Skip to content

Quo Vadis Jabatan Notaris?

Notarynews.id Mau dibawa kemana Jabatan Notaris? Itulah pertanyaan sederhana tapi sangat mendasar saat berlangsungnya yang mengangkat tema Seminar “Quo Vadis Jabatan Notaris?” yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Jawa Barat Ikatan Notaris Indonesia (Pengwil Jabar INI) di Grandia Hotel, Kota Bandung, Senin, (21/9) dengan menghadirkan narasumber Dr. Herlein Budiono. SH, Dr. Udin Narsudin dan Winanto Wiryomertani. SH.

Apa pasal kemudian tema besar itu coba diangkat Pengwil Jabar INI, karena akhir-akhir ini terjadi perubahan pemahaman tentang Jabatan Notaris dan Kedudukan Notaris melalui kerancuan berfikir masyarakat maupun Notaris sendiri dimana dalam situasional ataupun masa pandemi penghadapan bisa dilakukan secara online yang mengacu pada UU ITE, pada hal tidak begitu adanya, jangan sampai masyarakat jadi terbawa dengan kondisi ini.

Dr. Herlien Budiono SH dan Dr. Udin Narsudin. SH saat menyampaikan paparannya

Bicara Jabatan Notaris dalam menjalankan jabatannya ditegaskan Dosen Magister Kenotaraiatan, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Dr. Herlien Budiono, SH, tidak bisa tidak, pijakannya harus tetap pada UU 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan UU 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Terkait perkembangan digital teknologi pun tentu harus di ukur juga mana yang bisa diaplikasikan dalam pelaksanaan jabatan dan mana yang tidak bisa. Dan tentu saja parameternya ya tetap saja UUJN.

“Jangan berandai-andai karena alasan ini dan itu, jalankan saja amanah jabatan sesuai dengan peraturan dan Undang-undang yang ada,” tegas Herlien.

“Tujuan peraturan dibuat itu untuk melayani keadilan dan kepastian hukum. Contohnya; Melindungi pihak-pihak yang lemah, semisal anak dibawah umur. UUJN itu tuntunan bagi kebebasan para invindu tapi pada asas-asas tertentu UUJN juga membatasi hak-hak itu. Dan sifat UU ini memang memberikan batasan, tapi satu sifatnya juga memaksa dan yang lainnya mengatur. Dan ada larangan, ancaman dan juga sanksi,” terang Herlien.

Jadi, lanjut Herlien, jangan coba-coba untuk memaksakan kehendak sendiri dengan mendasari pelaksanaan jabatan dengan situasional. Karena Notaris sebagai pejabat umum mestinya menghindari sesuatu yang semestinya tidak boleh dilakukan atau dilarang UUJN. Karena tentu saja ada akibat hukumnya, kalau sesuatu Undang-undang yang sifatnya memaksa itu dilanggar.

Dosen Notariat FH Unpad ini menilai, saat ini ada uapaya-upaya dimana satu pihak, ada aliran lain yang ingin memaksakan kehendak, tapi sisi lain ada yang ingin mempertahankan apa yang ada saat ini. Tentu semua kalangan Notaris mengharapkan akan lahirnya undang-undang yang bisa memberikan perlindungan terhadap jabatan Notaris.

Mengawali paparan seminar pagi itu, Dosen Notariat FH Unpad ini sempat melontarkan pepatah. “Teori tanpa praktek ibarat orang pincang, sedangkan praktek tanpa teori bagaikan orang buta. Tanpa kolaborasi teori akan pasif tanpa aksi, sedangkan praktik akan membabi buta tanpa visi“.

Terkait pembuatan akta Notaris, menurut Herlien, soal penghadapan misalnya, belum bisa diterapkan saat ini, jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi secara online, ataupun dikaitkan kondisi pandemic. Karena Undang-Undang Jabatan Notaris belum mendukung untuk itu.

“Nah yang bisa dilakukan saat ini adalah masih dalam taraf pendaftaran, permohonan pekerjaan tertentu, atau misalkan pelaporan bulanan Notaris,” terang Herlien.

Kembali ke soal tugas dan fungsi kewenangan Notaris, menurut Herlien, Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

Ditegaskan Dosen Notariat FH Unpad ini, bahwa kewenangan Notaris yang utama adalah membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta tersebut tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain, atau orang lain yang ditetapkan oleh UUJN.

 

“Apakah akta notaris dikatakan sebagai alat bukti otentik? Jawabannya. Iya, tapi jika Akta Notaris tersebut dibuat sesuai persyaratan kumulatif sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Selanjutnya, apabila salah satu saja tidak terpenuhi, maka Akta Notaris tersebut terdegradasi menjadi hanya sebagai akta dibawah tangan,” terang Herlien..

Artinya apa, lanjut Herlien, Akta Notaris atau Notariil Akta, dalam Pasal 1 angka 7 UUJN, dimaknai sebagai akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UU ini. Secara gramatikal, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akta dimaknai sebagai surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dsb) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi. Sampai pada titik ini, sudah jelas kiranya mengenai posisi, fungsi, tugas dan wewenang Notaris. Bahwa dalam jabatannya, Notaris berwenang membuat akta otentik.

“Lalu soal penghadapan, Frasa “Menghadap Kepada Saya”. “Hadir Di Hadapan Saya atau Berhadapan” .Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Menghadap diartikan datang bertemu dengan…”datang menjumpai” , “datang ke atau bertemu muka dengan”. Isi muatan isi dari kata “Menghadap”, “Hadir” atau “Berhadapan” tidak mengurangi kenyataan atau ketegasan akan benar-benar hadirnya (Para) penghadap pada waktu pembacaan dan penandatanganan akta. Jadi silahkan saja tinggal dipilih oleh rekan-rekan frasa mana yang mau dipilih,” imbuh Herlien.

Ketua Pengwil Jabar INI, Dr. H. Irfan Adiansyah, SH, SpN, LLm

Dalam kesempatan terpisah saat press conference, Ketua Pengwil Jabar INI, Dr. H. Irfan Adiansyah, SH, SpN, LLm mengingatkan kepada rekan-rekan Notaris Jawa Barat agar tidak melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.

“Harapan Saya, rekan-rekan tidak menyimpang dari aturan yang ada. Untukk itu, Akta otentik harus memenuhi apa yang dipersyaratkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata, sifatnya kumulatif atau harus meliputi semuanya. Akta-akta yang dibuat, walaupun ditandatangani oleh para pihak, namun tidak memenuhi persyaratan Pasal 1868 KUHPerdata, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, hanya mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan (Pasal 1869 KUHPerdata),” ujar Irfan.

“Menjalankan jabatan dengan baik dan benar adalah memenuhi dan mentaati ketentuan perundang-undangan pada umumnya dan UUJN pada khususnya. Notaris yang menjaga keluhuran martabat jabatannya memperhatikan tindakan penghadapannya, memperhatikan kecakapan dan kewenangan pihak atau penghadap terhadap obyek. Untuk itu, pesan Saya kalau membuat akta harus sesuai dengan syarat formil dan materiil, sebagai akta otentik,”. harap Irfan.

Jumpa pers para pembicara didampingi oleh Ketua Pengwil Jabar INI

Dr. Udin Narsudin, SH, SpN menambahkan bahwa pemenuhan syarat formil dan syarat materiil dalam pembuatan akta Notaris akan berpengaruh terhadap terpenuhinya tujuan utama akta Notaris yaitu memiliki kekuatan pembuktian yang lengkap. Selanjutnya mesti yang harus selalu difahami rekan adalah bahwa masalah kekuatan pembuktian suatu otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris adalah “Kekuatan Pembuktiannya yang Lengkap”.

“Dapat diketahui bahwa sekalipun suatu akta otentik memiliki kekuatan pembuktian lengkap (volledig bewijs), namun tetap tidak tertutup kemungkinan untuk suatu pembuktian tentang kebalikannya (tegenbewijs). Sebagaimana juga diketahui bahwa bukti kebalikannya (tegenbewijs) terhadap akta otentik terutama akta notaris, bertujuan untuk mendukung dalil dan suatu anggapan yang keliru yang menyatakan bahwa suatu akta otentik itu palsu ataupun yang menyatakan bahwa apa yang diterangkan dalam suatu akta otentik terutama akta notaris tidak benar berdasarkan penilaian subjektif karena merasa dirugikannya salah satu pihak (pihak-pihak) dengan adanya akta notaris tersebut, karena sejatinya proses pengujiannya harus berdasarkan putusan hakim,” terang Udin. ***

Releated Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *