Peran Notaris dan PPAT dalam Pemberian HGB, Hak Pakai di Atas Tanah Hak Milik

(Yogyakarta – Notarynews) Sebanyak 400 peserta seminar nasional pada Sabtu, 12 Juli 2025, bertempat di The Alana Hotel & Convention CenterJalan Palogan Tentara Pelajar Km 7, Sariharjo, Ngoglik, Sleman, Yogyakarta, Pengurus Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Ikatan Notaris Indonesia (Pengwil DIY INI) menyelenggarakan seminar Nasional yang mengangkat tema besar “Peran Notaris dan PPAT dalam Pemberian Hak Guna Bangunan /Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik”.

Semnas yang dihadiri 400 peserta kali ini menghadirkan pembicara Prof Dr. Yohanes Sogar Simamora, SH, M. Hum,  Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya dan Dr. I Made Pria Dharsana, SH, M. Hum selaku praktisi Notaris PPAT Kabupaten Badung yang juga dosen Notariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat dan Universitas Warmadewa, Bali.

 

Adapun keynote speaker pada semnas kali ini adalah Kepala Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang -Badan Pertanahan Nasional, Daerah Istimewa Yogyakarta (Kakanwil ATR BPN RI, DIY), Dony Erwan Brilianto, S.T., M.M.

Dony Erwan Brilianto, S.T., M.M selaku Kakanwil ATR BPN RI DIY saat menyampaikan paparannya
Dony Erwan Brilianto, S.T., M.M selaku Kakanwil ATR BPN RI DIY saat menyampaikan paparannya

Kakanwil ATR BPN RI DIY, menilai bahwa tanah memiliki peran penting sebagai sumber daya sosial, ekonomi, dan budaya. Namun, tanah juga seringkali menjadi sumber konflik, terutama dalam konteks agraria. Konflik ini bisa muncul karena berbagai faktor, termasuk perebutan lahan, perbedaan kepentingan, dan masalah administrasi pertanahan.

Menurut Dony Erwan Brilianto, dengan demikian, penting untuk memahami kompleksitas peran tanah sebagai sumber daya sekaligus sumber konflik. Pengelolaan tanah yang berkelanjutan dan berkeadilan menjadi kunci untuk mencegah dan menyelesaikan konflik pertanahan.

Tema semnas kali ini menurut Dony Erwan sangat relevan dengan kondisi perkembangan masalah pertanahan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian ATR BPN RI lanjut Dony Erwan telah mengeluarkan Permen ATR/BPN No. 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2022 mengenai Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah.

“Permen ini mengatur tentang pelimpahan kewenangan penetapan Hak Atas Tanah dan kegiatan pendaftaran tanah dari Menteri kepada pejabat di bawahnya, yaitu Kepala Kantor Wilayah di tingkat provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan di tingkat kabupaten – kota,” terang Dony Erwan.

Dengan adanya Permen ini, diharapkan pelayanan pertanahan menjadi lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Ditegaskan Kakanwil ATR BPN RI DIY, bahwa permasalahan tanah yang kompleks dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk sengketa waris, peningkatan kebutuhan tanah, dan praktik mafia tanah. Selain itu, lanjut Kakanwil, bahwa ketidakjelasan status kepemilikan, tumpang tindih klaim, dan alih fungsi lahan juga berkontribusi pada konflik pertanahan.

Dengan demikian menurut pendapat Kakanwil, peran PPAT tentunya memiliki peran penting dalam pendaftaran tanah dan meminimalkan sengketa. PPAT bertugas membuat akta sebagai bukti sah atas perbuatan hukum terkait tanah, seperti jual beli, hibah, atau tukar menukar. Akta ini menjadi dasar pendaftaran perubahan data tanah di Kantor Pertanahan. Dengan adanya akta yang dibuat PPAT, kepastian hukum atas tanah menjadi lebih jelas, sehingga potensi sengketa dapat diminimalkan.

“Dengan menjalankan peran dan tugasnya dengan baik, PPAT berkontribusi dalam menciptakan kepastian hukum, mencegah sengketa, dan menjaga stabilitas hak atas tanah di masyarakat,” ujar Kakanwil dalam sambutannya.

Ketua Pengwil DIY INI, Agung Herning Indradi Prajanto, SH saat memberikan sambutannya
Ketua Pengwil DIY INI, Agung Herning Indradi Prajanto, SH saat memberikan sambutannya

Sebelumnya Ketua Pengwil DIY INI, Agung Herning Indradi Prajanto, SH mengungkapkan bahwa semnas kali ini digelar dalam rangka memperingati HUT INI dan HUT IPPAT, sekaligus update ilmu yanga bisa diaplikasikan dalam praktik termasuk materi dalam acara hari ini yang mengangkat tema “Peran Notaris dan PPAT Dalam Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik”.

Para tamu undangan Foto bersama dengan peserta
Para tamu undangan Foto bersama dengan peserta

‘Rangkaian peringatan HUT INI – IPPAT DIY juga akan diisi dengan donor darah dan pemeriksaan kesehatan serta pemeriksaan mata yang akan diselenggarakan pada tanggal 15 Juli 2025, di Sekretariat Bersama Pengwil DIY. Adapun puncak acara Peringatan HUT INI ke 117 akan diselenggarakan pada September 2025 bersamaan dengan HUT Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah,” terang Agung Herning.

“Perjanjian pendahuluan, seperti PPJB, memiliki peran penting dalam transaksi properti, tetapi dinamika di lapangan dapat menghadirkan tantangan. Maka, untuk memahami dinamika ini dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi potensi masalah diharapkan melalui semnas dapat membantu mencari jalan keluar kepada para pembicara bahwa perjanjian pendahuluan berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat.,” imbuh Agung Herning.

Para tamu undangan Foto bersama dengan peserta
Para tamu undangan Foto bersama dengan peserta

Kakanwil mengingatkan soal kejujuran ataupun Integritas dan etika profesi untuk dikedepankan untuk menekan permasalahan pertanahan. Saat ini banyak perkembangan hukum ketidaktelitian.

Pembahasan Semnas 

Memasuki materi semnas yang diramu dengan diskusi panel, I Made Pria Dharsana dalam paparannya menegaskan bahwa Notaris dan PPAT memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi dalam proses pemberian HGB ataupun Hak Pakai. Notaris memberikan bantuan dalam aspek hukum dan penyusunan dokumen, sedangkan PPAT memiliki kewenangan khusus untuk membuat akta otentik dan menjalankan tugas pendaftaran hak atas tanah.

Para pembicara saat memberikan paparannya yang disampaikan dalam bentuk diskusi panel
Para pembicara saat memberikan paparannya yang disampaikan dalam bentuk diskusi panel

Bicara soal perjanjian permulaan atau perjanjian pendahuluan, Made Pria menyebutkan bahwa pemberian HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL) atau Hak Milik diperlukan sebagai dasar atau landasan awal sebelum diterbitkannya Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) atau Hak Milik (HM).

Menurut Made Pria, perjanjian ini berfungsi untuk mengikat para pihak (pemegang HPL ataupun hak milik dan calon pemegang (HGB) mengenai syarat dan ketentuan pemberian HGB, termasuk didalamnya hak dan kewajiban masing-masing pihak, jangka waktu, dan hal-hal lain yang disepakati sebelum proses pendaftaran dan penerbitan sertifikat HGB dilakukan.

Para pembicara foto bersama dengan Kakanwil ATR BPN RI dan panitia penyelenggara semnas
Para pembicara foto bersama dengan Kakanwil ATR BPN RI dan panitia penyelenggara semnas

“Setelah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), seseorang memiliki beberapa kewajiban. Pertama, menggunakan tanah sesuai dengan peruntukan dan persyaratan yang tertera pada keputusan pemberian hak. Kedua, memelihara tanah dan bangunan dengan baik, termasuk menjaga kelestarian lingkungan. Ketiga, ketika HGB berakhir (misalnya karena jangka waktu habis dan tidak diperpanjang), maka wajib menyerahkan tanah tersebut kepada negara, pemegang hak pengelolaan, atau pemegang hak milik. Terakhir, sertifikat HGB harus diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan” terang Made Pria.

Dosen Notariat Universitas Warmadewa Bali ini mengingatkan soal adanya larangan  sebagaimana disebutkan pada Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, bahwa pemegang HGB dilarang melakukan beberapa hal terkait tanah yang menjadi objek HGB. Larangan menurut pendapat Made Pria, meliputi; mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari akses umum; merusak sumber daya alam dan lingkungan hidup; menelantarkan tanah; serta mendirikan bangunan yang mengurangi fungsi konservasi.

Panitia dan juga beberapa orang peserta menyempatkan diri foto bersama dengan para pembicara
Panitia dan juga beberapa orang peserta menyempatkan diri foto bersama dengan para pembicara

Lebih lanjut Made Pria menegaskan bahwa penting untuk diingat bahwa HGB bukanlah hak kepemilikan tanah, melainkan hak untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah serta mendirikan bangunan di atasnya.

“HGB memiliki jangka waktu tertentu, dan setelah jangka waktu tersebut berakhir, hak tersebut dapat diperpanjang atau diperbarui, tergantung pada peraturan yang berlaku. Intinya, para pemegang HGB wajib mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait penggunaan dan pemanfaatan tanah serta bangunan,” imbuh Made Pria.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Prof Dr. Yohanes Sogar Simamora, SH, M. Hum dalam paparannya mengupas perjanjian kredit, dalam konteks hukum, seringkali dianggap sebagai perjanjian pendahulu atau pactum de contrahendo. Ini berarti perjanjian kredit, pada dasarnya, adalah perjanjian yang mendahului perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam meminjam itu sendiri.

Perjanjian pendahuluan, atau pactum de contrahendo, adalah perjanjian yang mendahului perjanjian utama, dan biasanya berisi tahapan-tahapan sebagai berikut: kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, objek perjanjian, dan causa yang halal. Perjanjian ini berfungsi sebagai dasar untuk perjanjian yang lebih rinci di kemudian hari.

“Perjanjian pendahuluan pada dasarnya hanya memuat hal-hal penting atau esensial sedangkan rincian atau detail hak dan kewajiban para pihak akan dituangkan dalam perjanjian pokoknya. Hal tersebut, sebagaimana diintrodusir oleh Rudolf von Jhering pada tahun 1906 ke dalam sistem hukum Belanda yang kemudian dalam praktik bermunculan beragam nama perjanjian pendahuluan akan tetapi esensinya sama, misalnya: MoU, LoI, dll yang dalam sistem common law, perjanjian pendahuluan ini dapat dipadankan dengan preliminary agreement,” terang Sogar Simamora.

Selanjutnya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya ini menyampaikan soal perjanjian bersyarat (voorwaarderlijke overeenkomst/conditional contracts) yang jenis perjanjian yang digantungkan kepada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan maupun secara membatalkan (memutuskan/mengakhiri) (lihat Pasal 1253 BW).

Menurut Sogar Simamora, dari sisi teori hukum kontrak, perjanjian bersyarat telah lahir sebagai suatu perjanjian. Berbeda halnya, dalam perjanjian dengan syarat tangguh dimana pelaksanaannya ditangguhkan sedangkan dalam perjanjian dengan syarat batal atau syarat putus, perjanjian menjadi batal atau putus manakala salah satu pihak wanprestasi (Pasal  1266 BW).

Dengan demikian, lanjut Sogar bahwa lahirnya perjanjian bersyarat menimbulkan keterikatan kontraktual. Adapun, isi dari perjanjian pendahuluan hendaknya konsisten dengan karakter perjanjian tersebut : agreed to agree atau the contract to enter into a contract dengan demikian tidak mengatur secara detail hak dan kewajiban, dan tidak mengatur tanggal (waktu) yg definitif (pasti) terkait pelaksanaan suatu kewajiban, misalnya kewajiban tentang pembayaran, sanksi kontraktual dan penyelesaian sengketa disarankan juga tidak diatur dalam perjanjian pendahuluan.

Sogar Simamora mengingatkan bahwa tanggung gugat dalam perjanjian pendahuluan dengan tidak dilaksanakannya perjanjian pendahuluan dimaksud dapat menimbulkan kerugian pada salah satu pihak, dan pihak yang dirugikan tersebut dapat menuntut ganti rugi.

Dasar gugatannya, lanjut Sogar Simamora adalah dikarenakan perjanjian pendahuluan bukan merupakan suatu perjanjian atau kontrak, dan karenanya tidak melahirkan keterikatan kontraktual maka pihak yg dirugikan tidak dapat mengajukan gugatan berdasar wanprestasi, melainkan PMH (Pasal 1365 BW).

Diakhir paparannya Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya ini menegaskan bahwa perjanjian pendahuluan itu tidak murni. Artinya apa, bahwa suatu perjanjian yang secara jelas dan rinci mengatur hak dan kewajiban para pihak tetapi judulnya adalah perjanjian pendahuluan misainva MoU atau Nota Kesepakatan.

Yang tak kalah penting menurut Sogar Simamora adalah pentingnya soal perlindungan terhadap Notaris PPAT. Dalam konteks jual beli tanah, misalnya, lanjut Sogar Simamora, perjanjian pendahuluan (PPJB) akan memuat kesepakatan antara penjual dan pembeli mengenai harga, objek jual beli (tanah), cara pembayaran, dan jangka waktu penyerahan hak atas tanah. Setelah itu, PPJB ditandatangani, dan para pihak akan melanjutkan ke tahap pembuatan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan Notaris.

“Dalam kaitan dengan perjanjian pendahuluan, bentuk tidak harus notariil tetapi jika para pihak menghendaki perjanjian pendahuluan tersebut dibuat dalam akta Notaris, maka uraian sebelumnya dapat digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan perjanjian pendahuluan tersebut, khususnya yang terkait dengan perjanjian pendahuluan pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pακαi,” terang Sogar Simamora.

Jika terkait akta pemberian hak, disarankan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya ini di dalamnya perlu diatur klausula penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase, misalnya BANI. (PRAMONO)

 

Releated Posts

Follow Us Social Media

ADVERTISMENT

Are You Ready to Explore the Renewed JupiterX with Advanced User Experience?

Trending Posts

Recent Posts

ADVERTISMENT