Perlunya Notaris Mendalami, Permasalahan Badan Hukum PT Dalam Praktek

Ilmu kenotariatan merupakan perpaduan antara teori dan praktik, dalam tataran yang ideal antara teori dan praktik kadang kala sejalan atau terkadang tidak saling sejalan. Permasalahan hukum dalam praktek Notaris – PPAT sehari – hari yang dihadapi dalam praktek merupakan hal menarik untuk selalu dibahas karena dalam perkembangannya selalu saja uptodate

Ikatan Keluarga Alumni Notariat Universitas Padjadjaran pada Rabu, 23 Februari 2022 lalu kembali menggelar law virtual class, kali ini masuk dalam jilid 2 yang mengangkat tema besar “Pendalaman Perseroan Terbatas” dengan menghadirkan Notaris – PPAT werda yang juga Dosen Notariat Prodi MKn FH Unpad, Dr. Herlien Budiono, SH dan Direktur Tata Kelola, Legal & Komunikasi Unpad yang juga Dosen Fakultas Hukum Unpad, Dr. Isis Ikhwansyah, SH., MH., CN dengan dipandu moderator Davy Natanegara, SH, MKn.

Davy Natanegara, SH. MKn (moderator)
Davy Natanegara, SH. MKn (moderator)

Dr. Herlien yang mengangkat materi “Badan Hukum PT dan Permasalahannya Dalam Praktek” mengungkapkan terkait perkembangan badan hukum perseroan terbatas sejak lahirnya Undang-undang No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang mencabut buku kesatu, bab ketiga , bagian ketiga, pasal 35- 58 KUHD. Kemudian lahir pula Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang perseroan Terbatas (UUPT) yang mencabut UU NO 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dan terakhir muncul Undang-Undang Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 yang mengatur tentang PT UMK Jo PP 8 Tahun 2021.

Lantas, bagaimana dengan prosedur dan syarat pendirian PT terbaru di tahun 2022? Diungkapkan Dosen Notariat FH Unpad ini, Penyederhanaan prosedur dan syarat pendirian PT kembali dilakukan, dan kali ini payungnya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”). Melalui aturan ini, terdapat beberapa perubahan yang berhubungan dengan prosedur dan syarat pendirian PT yang terbaru.

Dr. Herlien, SH
Dr. Herlien, SH

“Sebelum disahkannya UU Cipta Kerja, PT mendapatkan status badan hukum pada tanggal terbitnya Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) mengenai pengesahan badan hukum PT. Maka setelah adanya UU Cipta Kerja, PT memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menkumham dan mendapatkan bukti pendaftaran (baik untuk PT sesuai pasal 7 ayat 4 UU Cipta Kerja maupun PT UMK sesuai dengan Pasal 7 ayat 4) o Pasal 153 B ayat (2) UU Cipta Kerja),” imbuh Dosen Notariat Unpad ini. .

Sehubungan dengan siapa yang bertanggung atas perbuatan hukum yang telah dilakukan sebelum PT memperoleh badan hukum.  Menurut Herlien, selama PT belum memperoleh status badan hukum, maka para pendiri, semua anggota direksi dan semua anggota dewan komisaris bertanggung secara tanggung renteng ats perbuatan hukum yang dilakukan mereka  sehingga harus diperhatikan apakah mereka (para pendiri, anggota direksi dan anggota dewan komisaris)  telah menikah dan pisah harta.

Manakal PT telah memperoleh status badan hukum, lanjut Dosen Notariat Unpad ini, segala tindakan hukum yang dilakukan akan diterima, diambil alih atau dikukuhkan oleh PT agar tanggungjawabnya beralih pada perseroan.

“Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 14 ayat (3) yang menyembutkan bahwa perbuatan hukum dimaksud pada ayat (1) karena hukum menjadi tanggungan PT setelah PT menjadi badan hukum,” terang Herlien.

Dan lebih lanjut Herlien menegaskan bahwa pada Rapat Umum Pemegng Saham (RUPS) pertama kali diselenggarakan maka paling lambat 60 hari setelah PT memperoleh status badan hukum, semua pemegang saham yang hadir harus menyetujui tindakan hukum tersebut (Pasal 14 ayat (5) UUPT).

Selanjutnya, apa saja yang harus diperhatikan pada akta risalah Rapat PT.  Werda Notaris asal Kota Bandung ini mengingatkan bahwa di dalam pembuatan akta risalah rapat suatu PT harus diteliti terlebih dulu, apakah telah dipenuhi syarat formil untuk pelaksanaan rapat tersebut, dan bagaimana dengn susunan direksi, dewan komisaris yang berwenang, diantaranya, apakah prosedur pemanggilan rapat telah memenuhi persyaratan Pasal 82 UUPT, tempat diadakannya rapat (pasal 76 ayat (1) dan (3) UUPT) bagaimana dengan quorum untuk sahnya rapat dan keputusan rapat.

“Dan harus diperiksa riwayat PT sejak pendirian PT hingga saat dibuat nya akta risalah rapat (RR). Jangan hanya melihat anggaran dasar yang terakhir saja, tetapi perubahan apapun yang menyangkut PT harus diperiksa,” ujar Herlien.

Herlien mengingatkan suatu akta perubahan Anggaran dasar PT harus dimuat atau dinyatakan dalam akta Notaris dalam bahasa Indonesia (Pasal 21 ayat 4 UU PT). apabila perubahan Anggaran Dasar tidak dimuat dalam akta berita acara yang dibuat oleh Notaris harus dinyatakan dalam akta Notaris paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS (Pasal 21 ayat 5).

Artinya, perubahan ini diajukan kepada Menteri 30 hari sejak tanggal akta Notaris dibuat. Dan seandainya sudah lewat 30 hari, maka tidak boleh dinayatakan dalam akta Notaris. Karena begitu lewat 30 hari, maka tidak dapat diajukan permohonan persetujuan atau pemberitahuan menteri.

Dr. Isis Ikhwansyah, SH., MH., CN
Dr. Isis Ikhwansyah, SH., MH., CN

Direktur Tata Kelola, Legal & Komunikasi Unpad yang juga Dosen Fakultas Hukum Unpad, Dr. Isis Ikhwansyah, SH., MH., CN pada kesempatan kali ini mengangkat tema “Memahami Eksistensi Organ Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum Dalam Penegakan Hukum”.

Dalam paparannya, Isis mengungkapkan bahwa di dalam suatu Perseroan Terbatas (“Perseroan”) terdapat organ-organ yang di dalamnya memegang wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Organ-organ tersebut terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”), Direksi dan Dewan Komisaris. Pasal 1 angka 4, angka 5 dan angka 6 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”).

Ditegaskan Isis, RUPS memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Sedangkan Direksi adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Kemudian, yang dimaksud dengan Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada Direksi.

Dalam forum RUPS lanjut Isis, para pemegang saham berhak memperoleh informasi dan keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari Direksi dan atau Anggota Dewan Komisaris sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan.

“RUPS dalam mata acara lain tidak berhak mengambil keputusan kecuali seluruh pemegang saham hadir dan atau diwakili dalam RUPS yang menyetujui penambahan mata acara rapat,” terang Isis.

“Kalau ada mata acara rapat yang ditambah  maka keputusan mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui secara bulat,” imbuh Isis.

Memasuki acara dialog, Herlien menambahkan  untuk setiap rapat yang tidak tercapai kuorumnya tetap harus dibuat Notulen atau akta berita acara rapat. Apabila dikemudian disusul dengan rapat yang kedua, di dalam akta berita acaranya harus diuraikan mengenai gagalnya rapat pertama dengan menyebutkan Notulen atau akta risalah berita acara rapatnya.

Demikian pula apabila rapat yang kedua gagal, tetap harus dibuatkan notulen atau akta berita acara rapat kedua yang gagal tersebut (lihat penjelasan  Pasal 86 UUPT).

Hanya saja, lanjut Herlien, sebagai ketentuan umum, notulen atau berita rapat acara RUPS tidak perlu dibuatkan dibuatkan dalam akta Notaris. Tentunya, dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 90 ayat (1) UUPT maka pada setiap penyelenggaraan RUPS, notulen atau risalah berita acara RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh Ketua Rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.

“Ini berarti, akta notulen atau risalah rapat PT tidak harus dibuat oleh akta Notaris,” tegas Herlien.

Lebih lanjut, Herlien mengingatkan agar Notaris memperhatikan untuk menentukan soal berakhirnya masa jabatan anggota direksi dan anggota dewan komisaris.

“Perhatikan didalam AD PT untuk berapa lama anggota direksi dan anggota dewan komisaris menjabat, karena pada tiap-tiap AD PT berbeda-beda.  Apabila salah satu anggota direksi dan anggota dewan komisaris masih menjabat ternyata diberhentikan atau diganti (Pasal 105 ayat (1) UUPT), perhatikan masa jabatan mereka yang baru diangkat berbeda dengan masa jabatan anggota direksi dan anggota dewan komisaris yang masih menjabat,” terang Dosen Notariat Unpad ini.

“Dan jika masa jabatan anggota direksi dan anggota dewan komisaris telah lewat, dan PT lupa memperpanjang atau mengangkat kembali, sebaiknya menggunakan keputusan para pemegang saham di luar RUPS (Pasal 91 UUPT) yang diikuti dengan pernyataan keputusan para pemegang saham. Dengan catatan, jika seluruh pemegang saham menyetujuinya,” ujar Herlien.

Menurut Herlien, cara pengambilan keputusan para pemegang saham di luar RUPS dilakukan mengingat bahwa untuk pemanggilan RUPS harus dilakukan oleh direksi atau apabila direksi tidak oleh anggota dewan komisaris (Pasal 79  UUPT), sedangkan anggota direksi dan anggota dewan komisaris telah habis msa jabatannya.

Dan okeh karena direksi dan anggota dewan komisaris tidak ada, lanjut Herlien, maka dilakukan dengan melalui prosedur permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat kedudukan PT untuk nenetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS dengan segala ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan Pasal 80 UUPT.

Releated Posts

Follow Us Social Media

ADVERTISMENT

Are You Ready to Explore the Renewed JupiterX with Advanced User Experience?

Trending Posts

Recent Posts

ADVERTISMENT