Semarang – Notarynews.id. Perlindungan Hukum akan menjadi hak bagi warga negara, namun di sisi lain perlindungan hukum menjadi kewajiban bagi negara. Negara wajib memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya, sebagaimana di Indonesia yang mengukuhkan dirinya sebagai negara hukum yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Indonesia adalah negara hukum”.
Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum (dari tindakan sewenang-wenang seseorang) dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perlindungan hukum merupakan suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu bahwa hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
Lalu, mengapa Notaris Perlu Di Lindungi? Satu pertanyaan yang mengelitik,”Sudah berjalankah perlindungan Notaris di Negeri ini? Pertanyaan senada lainnya laik untuk mendapatkan Jawaban,” sudahkah regulasi yang ada sepenuhnya benar-benar telah ditaati oleh para aparat penegak hukum dengan baik?”.
Antusias para peserta simposium
Sabtu, (18/9) lalu, bertempat di Ruang Rama Sinta, Hotel Patra Jasa, Semarang, Pengurus Wilayah Jawa Tengah Ikatan Notaris Indonesia (Pengwil Jateng INI) sejumlah pertanyaan mengelitik itu terlontaar dalam Simposium Nasional dengan mengusung tema “Tinjauan Ultimum Remidium Dalam upaya Pemidanaan Komparatif Law Dalam Masalah Perdata, Administrasi Negara dan Pidana Sebagai Uapaya Perlindungan Hukum Terhadap Pelaksanaan Jabatan Notaris) dan Optimalisasi Peran Majelis Kehormatan Notaris dalam Proses Peradilan Pidana terhadap Notaris”
Hadir sebagai Keynote Speech, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Dr. Priyanto. SH. MH, Direktur Resort Krimanal Khusus (Dirreskrimsus Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Jhonson Ronald Simamora, SH, SIK, MH . (Wakil Ketua Bidang Perlindungan Profesi Pengwil INI Jawa Barat), Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, Makasar, Sulawesi Selatan, Prof. Dr. Anwar Borahma. SH, MH, Dr.H.Irfan Ardiansyah. SH, SpN, LLM (Ketua Pengwil Jaabar INI) dan Dr. Widhi Handoko, SH, SpN (Ketua Pengwil Jateng INI).
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Dr. Priyanto. SH. MH, dalam sambutannya mengharapkan melalui symposium ini dilakukan evaluasi untuk mengetahui kekurangan kelemhan dan potensi yang dimiliki dalam upaya membangun kebersamaan pikiran dan pandangan, pemhaman seta tindakan ata beberapa kendala, hambatan yang dihadapai Notaris ketika melaksanakan tugas jabatannya.
Terkait perlindungan jabatannya, Priyanto menegaskan sebelum kepada tahapan perlindungan hukum bagi Notaris hendaaknya para Notaris memahami terlebih dahulu apa-apa yang menjadi kewenangannya. Sebagaimanan yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU NO 30 tentang Jabatan Notaris.
Utamanya lanjut Kajati Jateng ini, Notaris dalam menjalankan jabatannya harus bertindak jujur, amanah, seksama, mandiri dan tidak berpihak. Tentunya akan menjadi keprihatinan kita semua, manakala ada beberapa Notaris terbentur permasalahan hukum. Kajati Jateng ini berharap, hendaknya Notaris dalam menjalankan jabatannya tetap memperhatikan dan mempedomani peraturan dan perundang-undangan tentang jabatan Notaris
Guru Besar FH Universitas Hasanudin, Makasar, Prof. Dr. Anwar Borahma. SH, MH, mengungkapkan Notaris itu, sebagai pejabat umum diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat membuat akta, dan menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang yang melakukan perjanjian agar dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi perselisishan antara para pihak atau gugatan dari pihak lain. Untuk itu, Notaris berhak mendapatkan perlindungan dan jaminana demi tercapainya kepastian hukum di masyarakat.
Kombes Pol, Jhonson Ronald Simamora, SH, SIK, MH, dalam paparannya menyatakan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya dihadapan hukum dengan tidak ada pengecualian . artinya, dalam penegakan hukum semua warga negara tidak ada istilah tebang pilih dalam penegakannya, bahkan kebal terhadap hukum.
“Untuk itu norma-norma atau kaidah dalam bidang hukum tatat negara pertama-tama mesti ditanggapi dengan sanksi administrasi. perdata. Begitu pula bidang norma-norma dalam bidang hukum perdata juga mesti ditanggapi dengan sasnksi perdata. Hanya, apabila sanksi administrasi dan sanksi perdata belum mencukupi untuk mencapai tujuan meluruskan neraca masyarakatnya maka baru diadakan juga sanksi pidana sebagai pamungkas (terakhir) atau ultimum,” tegas Jhonson Ronald Simamora,
Menurut Jhonson bahwa sanksi pidana itu bersifat relative, tidak harus ada subsideritas sanksi. Dalam hal ini pelaku tidak lagi taat pada sarana hukum yang ada maka urgensi yang digunakannnya sarana pidana sebagai upaya terakhir dapat dilakukan (ultimum remedium)
Bicara perlindungan hukum terhadap Notaris menurut Jhonson Simamora pihak Kepolisian sejauh ini telah menggunakan asas ultimum remedium dalam nenangani pengaduan, penyeldikan dan penyidikan dimana penyidikan memberikan ruang kepada pihak-pihak yang bermasalah untuk penyelesaian permasalahan di luar peradilan sesuai peraturan Kepolisian RI No 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasrkan Keadilan restorative sehingga diharapkan dapat membawa kemaslahatan.
Dr. Irfan Ardiansyah. SH. SpN. LLm selaku Ketua Pengwil Jabar INI menilai diperlukan perlindungan hukum bagi notaris dalam menjalankan jabatannya untuk menjaga keluhuran harkat dan martabat jabatannya dalam mengemban tugas dari Pemerintah dalam bidang keperdataan mengingat peran stategis notaris dalam menciptakan ketertiban hukum di masyarakat. Keberadaan regulasi UUJN telah mengatur mekanisme perlindungan hukum bagi dengan sempurna, maka menjadikan sanksi pidana sebagai ultimum remidium merupakan pilihan yang tepat.
“Terhadap penjatuhan sanksi pidana diharapkan menerapkan asas ultimum remidium, yaitu bahwa sanksi pidana dijadikan upaya hukum dalam penegakan hukum terakhir selama masih dapat dilakukan dengan sanski-sanski lainnya seperti sanski administratif dan sanski perdata,” tegas Irfan.
Dalam kesempatan, wawancaranya dengan Indikatornews.com pria yang akrab disapa Utern ini di Rumah Makan Kampung Laut, Semarang mengusulkan terkait perlindungan hukum terhadap Notaris kedepannya bisa lebih optimal. Menurut dia, perlunya dibangun kelembagaan khusus dalam kerangka perlindungan hukum Notaris secara optimal yaitu semacam “Lembaga Perlindungan Jabatan atau Profesi” seperti yang sudah di lakukan oleh profesi lainnya seperti Pengacara dan Dokter.
Karena menurut Irfan, Jabatan Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya tidak terlepas dari kemungkinan melakukan suatu kesalahan atau perbuatan melanggar hukum, dan dalam praktiknya notaris dapat dimintai pertanggungjawabannya. Untuk itu, perlunya kelembagaan khusus dalam penanganan rekan-rekan Notaris yang menghadapi permaslahan hukum.
Sebelumnya dalam kesempatan symposium Dr,. Widhi Handoko menegaskan bahwa perlindungan hukum yang bersifat preventif dibutuhkan bagi Notaris dengan tujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah untuk bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan kewenangan.
Intinya lanjut Widhi Handoko, penegakan hukum yang semata-mata menegakkan aturan formal tanpa mengaitkannya secara langsung dengan semangat yang terkandung dalam aturan akan berlangsung dengan cara yang sangat mekanistik.
Dan secara khusus lanjut Ketua Pengwil jateng INI, bahwa penegakan hukum dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan di dalam sistem peradilan (pidana) yang bersifat preventif, represif, dan edukatif.
“Penegakan hukum secara represif hanya ditujukan untuk mempertahankan legalitas aturan hukum dengan cara menghukum para pihak yang melanggar hukum. Sementara untuk unsur actus reus yaitu perbuatan harus didahulukan. Terlebih dulu setelah diketahui adanya perbuatan pidana sesuai rumusan undang-undang selanjutnya barulah diselidiki tentang sikap batin pelaku atau unsur mens rea. Selanjutnya apabila terbukti barulah mempertimbangkan tentang kesalahan terdakwa yang merupakan unsur pertanggungjawaban pidana,” terang Widhi.
Senada dengan Ketua Pengwil Jabar INI, Widhi handoko juga mengharapkan “Ultimum Remedium” Hukum Pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam penegakan hukum, karena pada faktanya justru pengaduan pidana digunakan untuk manekan dan selalu dikedepankan.
Widhi Handoko berpendapat bahwa Ultimum Remedium saat ini masih “jauh dari harapan”, dimana faktanya dalam beberapa kasus saat ini Notaris dimintai keterangan sebagai saksi seringkali terkait dengan Akta yang dibuatnya, dan seringkali pula penegak hukum menggeser alat bukti surat. Atau (Akta) menjadi keterangan saksi.
“Apakah itu yang dinamakan mencari KEADILAN??”, tegas Widhi.
“Penegak hukum faktanya mencoba (menjadikan Notaris) mengubah kesaksian tertulis (Akta Autentik Notaris) dengan memanggil Notaris dan memberikan kesaksian (menggeser dari Alat Bukti Autentik menjadi Keterangan Saksi) tentunya ini menjadi catatan, karena akan menjadi preseden buruk dan berbahaya ketika abeus of power menjadi covid (virus mematikan) dalam penegakan hukum.*** Susanti
No comment yet, add your voice below!