(Gianyar, Bali – Notarynews) Banyak perdebatan dan perbedaan dalam memberikan pengertian tentang kriminalisasi. Benarkah saat ini Jabatan Notaris tengah marak dikriminalisasi? Lantas, apakah jabatan NOtaris dapat dikriminalisasi?

Permasalahan kriminaliasasi Notaris ini semakin menarik untuk dibahas adalah mengapa ini bisa terjadi, dan mengapa banyak rekan mengaku tidak mendapat perhatian dan bagaimanan cara menangggulanginya. Inilah alasan mengapa kemudian Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Kabuapaten Gianyar (Pengda INI – IPPAT) pada Jumat, 28 Januari 2022, bertempat di Royal Convention House, Taman Dedari The Royal Pita Maha, Kedewatan, Ubud, Gianyar mengelar seminar yang mengangkat tema besar “Pencegahan dan Perlindungan Hukum Terhadap kriminalisasi Notaris – PPAt”. Dihadirkan sebagai Pembicara Dr. I. Made pria Dharsana, SH, M. Hum, I Nyoman Sumardika, SH., MKn dan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) I. Komang Swastika, SH, MKn.

Menurut I Nyoman Sumardika, SH., MKn, bahwa Jabatan Notaris tidak bisa dikriminalisasi. Dan sebenarnya yang berpotensi terjadinya kriminalisasi terhadap Notaris adalah “perbuatan Notaris”. Dalam arti, kriminaliasai dimaksud adalah proses yang memperlihatkan perilaku Notaris yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat.
Bertitik tolak dari pandangan diatas, Nyoman Sumardika menegaskan bahwa perlunya diupayakan perlindungan hukum terhadap jabatan Notaris, baik secara internal maupun ekternal. Secara internal, perlunya materi isi dari komparasi akta dikemas sendiri oleh para pihak pada saat membuat akta Notaris. Sehingga kepentingan para pihak terakomodasi atas dasar kata sepakat.
“Periksa pasal 38 Ayat 3 huruf c UUJN-P, yang menjelaskan bahwa awal akta atau kepala akta harus memmuat nama lengkap dan tempat kedudukan Notarsi. Selain dari itu Notaris wajib membacakan akta dan juga wajib membubuhkan tanda tangan pada akhir akta sebagaimana kedalam akta yang dibuatnya untuik memmenuhi syarat bentuk akta autentik.
Selanjutnya adalah perlindungan hukum eksternal. “Karena Notaris adalah pejabat umum yang menjalankan sebagaian kewenangan negara maka sudah seharusnya perlindungan itu dilakukan dan sengaja diciptakan oleh penguasa,” tegas Nyoman Sumardika.
Hal itu dimaksudkan agar dalih penggunaan asas kebebasan berkontrak tidak disalahgunakan secara sewenang-wenang dalam kegiatan bisnis oleh pihak yang relatif lebih kuat posisi hukumnya. Tapi utamanya lanjut Nyoman Sumardika, yang sangat baik terkait perlindungan hukum Notaris adalah perlindungan hukum yang bersumber dari masyarakat dan juga perlindungan hukum yang bersumber pada ketentuan hukum positif
Belum cukup. Nyoman Sumardika juga menyampaikan bagaimana cara mengenali potensi-potensi konflik untuk mencegah adanya kriminalisasi terhadap Notaris. Pertama, pahami dan sadari pilihan-pilihan keputusan yang diambil Notaris agar tidak menimbulkan dampak bagi masyarakat. Kedua, perlunya memahami dan menyadari masih tingginya perbedaan sudut pandang antara kebenaran formal dengan kebenaran material terhadap akta Notaris. Dan ketiga pahami dan sadari bahwa akta Notaris yang pada awal ditujukan untuk kepentingan para pihak, tetapi jika timbul konflik akan meluas menjadi kepentingan public
Kelima, lanjut Nyoman Sumardika, Notaris harus memahami dan menyadari bahwa klausula antisipatif yang terkait dengan proses pembuatan akta Notaris merupakan sebuah keharusan. Dan yang tak kalah penting juga adalah memahami dan menyadari bahwa masyarakat yang datang ke kantor Notaris memiliki satu tujuan yaitu untuk “mengesahkan” tindakan atau perbuatan hukum yang bersangkutan, sehingga aturan hukum bagi mereka bukan hal yang penting untuk diketahui.

Dalam kesempatan selanjutnya, Dosen Notariat Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Bali, Dr. I. Made Pria Dharsana, SH, M. Hum kepada Notarynews mengaku prihatin dengan adanya rekan-rekan Notaris – PPAT yang mengalami kriminalisasi dalam bebrapa bulan terakhir di tahun 2021 lalu.
Diungkapkan Notaris – PPAT Kabupaten Badung ini, sebegitu patuhnya pun, Notaris -PPAT masih saja ada yang “dibawa ” ke ranah hukum. Entah karena memang dia membuat kekeliruan, atau tidak sengaja, atau bahkan sebetulnya tidak bersalah sama sekali dan sudah menjalankan prosedur. Sampai kini kabar mengenai seorang Notaris atau PPAT yang “diperiksa” artinya dibawa ke ranah hukum akibat menjalankan tugasnya ada saja terjadi di mana -mana. Namun tidak sedikit, setelah diteliti, sebetulnya kasusnya tidak perlu sampai ke ranah hukum. Namun tetap saja diproses ke ranah hukum dengan berbagai dalil oleh penegak hukum.
“Ini memprihatinkan dan berbahaya bagi Notaris – PPAT ini karena seolah-olah “Jabatan Notaris – PPAT” begitu mudahnya diombang-ambing oleh oknum yang mencari-cari celah Kesalahan demi motivasi tertentu,” tegasnya
Untuk itu, Made Pria agar mengingatkan kepada rekan-rekan Notaris – PPAT senantiasa menjaga harkat dan martabatnya sebagai Pejabat Umum. Baik saat bekerja, maupun sedang berada di tengah-tengah masyarakat. Hal ini membawanya pada sebuah pilihan : dilarang atau jangan sampai salah dalam menjalankan tugas dan jabatannya, awas, dilarang coba-coba melanggar hukum atau melakukan perbuatan tidak pantas dari segi etika jabatan dan moral masyarakat.
Menurut dia, terjadinya kriminalisasi Notaris bisa saja dimulai dari tahap penyidikan oleh kepolisian, tahap penuntutan oleh kejaksaan dan bisa juga pada tahap pemeriksaan oleh hakim dimana terjadi penyimpangan dan tidak transparansi, dimana kondisi saat ini dapat diduga masih sarat dengan penekanan (pressure), intimidasi, kriminalisasi dan jika itu terjadi maka sangat berpotensi meminggirkan kebenaran, keadilan, kebahagiaan, dan kesejahteraan masyarakat khususnya bagi Notaris dan para pihak yang menjadi korban, dengan dalih saksi, kemudian diarahkan keranah pelanggaran hukum pidana (memaksakan kehendak secara otoriter kekuasaan).
Umumnya, terang Made Pria, “Notaris dianggap memasukan keterangan palsu, memalsukan atau menipu dan bahkan memeras dan menggelapkan) dan yang demikian itu sebenarnya telah mendegradasi (mendistorsi) akta Notaris sebagai akta otentik seakan bukan merupakan alat bukti yang sempurna”.
“Perlu Saya sampaikan bahwa asas kewenangan unsur private dan administrasi negara, sehingga semua gugatan terkait dengan ‘Akta Notariil’ hanya dapat dilakukan pada kewenangan hakim PN untuk tuntutan hukum private (KUH Perdata) dan kewenangan hakim TUN untuk tuntutan huUpaya mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang dapat menjerumuskan, maka Notaris harus berpedoman pada Undang-Undang No 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan tentang pedoman dan tuntunan notaris untuk bertindak lebih cermat, teliti dan hati-hati dalam proses pembuatan akta autentik.
Ditegaskan Made Pria, bahwa salah satu upaya pencegahan kriminalisasi terhadap Notaris PPAT adalah Notaris – PPAT harus selalu melaksanakan prinsip kehati-hatian sebagai upaya pencegahan kriminalisasi berdasarkan kode etik yang berkaitan dengan tanggung jawab baik secara perdata, administrasi, kode etik notaris dan hukum pidana. Hanya saja mesti diperhatikan juga, faktor yang menjadi kendala bagi Notaris – PPAT dalam menjalankan jabatannya berkaitan dengan prinsip kehati-hatian adalah keterangan yang diberikan oleh pihak-pihak yang menghadap bisa saja tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Satu hal penting yang semestinya dipahami oleh Penyidik Kepolisian, menurut Dosen Notariat Universitas Warmadewa, Bali ini, agar sebelum memeriksa Notaris misalnya, pahami apa yang diamanatkan UUJN. Pada Pasal 4 dan Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN) mewajibkan penyidik bisa memahami tugas dan fungsi Jabatan Notaris yang menjalan sebagian kewenangan negara dimana Notaris dituntut untuk menjaga kerahasiaan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah janji jabatan kecuali undang-undang menentukan lain.
Selanjutnya, Pasal 170 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa, mereka yang karena pekerjaan, harkat, martabat, atau juga jabatannya diwajibkan untuk menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari penggunaan hak untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepadanya.
Made Pria mengingatkan, rekan-rekan Notaris PPAT bisa menjalankan jabatan dengah amanah dan bermartabat. Dan pastikan perbuatan atau tindakkan hukum yang dilakukan para pihak dilakukan di hadapan kita selaku Notaris, dengan itikad baik, bukan itikad buruk. Dan harus tegas, apabila mengetahui dan patut menduga adanya itikad tidak baik maka harus berani menolak membuat aktanya Dan kita semua, Notaris, harus introspeksi dan perlu keberanian dan kekuatan mental melawan kriminalisasi kepada kita selaku Notaris.
“Dan jangan pernah abai dengan panggilan penyidik, jangan panik dan dibutuhkan keterbukaan kepada Pengda, Pengwil. Karen kita perlu soliditas, dan empati serta bantuan bukan hanya keprihatinan disaat rekan kita kesandung atau disandungkan masalah hukum,” ujarnya.
Made Pria juga berharap perkumpulan agar selalu hadir membela dan menjaga harkat martabat jabatan Notaris tanpa pandang bulu, kenal ataupun tidak kita kepada rekan yang kena masalah hukum. Dan kepada seluruh Anggota Pengda INI – IPPAT Kabuapaten Gianyar Saran Saya Sebagai anggota perkumpulan semestinya bisa selalu aktif dalam kegiatan perkumpulan. Dan tentunya pada ketika menghadapi masalah bisa selalu berkoordinasi dengan Pengda dan Pengwil dan juga Majelis Kehormatan Notaris.
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) I. Komang Swastika, SH, MKn dari Polda Bali, menegaskan agar Notaris memperhatikan potensi-potensi pemidaan yang kemungkinan bisa terjadi kesalahan yang dibuat oleh Notaris.
Misalnya, akta dibuat dengan kondisi para pihak tidak berhadapan. Ada juga dData identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar atau dianggap memberikan keterangan palsu ataupun obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
“Kalau data yang di berikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar, sehingga akta notaris yang diterbitkan di anggap akta palsu. Karena, ada dua akta yang beredar di para pihak, yang nomor dan tanggalnya sama tetapi isinya berbeda Tanda tangan salah satu pihak yang ada dalam minuta dipalsukan Penghadap menggunakan identitas orang lain, ungkapnya.
Adapun potensi pidana akibat penyelundupan hukum yang kemnungkinan dilakukan oleh oknum Notaris, lanjut Komang, umumnya terkait Pasal 266 ayat (1) KUHP dengan menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik. Pasal lainnya terkait dengan Pasal 378 KUHP, Hoedanigheid (dengan memakai nama palsu). “Terdapat unsur sengaja, perbuatan tersebut menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,” terangnya..
Lebih jauh Komang Swastika mengungkapkan bahwa dalam tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen yang dapat dijadikan objek pemalsuan hanya ecrtures atau tulisan-tulisan saja. Dan menurut Kitab Undang- Undang Hukum Pidana yang berlaku, yang dapat menjadi objek dari tindak pidana pemalsuan surat diatur dalam Bab XII buku II KUHPidana, dari Pasal 263 sampai dengan Pasal 276 yang dapat dibedakan menjadi tujuh macam kejahatan pemalsuan surat yakni: Pasal 263 (Pemalsuan Surat secara umum: bentuk pokok surat), Pasal 264 (Pemalsuan Surat yang Diperberat), pasal 266 (Menyuruh memasukan keterangan palsu) dan pasal, Pasal 266 -267 (Pemalsuan Surat Keterangan Dokter dan Surat-Surat Tertentu).

Lantas solsuinya apa, tanya I Komang Swastika? Menurut dia, dalam mengembang tugasnya selaku Profesional Notaris – PPAT harus berpegang pada norma dan nilai yang merupakan parameter dalam berperilaku secara etis. Untuk itu, Notaris perlu menyadari bahwa Notaris mempunyai peran yang penting dan strategis dalam proses pembuktian, sehingga notaris seharusnya di emban oleh orang yang mempunyai ilmu yang mumpuni dan ahli dibidangnya dan memiliki integritas moral yang tinggi.
“Dan kepada organisasi diharapkan bisa melakukan komunikasi, koordinasi sekaligus mengedukasi anggotanya agar jangan sampai melakukan kesalahan-kesalahan yang menjurus kepada tindak pidana,” imbuh Komang Swastika.(PM)