Skip to content

Soal Batas Usia Pensiun, INI Harus Punya Persepektif Lebih Luas

(Jakarta – Notarynews) Rabu, 31 Juli 2024, tepat pukul 13.30 Wib  sidang Pleno  lanjutan Perkara Nomor 14/PUU-XXII/2024 perihal sidang permohonan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK).

Memasuki agenda sidang pleno ketiga kali ini, Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo mempersilahkan kedua kepengurusan Ikatan Notaris Indonesia dari kubu yaitu dari PP INI versi hasil Kongres ke XXIV Tangerang, Banten maupun PP INI hasil Kongres Luar Biasa Bandung, Jawa Barat untuk memberikan keterangan sebagai pihak terkait yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI).

Sekretaris Umum PP INI (Hasil Kongres XXIV Tangerang), Dr. Agung Irianto, SH, MH
Sekretaris Umum PP INI (Hasil Kongres XXIV Tangerang), Dr. Agung Irianto, SH, MH

Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) hasil Kongres Ke XXIV, Tangerang, Banten,  Dr Agung Irianto, SH, MH dalam keterangannya menegaskan bahwa keberlakuan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris tak hanya berpengaruh terhadap Notaris tetapi juga kepada keluarganya, pegawainya, pekerjanya dan juga akan berpengaruh terhadap negara.

Agung berpandangan bahwa ada kerugian yang nyata dengan diberlakukannya pasal a quo berpotensi tersebut, yaitu dimana Notaris sudah tidak memiliki pekerjaan yang tetap atau setelah berhenti dan diberhentikan dari jabatan Notaris.

Maka secara psikologis menurut Agung Irianto, Notaris tentunya terkena dampaknya, setelah dirinya pensiun. Di sisi lain, sesuai UUJN  walaupun Notaris pensiun, tetapi pensiun masih harus bertanggung jawab seumur hidup terhadap akta yang telah dibuat, padahal statusnya sudah tidak menjadi Notaris.

Menurut Agung Irianto, soal syarat usia sejatinya tidak dilarang oleh UUD 1945 karena memang tidak diatur secara khusus soal batas usia Jabatan Notaris secara eksplisit. Adapun terkait kewenangan MK tentunya  tak hanya mengutip Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris terhadap UUD 1945 tetapi dapat juga mengabulkan semua permohonan dari Pemohon.

Ditegaskan Agung Irianto, jadi jangan sampai terjadi ketentuan pasal dimaksud  yang dikategorikan sebagai open legal policy yang seolah-olah mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari UUD 1945.

Lebih jauh Sekretaris Umum PP INI, Agung Irianto mengatakan bahwa  sejak dalam konteks perpanjangan usia pensiun dalam pasal dimaksud tidak memenuhi salah satu kriteria MK yang dikategorikan sebagai open legal policy. Dengan begitu, pembatasan usia pensiun merupakan wujud pengakuan yang tidak profesional terhadap jabatan Notaris yang pada akhirnya menjadi ketidakadilan yang intolerable karena merugikan, dan menghilangkan kesempatan pada figur Notaris yang telah berbakti berpuluh tahun yang tidak digaji oleh pemerintah dan atau tidak membebani keuangan negara.

Amriyati Amin, SH selaku Sekretaris Umum PP INI (Hasil KLB Bandung)
Amriyati Amin, SH selaku Sekretaris Umum PP INI (Hasil KLB Bandung)

Selanjutnya, Sekretaris Umum PP INI hasil Kongres Luar Biasa , Amriyati Amin, SH menjelaskan bahwa Ikatan Notaris Indonesia sangat memahami dan mengerti apa yang disampaikan oleh para Pemohon di dalam permohonan tersebut. Oleh karenanya, dia menyerahkan semuanya kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk menilai, mempertimbangkan dan memutuskan pengujian materiil UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Ditegaskan Amriyati bahwa Ikatan Notaris Indonesia sangat mempercayai kenegarawan Majelis Hakim Konstitusi dalam memutuskan perkara a quo berdasarkan keadilan dan berketuhanan Yang Maha Esa.

Untuk itu, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra menyatakan bahwa Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara tentunya berdasarkan argumentasi hukum yang kuat dan bukan berdasarkan permintaan untuk mencarikan alasan.

Saldi pada kesempatan sidang pleno ketiga tersebut mempertanyakan soal landasan hukum yang kuat dari 22 Notaris selaku pemohon BBM karena mengingat aturan batas usia minimum untuk jabatan tertentu memang tidak diatur dalam Konstitusi secara eksplisit. Namun begitu, majelis pun memberikan contoh terkait kasus usia Notaris sebagai gambaran bahwa isu usia baru menjadi persoalan konstitusional jika terdapat pertentangan langsung dengan norma konstitusi.

Artinya, pertama, bisa jadi ini tidak menumbangkan posisi hukum (dalam putusan) MK sebelumnya? Kedua, perlu diingat ada berapa negara 70 tahun, bahkan yang di bawah 70 tahun, bahkan lebih dari itu, tetapi itu tidak ditentukan oleh putusan pengadilan. Karena itu, soal usia sepanjang tidak disebut dalam Konstitusi tidak menjadi isu konstitusional harus ada bangunan argumentasi yang kuat, mengapa soal usia Notaris ini bisa menjadi isu konstitusional?

Luky Agung Binarto selaku Staf Ahli Menteri Kemenkumham RI, Bidang Ekonomi
Luky Agung Binarto selaku Staf Ahli Menteri Kemenkumham RI, Bidang Ekonomi

Selanjutnya, mewakili pemerintah, Luky Agung Binarto selaku Staf Ahli Menteri Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia (Kemenkumham RI), Bidang Ekonomi, dalam persidangan kali ini menegaskan soal ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b UU Jabatan Notaris yang mengatur mengenai batas usia Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat, yaitu telah berusia 65 tahun. Sedangkan ketentuan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris menyatakan bahwa batas usia Notaris dapat diperpanjang sampai dengan usia 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang berlaku.

Staf Ahli Bidang Ekonomi Kemenkumham ini mengutarakan bahwa dalam rangka pemenuhan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama menjadi seorang Notaris, perlu diatur dan ditentukan syarat usia bagi Notaris sepanjang syarat demikian secara objektif memang merupakan kebutuhan yang dituntut oleh jabatan atau aktivitas yang bersangkutan dan tidak mengandung unsur diskriminatif. Sehingga, penentuan batasan usia maksimal dalam pasal a quo diperlukan sebagai penentuan kriteria atau syarat yang berlaku untuk umum dan tidak diskriminatif.

“Persyaratan usia dalam menduduki suatu jabatan dalam peraturan perundang-undangan sebagai bentuk tertib administrasi dan wujud kepastian hukum. Persyaratan usia dalam jabatan Notaris digunakan sebagai parameter untuk menentukan seseorang dengan batas usia tertentu dianggap telah memiliki kapasitas atau kemampuan baik dari sisi intelektualitas, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosi, maupun kematangan perilaku dalam memegang dan menjalankan tugas dan wewenang suatu jabatan tertentu,” terang Luky Agung Binarto.

Dalam keterangannya Luky Agung Binarto mengatakan bahwa, seorang Notaris diharapkan pada ketika memegang jabatannya dalam menjalankan tugas dan kewajibannya secara bijak dan bertanggungjawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara.

Maka, penentuan dan pengaturan batas usia pensiun secara profesional ditentukan oleh institusi atau organisasi profesional yang bersangkutan dikarenakan profesi jabatan Notaris yang tercantum dalam UU Jabatan Notaris mempunyai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing sesuai dengan undang-undang tersebut.

Oleh karenanya, soal usia pensiun atau berakhirnya masa jabatan, menurut Luky Agung Binarto, semestinya ditentukan oleh pembentuk undang-undang berdasarkan kebutuhan masing-masing institusi tersebut sesuai dengan tugas dan kewenangannya serta diatur di masing-masing dalam peraturan perundang-undangan.

Staff Ahli Kemenkumham RI Bidang Ekonomi ini menambahkan dengan penetapan masa pensiun bagi Notaris merupakan suatu keadaan pengakhiran masa tugas seorang Notaris yang diperlukan guna adanya regenerasi dalam organisasi tersebut dengan calon notaris yang baru.

Intinya, bahwa penentuan batasan usia pensiun pada hakekatnya merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy yang dimiliki oleh pembentuk undang-undang. Hal tersebut, merujuk pada beberapa putusan MK yang mengatur batasan usia, di antaranya Putusan MK nomor 15/PUU – V/2007, 51-52-59/PUU – VI/2008, 37-39/PUU – VIII/2010, 49/PUU-IX/2011, 102/PUU-XIV/2016, dan Mahkamah Konstitusi telah mempertimbangkan bahwa batasan usia merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang sewaktu-waktu dapat diubah oleh pembentuk undang-undang sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada dan sesuai dengan jenis serta spesifikasi dan kualifikasi jabatan tersebut atau dapat pula melalui upaya legislative review.

“Dan sepenuhnya hal tersebut merupakan kewenangan pembentuk undang-undang yang apa pun pilihannya tidak dilarang dan selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga, Pemerintah berpandangan bahwa dalil para Pemohon hanyalah bentuk kekhawatiran yang tidak beralasan menurut hukum.,” terang Luky Agung Binarto.

Adapun, Pasal a quo dimaksud lanjut ,” terang Luky Agung Binarto, justru memberikan jaminan dan kepastian hukum terkait usia pensiun seorang Notaris. Maka, berlakunya ketentuan a quo juga tidak hanya dikenakan hanya bagi para Pemohon melainkan juga terhadap semua Notaris, sehingga para Pemohon tidak akan mengalami perlakuan yang diskriminatif oleh karena berlakunya ketentuan a quo.

Dengan begitu, lanjut Luky, Pasal a quo juga tidak dapat dikatakan sebagai norma yang bersifat diskriminatif sebagaimana dimaksudkan dalam pengertian diskriminasi karena norma yang bersifat diskriminatif adalah apabila norma tersebut membuat perlakuan berbeda yang semata-mata didasarkan atas ras, etnik, agama, status ekonomi maupun status sosial lainnya, sehingga pengaturan yang berbeda semata-mata tidaklah serta-merta dapat dikatakan diskriminatif.

Oleh karenanya, lanjut Luky dengan berlakunya ketentuan a quo dimaksud tidak menyebabkan kerugian yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial menurut penalaran yang wajar dapat terjadi.

Melalui uji materi ini, putusan hakim MK pastinya diharapkan mencerminkan kemanfaatan pada ketika hakim tidak saja menerapkan hukum secara tekstual, akan tetapi putusan tersebut dapat dieksekusi secara nyata sehingga memberikan kemanfaatan bagi kepentingan Notaris dan kemanfaatan bagi masyarakat pada umumnya.

Ketua Majelis Hakim MK Suhartoyo
Ketua Majelis Hakim MK Suhartoyo

Ketua Majelis Hakim, Suhartoyo dalam sidang pleno ketiga  menegaskan bahwa pada prinsipnya dua keterangan yang disampaikan oleh Ikatan Notaris Indonesia dari dua kubu pada dasarnya meskipun memutarnya beda tapi sesungguhnya keinginannya sama.

“Dalam titik-titik tertentu kompak juga sebenarnya. Kalau ada kepentingan yang kebetulan sama. Oleh karena itu, terkait dengan kepercayaan terhadap prinsipal, klien dan juga masyarakat. Lalu bagaimana kalau pihak yang akan menggunakan jasa-jasa Notaris kemudian dibayangi dengan persialan-persoalan di organisasi yang menjadi ragu karena organisasi yang menaungi Notaris sedang bertikai,” ujar Ketua Majelis Hakim Suhartoyo.

Untuk itu, ditegaskan Suhartoyo, intinya bahwa trust itu penting bagi para pengguna jasa-jasa Notaris  yang memang sangat membutuhkan kepercayaan tersebut.

Arief Hidayat, Anggota Majelis Hakim MK
Arief Hidayat, Anggota Majelis Hakim MK

Selanjutnya, Hakim Anggota MK, Arief Hidayat, menyampaikan beberapa hal berdasarkan  pengalamannya sebagai dosen Notariat di Undip dan juga pengalamanya bergaul dengan Notaris alumni Undip.

Menurut Arief Hidayat, Jabatan Notaris merupakan jabatan yang menuntut keprofesionalan yang tinggi karenya sangat membutuhkan kepercayaan dari masyarakat. Dalam pelaksanaan jabatanya tentu saja dibutuhkan kecermatan, ketelitian dan kehati-hatian. Untuk itu, Arief Hidayat melihatnya ada keterkaitan dengan soal usia jabatan Notaris.

“Apakah betul sinyalemen Saya bahwa persoalan dilapangan banyak pelanggaran yang dilakukan Notaris justru bukan dari para seniornya tapi juniornya karena belum berpengalaman, kurang cermat ataupun karena faktor-faktor lainnya. Untuk itu, Saya membutuhkan data dari dari PP INI versi Kongres maupun dari versi KLB, apakah masalah dilapangan itu memang dilakukan oleh Notaris yang muda-muda atau justru dilakukan  oleh Notaris yang sudah tua-tua yang memang sudah pikun atau bagaimana sehingga membuat akta keliru,” ujar Arief Hidayat.

Arief Hidayat menilai kalau di dunia akademik dosen itu kalau semakin tua justru malah semakin pinter. Lalu  bagaimana dengan Notaris? Untuk itu, menurut Arief Hidayat, MK membutuhkan data baik dari pihak PP INI Kongres maupun dari PP INI KLB terkait dengan data jumlah Notaris yang melakukan pelanggaran berdasarkan tingkat usia.

Data dimaksud Anggota Majelis Hakim MK tersebut nantinya dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan menentukan kalau usia jabatan Notaris diperpanjang tidak akan membebani negara.

Majelis Hakim Anggota MK, Asrul Sani
Majelis Hakim Anggota MK, Asrul Sani

Majelis Hakim Anggota lain, Asrul Sani menegaskan bahwa sesungguhnya MK berharap mendapatkan persepektif yang lebih luas dari Ikatan Notaris Indonesia sebagai organisasi profesi terkait dengan  mengenai soal batas usia pensiun Notaris.

Ditegaskan Asrul Sani, sejatinya pernah soal batas usia pensiun Notaris pernah diuji di MK dengan putusan Nomor 52/PUU-VIII tahun 2010, tentu saja pada ketika ini dimohonkan kembali maka Mahkamah Konstitusi harus diyakinkan untuk bergeser dari pendirian yang ada dalam putusan terdahulu tahun 2010.

Pandangan menyenangkan kebersamaan dua kubu kepengurusan Ikatan Notaris Indonesia usai menghadiri sidang MK
Pandangan menyenangkan kebersamaan dua kubu kepengurusan Ikatan Notaris Indonesia usai menghadiri sidang MK

“MK mengharapkan nantinya organisasi Ikatan Notaris Indonesia perlu melengkapi lebih dari hal-hal yang telah disampaikan oleh kedua kepengurusan. Karena pada umumnya, sebagaimana telah disampaikan Majelis Hakim, Prof Arief bahwa soal umur ini merupakan open legal policy  tapi bukan berarti mahkamah melihat, bukan berarti open legal policy itu tidak bisa bergeser. Bisa saja bergeser tapi kalau memang ada persepektif-persepektif yang memang didukung dengan argumentasi yang kuat bahwa open legal policy itu telah melanggar prinsip moralitas, intorelabel dan prinsip rasionalitas,” terang Asrul Sani.

Kebersamaan yang sejatinya banyak ditunggu-tunggu oleh anggota
Kebersamaan yang memang sejatinya banyak ditunggu-tunggu oleh anggota “INI Satu Dalam Satu Wadah” Ikatan Notaris Indonesia 

Anggota Majelis Hakim MK ini berharap Ikatan Notaris Indonesia bisa mengambil sudut pandang yang lebih luas dari yang sudah disampaikan sebelumnya. (Pramono)

 

 

 

 

 

 

 

 

(Pramono)

 

 

Releated Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *