(Boyolali – Notarynews) Jumat, 10 Desember 2021, pukul 13.00 siang itu Ballroom Front One Hotel Boyolali (Komplek Kantor Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dipenuhi sesak oleh Notaris – PPAT yang baru usai menggelar hajat Konferda Pengurus Daerah Kabupaten Boyolali, Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Pengda Kabupaten Boyolali IPPAT) yang berakhir dengan terpilihnya Setyo Nugroho, SH sebagai Ketua.

Siang itu, usai Konferda, acara dilanjutkan oleh TF Law Center yang menggelar bincang santai dan diskusi hukum yang mengusung tema besar “Strategi Notaris – PPAT menghadapi Mafia Tanah & Modus Operandinya”. Dan dihadirkan sebagai narasumber Dr. Pieter Latumeten, SH, MH (daring), Dr. Agung Iriantoro SH MH, Alwesius SH, M.Kn dan Keynote speach Tri Firdaus Akbarsyah SH MH selaku Ketua TF Law Center secara offline. Acara dimoderatori oleh H R Wiratmoko dan Tuti Wahyuningsih. SH.

Tri Firdaus dalam paparannya menegaskan baginya menjalankan Jabatan sebagai Notaris menjaga integritas moral merupakan harga mati.
Terkait dengan tema besar yang diangkat oleh TFLC yaitu “Strategi Notaris – PPAT menghadapi Mafia Tanah & Modus Operandinya”, Tri Firdaus mengatakan bahwa praktik mafia tanah sebenarnya sudah sejak lama terjadi. “Dan bukan baru kali ini saja, ini karena publik figur yang jadi korban, sehingga mencuat dan lagi karena terekpose media akhirnya ya jadi heboh,” ujar Tri Firdaus.
Sekretaris Umum PP INI mengingatkan kepada rekan-rekan Notris PPAT yang hadir untuk menjalankan Jabatnnya sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku karena memang Notaris dituntut ketelitiannya.
“Jangan sampai kita dibohongi para penghadap dengan figur palsu. Karena tak jarang Notaris ditipu penghadap. Beberapa kejadian dilakukan penghadap palsu untuk mengelabui Notaris seperti mengklaim pemilik sertifikat tanah orang lain,” ujar Pria yng akrab disapa TF ini.
Bicara soal akta, Tri Firdaus menilai bahwa ada lima hal penting yang mesti diperhatikan oleh Notaris – PPAT, dalam hal pembuatan akta. Pertama, berpegang pada prinsip kehati-hatian seorang Notaris. Kedua, meneliti keaslian dokumen. Ketiga, memastikan para pihak berhadapan dan sebelum proses tanda tangan Notaris harus membacakan isinya kepada para pihak. Keempat, tertib dalam pendokumentasian untuk memperkuat apabila ada komplain dibelakang hari. Dan kelima, prinsip mengenal klien.
Tri Firdaus optimis melalui kegiatan-kegiatannya TFLC dapat saling berbagi ilmu dan juga menginspirasi untuk lebih bersemangat meningkatkan kapasitas diri rekan Notaris PPAT agar dapat lebih optimal menjalani berbagai peran di masyarakat, jadi tidak hanya sebagai akademisi, profesional atau praktisi, tetapi juga sebagai bagian integral dari masyarakat yang memiliki tugas dan
tanggung jawab bersama menuju masyarakat yang lebih terdidik, kompeten, beretika, berintegritas dan berempati.

Selanjutnya, Dr. Agung Irianto, SH. MH selaku Ketua Bidang Perlindungan Anggota PP INI, pada kesempatan tersebut mengatakan Akta otentik menurut Pasal 1870 KUHPdt merupakan bukti yang mengikat dan sempurna, sehingga harus dianggap benar, selama tidak dapat dibuktikan lain.
Dalam praktiknya, akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris sebagai pejabat umum ada kalanya terdapat keterangan palsu dari para pihak yang berkepentingan, yang mengakibatkan Notaris terlibat dalam kasus pidana baik sebagai saksi maupun tersangka sehingga Notaris yang bersangkutan terganggu dalam menjalankan jabatannya.
Lantas bagaimanakah perlindungan hukum terhadap Notaris, dapatkah Notaris dimintai pertanggungjawaban hukum apabila akta tersebut mengakibatkan kerugian kepada para pihak, serta kedudukan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna apabila terdapat keterangan palsu dari pihak berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Dijelaskan Agung bahwa Notaris tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sebab Notaris hanya mencatat atau menuangkan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak atau penghadap ke dalam akta.
“Notaris hanya mengkonstatir apa yang terjadi, apa yang dilihat, dan dialaminya dari para pihak atau penghadap tersebut berikut menyesuaikan syarat-syarat formil dengan yang sebenarnya lalu menuangkannya ke dalam akta. Dan Notaris tidak perlu menguji para pihak,” terang Agung.
“Akan halnya, kedudukan akta otentik dalam hal terdapat keterangan palsu yang diberikan oleh para pihak mengakibatkan akta otentik tersebut batal demi hukum karena dalam proses pembuatannya terdapat unsur penipuan dari para pihak,” ujar Agung.
“Notaris mesti betul-betul tertib, dan menjadi Notaris itu sekolahnya lama, tolong lah jangan dihianati itu Jabatan,” ujar Agung.
Disarankan kepada para semua rekan yang berkaitan dengan penerbitan akta otentik seperti pihak penghadap dan Notaris, agar berhati-hati dan waspada dalam segala hal yang berhubungan dengan pembuatan akta, disamping itu juga diharapkan kepada pihak yang berkompeten seperti Majelis Pengawas Daerah, pihak kepolisian, pengadilan harus lebih selektif dalam melakukan pemeriksaan terhadap Notaris dengan pertimbangan dan putusan yang benar.

Dr. Pieter Latumeten. SH. MH dalam kesempatannya melalui ruang virtual mengingatkan agar Notaris – PPAT menjalankan Jabatan dalam ruang dan kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Protapnya ya mesti kita verifikasi apalagi terkait pembuatan akta tanah tentunya mesti teliti. Jalankan saja Jabatan sesuai koridor dan jangan sampai berkonspirasi dengan para pihak,” tegas Dosen Notariat UI ini.
Bicara soal kasus mafia tanah, Pieter menilai mesti dilihat dari kasus perkasus secara obyektif. Mafia tanah bisa saja terjadi kalau ada banyak oknum terlibat termasuk pejabat yang tidak menjalankan jabatannya secara profesional.

Alwesius. SH. MKn juga mengingatkan kepada peserta bincang santai agar sebagai Notaris – PPAT tidak menceburkan diri kedalam permasalahan yang terjadi pada klien, karena bisa jadi ada niat atau itikat tidak baik yang bisa jadi adanya pelanggaran hukum.
Untuk itu, Alwesius mengharapkan agar rekan peserta bincang santai melalui TFLC selalu membuka diri untuk mengembangkan ilmunya melalui diskusi-diskusi hukum, seminar dan lain-lain.
“Kenapa mesti berilmu, agar kita tidak salah dalam menjalankan Jabatan sebagai Notaris – PPAT,” imbuh Alwesius.