(Bandung – Notarynews) Bicara soal pengembangkan suatu kawasan menjadi pemukiman di suatu daerah tentu bukanlah perkara mudah. Karena, ada segudang peraturan atau perizinan yang harus dikantongi sebelum sebelum pengembang dapat memulai pekerjaan konstruksi. Sederhananya, pengembangan sebuah kawasan meliputi tiga kegiatan yaitu pembelian atau pengadaan tanah, konstruksi, dan pengelolaan properti serta perijinan yang menyertainya.
Berkaitan dengan penentuan kebijakan tata
ruang sebelumnya didahului dengan Forum Group Discution (FGD) yang membahas peruntukan tata ruang yang mengundang seluruh stake holder terkait penyelenggaraan penata ruang oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang mencakup pengaturan, pembinaan dan pelaksanaan dan pengawas penataan ruang didasarkan pada pendekatan wilayah dan batasan wilayah administratif.
Demikian disampaikan oleh Kasubdit Sinkronisasi Wilayah I, Sri Damar Agustina pada seminar ‘Perolehan Hak Atas Tanah Bagi Pengembang (Developer) Perizinan Serta Akta-Akta Peralihan dan Pembebanannya Berdasarkan Sistem Hukum Kebendaan di Indonesia dalam kegiatan Pemasaran” yang diselenggarakan oleh Pengda INI – IPPAT Kabupaten Bandung Barat, di Harris Hotel, Jalan Peta, Kota Bandung pada Selasa 30 Agustus 2022.
Sri Damar Agustina, berharap dengan adanya kegiatan FGD dapat diperoleh rumusan konsepsi RTRW serta masukan-masukan teknis dari pemangku kepentingan khususnya sehingga dapat difasilitasi oleh Tim Penyusun dan tertampung ke dalam dokumen revisi RTRW.
“Harapannya melalui percepatan penyusunan RTRW ini dapat mendukung kemudahan izin usaha pada lokasi yang sesuai dengan ketetapan Rencana Tata Ruang guna meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung Barat” tutup Damar
Kasubdit Sinkronisasi Wilayah I, sangat
menyambut baik seminar yang digelar oleh Pengda KBB INI – IPPAT karena tentunya akan memperkuat amanat penyusunan RTRW Pemda Kabupaten Bandung Barat yang diharapkan bisa mendapat dukungan dan komitmen stakeholder.
Tujuan atau misi utama Pengurus Daerah Kabupaten Bandung Barat, Ikatan Notaris Indonesia dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Pengda KBB INI – IPPAT), diungkapkan Ketua Pengda KBB IPPAT, Dr.Anna Yulianti, SH, MKn, yaitu memberikan edukasi melalui sebuah seminar kepada ratusan peserta terdiri dari Notaris – PPAT, developer, yayasan dan stakeholder lainnya.
Khusus untuk Notaris dan PPAT di wilayah Bandung Barat, lanjut Anna Yulianti, agar dapat memahami mengenai proses dan mekanisme dari proses pembebasan hak atas tanah, pemberian hak atas tanah, pembuatan akta-akta, perizinan, tata ruang, perizinan berusaha, perpajakan dan terkait izin persetujuan bagunan gedung.
Sedangkan bagi developer, diharapkan agar tidak melakukan, menjual atau memasarkan tanpa ada izin hak atas tanah yang pasti serta memberikan edukasi dan pemahaman sistem kebendaan hukum di Indonesia pada dunia perbankan.
Sementara untuk menyelesaikan konflik dan sengketa tanah yang biasa terjadi dipedesaan, ada baiknya, lanjut Anna Yulianti, pengelolaan konflik dimulai dengan pengkajian mendalam terhadap lahan carik, lahan desa dan tanah adat yang belum ada pemetaannya dengan baik.
Mencermati kasus-kasus yang terjadi di desa-desa selama ini, lanjut Anna, maka dalam upaya pencegahan dan penyelesaiannya oleh BPN dituntut untuk konsolidasi dengan aparatur desa dan kecamatan serta lembaga terkait. Setidaknya, hal ini untuk meminimalisir lahan-lahan yang dimiliki masyarakat di desa-desa terlindungi karena jika tidak segera ditangani akan sangat rawan dimanfaatkan oleh mafia tanah. Dan ini menurut Anna, merupakan masalah serius yang harus menjadi perhatian pemerintah daerah, khusus Badan Pertanahan Nasional
“Pemerintah daerah melalui bupati bisa menyurati ke desa-desa yang ada di Kabupaten Bandung Barat, mana tanah desa dan mana tanah carik atau tanah milik adat. Dengan begitu, kita sebagai PPAT dan notaris itu akan merasa lebih aman dan nyaman menjalankan tugas kita,” imbuh Anna.
Anggota Dewan Pakar Pengurus IPPAT Jabar, Dr. Darwin Ginting, SH, MH menambahkan, mafia tanah di Indonesia itu mulai muncul dari 2018, setelah adanya keterbukaan dan komitmen serius dari Menteri ATR/BPN pada era Sofyan Djalil.
“Dan hingga Kepala BPN RI yang sekarang juga secara terbuka mengakui ada oknum BPN yang terlibat dalam mafia tanah, yaa ini lah era keterbukaan. Dan harapan Saya, Notaris – PPAT KBB jangan sampai ada yang ikut terlibat, dengan mafia tanah” tegas Darwin
Ditegaskan Darwin Ginting, bahwa memberantas mafia tanah, kata dia, bukan perkara mudah, karena melibatkan oknum besar, mulai dari pemilik modal, oknum penegak hukum, tetmasuk oknum notaris PPAT dan juga oknum BPN.
“Harus diingat, kita tidak mungkin menangkap terus, maka yang harus dilakukan sekarang itu bagaimana membangun konsep, supaya mafia tanah itu bisa dicegah,” katanya.***