Skip to content

Rektor Unitomo: Penerbitan Perpu Merupakan Hak Subyektif Presiden

Peserta seminar

(Surabaya – Notarynews) Bertempat di Ruang RM Soemantri Gedung A lantai 3, Fakultas Hukum Universitas Dr. Soetomo bekerjasama dengan Beranda Hukum Indonesia pada Selasa (14/2) menyelenggarakan seminar nasional pertanahan yang memgangkat tema besar ‘Pendaftaran Tanah dan Pengaturan Pertanahan Pasca UU Cita Kerja dan Perpu Cipta Kerja”.

Peserta seminar

Hadir pada acara ini Dr. Subekti, S.H., M.Hu, Dekan Fakultas Hukum, Universitas Dr. Soetomo, Rektor universitas Dr. Soetomo Surabaya (Dr. Siti Marwiyah SH. MH), Direktur Beranda Harum (Ricco yubaidi, SH-Mkn), Kepala Kantor Pertanahan kota probolinggo (Sugeng Muljosantoso, ST),, Dosen FH Universitas Marwadewa. Notaris PPAT (Dr I Made pria Dharsana SH. M.Hum), Dosen PSIH Universitas Negeri Surabaya, Tamil SH, MH. Acara seminar nasional hukum pertanahan kali juga di hadiri oleh 175 peserta terdiri dari mahasiswa Fakultas Hukum Dr Soetomo,, Mahasiswa STPN Jogyakarta, praktisi Notaris PPAT dan juga beberapa pengacara.

Dr. Subekti, S.H., M.Hum Dekan Fakultas Hukum, Universitas Dr. Soetomo
Dr. Subekti, S.H., M.Hum, Dekan Fakultas Hukum, Universitas Dr. Soetomo

Dekan Fakultas Hukum, Universitas Dr. Soetomo, Subekti, S.H., M.Hum dalam sambutannya mengatakan bshwa seminar Nasional hari ini merupakan kolaborasi antara FH Unitomo Surabaya dengan Beranda Hukum

Menurut Subekti lahirnya UU Cipta Kerja dan juga Perpu cipta kerja ini menimbulkan pro dan kontra. “Ada yang setuju dan ada yang tidak setuju tetapi saya yakin antara yang setuju dan tidak setuju itu karena mereka peduli pada negara ini, peduli pada bangsa ini. Hanya perbedaannya, tentu dari sudut pandang dan perspektifnya. Kalau mereka tidak perduli, maka akan apatis,” ujar Subekti.

Lalu bagaimana dari sudut pandang pendaftaran tanah? Ditegaskan Dekan FH Dr.Soetomo ini, terkait dengan pendaftaran dan pengaturannya setelah adanya Perpu Cipta Kerja, apakah lebih baik, ataukah lebih sulit dan lebih mudah atau malah justru mengandung banyak resiko atau bagaimana?.

Hal inilah yang timbul gagasan mengadakan seminar nasional ini yang tentunya akan dikupas tuntas oleh para nara sumber yang lompeten dan dihadirkan pada kesempatan seminar ini.

Dr. Siti Marwiyah, SH, MH, Rektor Universitas Dr. Soetomo, Surabaya
Dr. Siti Marwiyah, SH, MH, Rektor Universitas Dr. Soetomo, Surabaya

Senada dengan Dekan FH Dr. Soetomo, Rektor universitas Dr. Soetomo Surabaya, Dr. Siti Marwiyah SH, MH, yang bertindak selaku Keynote Spech mengatakan bahwa lahirnya produk hukum pastinya akan melahirkan pro dan kontra. Menurut Rektor, sesungguhnya, lahirnya UU Cipta Kerja dan Perpu Cipta Kerja itu merupakan hak subyektif Presiden.

Rektor universitas Dr. Soetomo Surabaya (Dr. Siti Marwiyah SH, MH, yang bertindak selaku Keynote Spech mengatakan bahwa lahirnya produk hukum pastinya akan melahirkan pro dan kontra.

Menurut Rektor Dr Soetomo Suarabya ini, penerbitan Perpu Cipta Kerja itu merupakan hak subyektif Presiden. Namun pemberian kekuasan pembentukan Perpu kepeda Presiden dinilai Rektor Dr Soetomo ini bisa memberikan peluang executive heavy yang dapat melahirkan pemerintahan yang otoriter.

Foto bersama pembicara, tamu undangan dan peserta seminar
Foto bersama pembicara, tamu undangan dan peserta seminar

Numun begitu ditegaskan Siti Marwiyah bahwa mesti dilhat bahwa dibentuknya suatu Undang-Undang adalah dengan maksud memberikan pembatasan terhadap kekuasaan dengan bertujuan menciptakan cheks and balances.

“Lahirnya Perppu ini tidak terlepas dari adanya Putusan MK No. 91/PUU-XIII/2020 atas Uji Formil UU Ciptaker yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional). Artinya pasal yang dimohonkan untuk diuji, dinyatakan bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945. Artinya, pasal yang dimohonkan diuji tersebut adalah inkonstitusional jika syarat yang ditetapkan oleh MK tidak dipenuhi,” terang Rektor Siti Marwiyah.

Lebih jauh, Rektor Dr Soetomo ini kepada peserta seminar untuk mencermati amar putusan MK No. 91/PUU-XIII/2020, yang menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan.

“Dalam amar putusan tersebut juga dinyatakan bahwa UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini,” ujar Siti Marwiyah.

Dengan demikian, pasal yang dimohonkan diuji tersebut pada saat putusan dibacakan adalah inkonstitusional dan akan menjadi konstitusional apabila syarat sebagaimana ditetapkan oleh MK dipenuhi oleh addresaat putusan MK.

Lalu siapa adresat dari  putusan MK NO. 91/PUU-XIII/2010? Ditegaskan Rektor Dr Soetomo ini, bahwa adresat terhadap putusan MK dimaksud adalah DPR dan Presiden selaku pembentuk UU cipta kerja. Maka, Presiden selaku adresat atas perintah MK hanya diberi waktu 2 tahun, selanjutnya Presiden menggunakan kewenangannya yaitu dengan menerbitkan PERPU Cipta Kerja. Karena dengan PERPPU prosedur bisa dilakukan lebih cepat. Sementara jika melalui DPR prosedur membuat atau merubah UU Ciptaker yang baru akan memakan waktu lama.

Artinya apa, lanjut Dr Soetomo ini, jika dalam 2 tahun tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja akan menjadi Inkonstitusional permanen, sehingga norma UU yang diubah oleh UU Cipta Kerja akan dinyatakan berlaku Kembali, Maka Presiden selaku adresat atas perintah MK hanya diberi waktu 2 tahun maka Presiden menggunakan kewenangannya yaitu dengan menerbitkan PERPU Cipta kerja Karena dengan PERPPU prosedur bisa dilakukan lebih cepat. Sementara jika melalui DPR prosedur membuat atau merubah UU Ciptaker yang baru akan memakan waktu lama.

Lebih jauh, Siti Marwiyah mempertanyakan  lantas bagaimana memaknai hal ihwal kegentingan memaksa bagi Presidan dalam menerbitkan PERPU?

“Apabila tidak segera dilakukan langkah-langkah strategis hanya akan berada di kisaran angka 4,7%-5%, Dari sudut geopolitik, prahara perang Rusia-Ukraina pun mengakibatkan krisis energi diantaranya lonjakan harga dan inflasi sehingga pemerintah harus melakukan langkah antisipasif berdasarkan perhitungan dari lembaga-lembaga keuangan internasional dengan membuat kebijakan strategis penyelamatan ekonomi nasional,” tegas Siti Marwiyah.

Semestinya, tegas Siti Marwiyah, jika menilik amar putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat terhadap beberapa ketentuan yang melarang pemerintah menerbitkan peraturan-peraturan pelaksana baru disertai penangguhan kebijakan atau tindakan strategis dan berdampak luas sebelum dilakukan perbaikan yang dimaksud.

Hal ini, lanjut Siti Matwiyah,  menyebabkan stagnasi roda pemerintahan karena pemerintah tidak dapat mengambil kebijakan maupun tindakan strategis apapun akibat putusan MK yang membuat UU Ciptaker seakan mati suri’ karena untuk menjalankan UU Ciptaker membutuhkan instrumen peraturan pelaksana, baik berbentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan lain sebagainya sebagaimana yang diperintahkan oleh UU Ciptaker.

Penandatanganan Implementation of Agreement (IoA) antara Beranda Hukum Indonesia dengan Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Penandatanganan Implementation of Agreement (IoA) antara Beranda Hukum Indonesia dengan Universitas Dr. Soetomo Surabaya

“Sebagal akibat mati surinya UU Cipta Kerja sebagaimana yang diuraikan di atas maka kekosongan hukum (rechtvacuum) pun tidak bisa terhindarkan Guna mengantisipasi dan menjaga stabilitas ekonomi nasional yang terancam pada tahun 2023 ini, satu-satunya langkah cepat yang bisa diambil pemerintah di tengah-tengah situasi kepentingan adalah menerbitkan aturan hukum yang setingkat dengan undang-undang yang mana prosedur pembuatannya tidak memakan waktu vang lama karena alasan kepentingan sebagaimana yang telah diuraikan diatas, ” tegas Rektor Dr. Soetomo ini mengakhiri paparannya.

Usai paparan rektor, sebelum memasuki materi seminar nasional pertanahan dalam kesempatan tersebut, dilaksanakan penandatanganan Implementation of Agreement (IoA) antara Beranda Hukum Indonesia dengan Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya. (PraMono)

Releated Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *