Banjarbaru – Notarynews.id
Dr. H. Bachrudin, SH, MKn menyebut dalam rangkuman bukunya yang berjudul “Hukum Kenotariatan – Membangun Sistem Kenotaraiatan Yang Berkeadilan” terbitan Refika Aditama tahun 2019, pertumbuhan Notaris yang pesat setiap tahunnya berpotensi melahirkan persaingan tidak sehat, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kesinambungan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya serta melemahkan harkat dan martabat jabatan Notaris, jika tidak didukung dengan oebgelilaan dan pengawasan jabatan dengan baik.
Banyaknya Notaris yang tidak aktif menjalankan jabatannya yang 50 persen dari jumlah seluruh Notaris di Indonesia, sedikit Notaris yang mengalami masalah hukum, akan menjadi “pekerjaan rumah besar” bagi Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) untuk Periode 2022 – 2025 mendatang.
Pekerjaan besar ini tentunya, menurut Notaris – PPAT, Kota Banjar Baru Selatan ini kepada Notarynews, mesti segera diselesaikan oleh stakeholder terkait baik Ikatan Notaris Indonesia, perguruan tinggi program magister kenotaraiatan baik negeri maupun swasta dan utamanya tentu saja pemerintah dalam hal ini kementerian terkait.
Obrolan Notary sore itu via seluler berlanjut. Bachrudin menjelaskan soal “persaingan tidak sehat dan pabrikasi akta” dalam praktik di Indonesia yang mesti segera dibenahi. Lantas seperti apa, praktik tidak sehat dan pabrikasi akta itu? Berikut wawancara Notary dengan Dr. H. Bachrudin, SH, MKn, Notaris – PPAT, Kota Banjar Baru Selatan via seluler pada (8/10) 2021.
“Praktik itu adalah, adanya praktik “perang tarif”. Menurut Saya pengaturan menegnai honorarium atau jasa Notaris dalam UUJN kurang nefektif. Ketentuan batas maksimal honorarium dalam UUJN membuka peluang untuk menetapkan honorarium dibawah batas maksimal bahkan memungkinkan menetapkan honorarium yang rendah bahkan sangat rendah,” terang mantan Ketua Pengda Kota Banjar Baru INI Periode 2013 – 2016 ini.
Sementara itu, lanjut Bachrudin kesepakatan soal tarif pada iakatan Notaris Indonesia lebih memiliki bobot moral sehingga sangat sulit penegakannya.
Praktik “perang Tarif” menurut penilaian Bachrudin akan memicu lahirnya persaingan bebas yang berpotensi melahirkan persaingan tidak dalam praktik jabatan Notaris. Selain itu, pembangunan aspek moral bagi jabatan Notaris, baik bagi mahasiswa magister kenotariatan, calon Notaris (anggota luar biasa) maupun Notaris dirasakan kurang maksimal.
Praktik lain yang mesti disikapi balon Ketua Umum mendatang adalah adanya praktik “pabrikasi akta”. Peraih gelar doctoral pada Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Semarang 2018 silam ini, menegaskan bahwa praktik pabrikasi akta berpotensi mengorbankan pemenuhan unsur “menghadap” dalam pembuatan akta Notaris.
Dan pabrikasi akta sangat bertentangan dengan konsep keadilan sosial dalam bidang ekonomi sebagaimanan diajarkan dalam sila kelima Pancasila.
Bachrudin bersama istri dan putranya
Dengan menjalankan praktik “pabrikasi akta” menurut penilaian Bachrudin, oknum Notaris telah menjalankan kapitalisasi ekonomi yang bertentangan dengan falsafah bangsa Indonesia yaitu “Pancasila”.
“Dengan menjalankan praktik “membuat akta sebanyak-banyaknya” oknum Notaris seperti menggunakan “pukat harimau” dalam rangka menjaring klien, namun cara yang tidak sehat yaitu dengan mengabaikan atau mengorbankan pemenuhan “menghadap”. Dalam konteks praktik, “pabrikasi akta” terkandung makna adanya persaingan bebeas yang berpotensi melahirkan persaingan tidak sehat dalam praktik Notaris,” terang pria kelahiran Semarang ini.
Namun Putra pertama dari pasangan Bachrun almarhum dan Warchanah ini menegaskan bahwa ada sarana lain yang bisa kita jadikan tolok ukur untuk menilai balon Ketua Umum PP INI mendatang yaitu bagaimanan urusan penegakan hukum dan perlindungan hukum bagi Notaris dan jabatannya.
Notaris – PPAT, Kota Banjar Baru Selatan, mengharapkan Ketua umum yang bisa mewujudkan fungsi perkumpulan sebagaimana yang diharapkan Undang-Undang Jabatan Notaris. Tapi utamanya adalah bagiamana seorang Ketua Umum itu mampu menjaga persatuan dan kesatuan serta keutuhan dan soliditas anggotanya. Selanjutnya adalah, menegakan kode etik dan peraturan jabatan Notaris. Tapi, yang tidak kalah penting yaitu, melindungi masyarakat dalam pengertian ketika masyarakat dirugikan, dan pada ketika masyarakat tidak terlayani dengan baik maka perkumpulan bisa memberikan solusinya kepada masyarakat.
Terakhir, program kerja yang tak kalah penting dari Ketua Umum mendatang adalah mampu membangun atau menstimulasi kesejahteraan anggota. Supaya notaris dalam menjalankan amanah jabatan yang diberikan negara dengan baik dan benar.
“Saya kira jangan kemudian malah latah, bahwa dengan kemajuan teknologi akan mampu mengatasi berbagai pekerjaan Notaris, justru itu, kemajuan teknologi juga harus diimbangi dengan pembangunan karakter Notaris. Dan tentu saja, moralitas juga jangan tertinggal.
Menjadi pekerjaan Ketua Umum mendatang untuk menekankan pada pembangunan moral itas dan etika jabatan Notatis dalam pelkasanaan jabatan, perlindungan hukum dan menangani persaingan tidak sehat. (Pramono)
No comment yet, add your voice below!