibat.

2.6. Asas Locus Standi (Kewenangan Bertindak).

Notaris harus memastikan bahwa para pihak yang menghadap memiliki kewenangan hukum untuk melakukan perbuatan hukum yang termuat dalam akta, baik atas nama sendiri maupun sebagai wakil yang sah.

 

3. Tata Cara dan Tahapan Pendirian Koperasi yang Berpotensi Bertentangan.

Pendirian koperasi melibatkan tahapan pra-akta dan pasca-akta yang diatur dalam UU Perkoperasian dan Permenkop UKM. Berikut adalah beberapa poin yang berpotensi menimbulkan pertentangan dengan prinsip notariat :

3.1. Rapat Pembentukan Koperasi dan Daftar Hadir Anggota.

Permenkop UKM No. 9 Tahun 2018 Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa “Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan rapat pendirian yang dihadiri paling sedikit 9 (sembilan) orang pendiri bagi Koperasi Primer…”.

Permasalahan : Dalam praktiknya, seringkali daftar hadir rapat pembentukan koperasi (yang kemudian dilampirkan pada akta notaris) tidak mencerminkan kehadiran fisik seluruh calon anggota pada saat rapat atau bahkan pada saat penandatanganan akta di notaris. Terkadang, daftar hadir hanya berupa daftar nama yang dikumpulkan, atau ditandatangani di tempat lain, tanpa verifikasi notaris secara langsung.

Pertentangan dengan Prinsip: Ini bertentangan dengan Asas Kehadiran Para Pihak dan Asas Personalitas Notaris.  Notaris seharusnya memastikan bahwa semua calon anggota yang namanya tercantum dalam daftar hadir dan menjadi bagian dari akta, benar-benar hadir dan menyatakan kehendaknya untuk mendirikan koperasi di hadapan notaris.

Notaris tidak dapat memvalidasi sebuah rapat yang tidak disaksikannya atau daftar hadir yang tidak diverifikasi secara langsung pada saat akta dibuat.

3.2. Penyetoran Modal Anggota Pendiri.

UU Perkoperasian Pasal 43 mengatur tentang modal koperasi yang berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah. Anggota wajib menyetor simpanan pokok dan simpanan wajib.

Permasalahan : Seringkali dalam pendirian koperasi, penyetoran simpanan pokok dan simpanan wajib oleh seluruh calon anggota tidak dibuktikan secara nyata di hadapan notaris pada saat pembuatan akta. Notaris hanya menerima pernyataan dari pendiri bahwa modal telah disetor atau akan disetor. Padahal, modal adalah syarat fundamental untuk menjadi anggota dan bagi operasional koperasi.

Pertentangan dengan Prinsip : Bertentangan dengan Asas Kepatuhan pada Peraturan Perundang-undangan (terkait modal) dan Asas Kehendak Bebas dan Nyata (apakah benar-benar ingin menjadi anggota dan menyetor modal). Notaris seharusnya memastikan bahwa persyaratan keanggotaan, termasuk setoran modal, telah dipenuhi secara substantif pada saat akta dibuat atau ada mekanisme validasi yang jelas.

3.3. Representasi Kehendak Anggota dalam Akta.

Permasalahan : Akta pendirian koperasi mencantumkan nama-nama anggota pendiri dan persetujuan mereka terhadap Anggaran Dasar. Jika anggota pendiri tidak hadir secara langsung di hadapan notaris, maka notaris tidak dapat secara langsung memastikan bahwa mereka memahami dan menyetujui seluruh isi Anggaran Dasar dan menyatakan kehendak mereka untuk menjadi anggota.

Pertentangan dengan Prinsip : Sangat bertentangan dengan Asas Kehendak Bebas dan Nyata serta Asas Kehadiran Para Pihak. Keterlibatan notaris adalah untuk memastikan persetujuan yang terinformasi dan bebas dari seluruh pihak yang tercantum dalam akta.

4. Implikasi Hukum dan Dampak.

Pertentangan antara tata cara pendirian koperasi dan prinsip notariat ini memiliki beberapa implikasi serius :

4.1. Cacat Hukum pada Akta Pendirian.

Jika akta pendirian koperasi dibuat tanpa memenuhi prinsip-prinsip notariat (misalnya, tanpa kehadiran fisik seluruh pendiri, atau tanpa verifikasi penyetoran modal), maka akta tersebut berpotensi cacat hukum atau dapat dibatalkan.

Meskipun statusnya sebagai akta otentik, keberatan dari pihak yang merasa dirugikan dapat mempersoalkan keabsahannya di kemudian hari.

4.2. Ketidakpastian Hukum bagi Anggota dan Pihak Ketiga.

Anggota koperasi yang namanya tercantum dalam akta tetapi tidak pernah hadir atau tidak menyetor modal secara nyata dapat dirugikan. Demikian pula pihak ketiga yang berinteraksi dengan koperasi, karena dasar legalitas koperasi menjadi goyah.

4.3. Penurunan Kualitas dan Kredibilitas Notaris.

Jika praktik ini terus berlanjut, akan mengikis kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap profesi notaris. Notaris memiliki tanggung jawab moral dan etika untuk memastikan akta yang dibuatnya benar-benar mencerminkan kehendak dan fakta yang sebenarnya.

4.4. Risiko Hukum bagi Notaris.

Notaris yang terbukti melanggar prinsip-prinsip ini dalam pembuatan akta dapat menghadapi sanksi berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris, termasuk sanksi perdata, administratif, bahkan pidana jika ada unsur kesengajaan.

5. Rekomendasi dan Penutup.*l

Untuk mengatasi potensi pertentangan ini, diperlukan langkah-langkah korektif dari berbagai pihak :

5.1. Bagi Pemerintah (Kemenkop UKM dan Kemenkumham) :

 a. Harmonisasi Aturan.

Merevisi Permenkop UKM agar lebih selaras dengan prinsip-prinsip kenotariatan, khususnya dalam memastikan kehadiran dan validitas data anggota pendiri pada saat pembuatan akta.

 b. Panduan Teknis yang Jelas.

Menerbitkan panduan teknis yang lebih rinci dan tegas mengenai persyaratan kehadiran dan bukti penyetoran modal bagi calon anggota koperasi di hadapan notaris.

 c. Sistem Verifikasi Online.

Mengembangkan sistem pendaftaran yang memungkinkan verifikasi identitas dan persetujuan anggota secara digital yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Notaris.

5.2. Bagi Profesi Notaris & Organisasi Notaris (INI) :

 a. Penegakan Kode Etik.

Menguatkan penegakan kode etik notaris dan memberikan sanksi tegas bagi notaris yang terbukti melanggar prinsip-prinsip dasar pembuatan akta dalam pendirian koperasi.

 b. Edukasi Berkelanjutan.

Meningkatkan edukasi bagi notaris mengenai standar praktik terbaik dalam pembuatan akta pendirian koperasi, termasuk verifikasi kehadiran dan modal.

 c. Inisiatif Perbaikan Prosedur.

Mengembangkan standar operasional prosedur (SOP) internal di kalangan notaris untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip hukum dalam pendirian koperasi.

5.3. Bagi Calon Pendiri Koperasi :

 a. Memahami Prosedur.

Memahami secara benar tata cara pendirian koperasi dan pentingnya mematuhi prinsip hukum dalam pembuatan akta.

 b. Transparansi dan Kejujuran.

Bersikap transparan dan jujur kepada notaris mengenai kondisi riil pendirian koperasi, termasuk jumlah dan kehadiran anggota.

Kesimpulan

Meskipun bertujuan untuk mempermudah dan mendorong pertumbuhan koperasi, tata cara pendirian koperasi memiliki beberapa celah yang berpotensi bertentangan dengan prinsip-prinsip fundamental hukum dalam teknik pembuatan akta notaris. Hal ini mengancam kepastian hukum, perlindungan anggota, dan kredibilitas profesi notaris.

Diperlukan kolaborasi antara pemerintah dan profesi notaris untuk merevisi dan memperketat regulasi, serta meningkatkan kesadaran hukum, demi terciptanya akta pendirian koperasi yang otentik, kuat secara hukum, dan melindungi semua pihak yang berkepentingan.

mjw – jkt 162025

Releated Posts

Follow Us Social Media

ADVERTISMENT

Are You Ready to Explore the Renewed JupiterX with Advanced User Experience?

Trending Posts

Recent Posts

ADVERTISMENT