Mengupas Sisi Lain Penerapan PP No. 18 Tahun 2021

(Denpasar – Notarynews) Selasa, 14 Desember 2021, Pengurus Daerah Denpasar Ikatan Notaris Indonesia (Pengda INI) menyelenggarakan webinar dengan mengambil tema besar “Penerapan PP No. 18 Tahun 2021”. Dihadirkan sebagai pembicara Dr. KRT. MJ. Widijatmoko. SH. SpN selaku Dosen Notariat Universitas Negeri Surakarta, Solo dengan moderator Dr. I. Made Mulyawan. SH. MKn dan diikuti oleh 250 orang peserta secara online via zoom meating. 

Paramita Rukmi. SH

Ketua Pengda Denpasar INI, Paramita Rukmi Nusantara, SH. MKn dalam sambutannya menyampaikan bahwa agenda webinar kali merupakan sebagai acara tutup tahun di Pengda Denpasar INI.  Dan sebelumnya Pengda Denpasar juga telah menggelar acara baksos kegiatan donor darah dan pembagian sembako.

“Semoga acara ini lancar. Tak ada gading yang tak rentak, dan maaf atas segala keterbatasannya kami Pengda Denpasar INI mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya,” ujar Paramita singkat.

Dr. KRT. MJ. Widijatmoko. SH. SpN dalam paparannya mengatakan bahwa PP 18 2021 mengatur tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Tak hanya itu, negara juga dapat mengatur kepemilikan tanah dan kebermanfaatan tanah agar diatur sebagaimana mestinya, dengan tujuan tanah tetap bermanfaat bagi negara sesuai fungsinya.

Dr. I. Made Mulyawan Subawa. SH. MKn

Adapun implementasi PP 18 2021  tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah menurut Dosen Notariat UNS Solo yang akrab disapa Moko ini  mengatakan bahwa PP ini mengandung ketentuan 3R yakni Right, Restriction and Responsibility. PP 18 tahun 2021 ini dibuat berdasarkan amanat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) untuk melakukan simplifikasi regulasi dan perizinan demi mendorong iklim investasi. Pemerintah akan memberikan kemudahan pada beberapa detail kebijakan Hak Pengelolaan, Satuan Rumah Susun, Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah namun tetap memberikan pengawasan dan evaluasi yang ketat.

Selain itu, arahan kebijakan dalam penguatan hak pengelolaan, hak atas tanah, sarsusun, pemberian hak pada ruang atas tanah dan ruang bawah tanah, termasuk percepatan pendaftaran tanah berbasis elektronik dimaksudkan pemerintah untuk mengatasi berbagai hambatan dan tantangan birokrasi dan regulasi yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan bisnis di Indonesia.

Diungkapkan Moko bahwa PP 18 2021 ini mengganti beberapa PP dan sejumlah pasal seperti PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah, PP Nomor 103 Tahun 2015 tentang Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia dan 2 pasal di PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Dr. KRT. MJ. Widijatmoko. SH. SpN

“Mengutip informasi dari Kementerian ATR/BPN, untuk diketahui, PP ini adalah ketentuan lebih lanjut dari pasal 136 – 142 tentang Penguatan Hak Pengelolaan, Pasal 143 – 145 tentang Satuan Rumah Susun, Pasal 146 tentang Hak Pengelolaan/Hak Atas Tanah pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah serta Pasal 147 dan Pasal 175 tentang Penggunaan Dokumen Elektronik.

Dalam konteks Hak Pengelolaan, diharapkan negara dapat berperan untuk mengatur lahan demi mengendalikan permasalahan keterbatasan tanah dan ruang. Tak hanya itu, negara dapat mengatur kepemilikan tanah dan kebermanfaatan tanah agar diatur sebagaimana mestinya, agar tanah tetap bermanfaat bagi negara sesuai fungsi,” ujar Moko.

Selain itu, lanjut Dosen Notariat UNS Solo ini, dalam PP 18 2021 juga mengatur mengenai siklus jangka waktu bagi Hak Atas Tanah (HAT). Satu siklus itu terdiri dari pemberian, perpanjangan dan pembaharuan hak. Kemudahan yang diberikan pemerintah yakni, pemerintah akan memberi perpanjangan HAT setelah tanahnya telah digunakan atau dimanfaatkan. Jika dulu misal masa HAT-nya 30 tahun dan dapat diperbarui, kalau sekarang tidak, tanah harus sudah dimanfaatkan.

Dalam PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah lanjut Widijatmoko menyatukan (omnibus law), mengharmoniskan, mensinkronkan, memperbarui, dan mencabut ketentuan yang sudah tidak relevan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia, serta beberapa pengaturan mengenai penguatan Hak Pengelolaan juga akan memperbarui ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara.

Kebijakan baru dalam PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah mengatur tanah yang berada melayang di atas tanah dan atau berada di bawah permukaan tanah seperti pemberian hak pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah.

Tujuannya adalah mengatasi masalah keterbatasan ketersediaan lahan bagi pembangunan perkotaan, efisiensi penggunaan lahan yang ada, serta pengembangan bangunan secara vertikal termasuk pengembangan infrastruktur di atas/bawah tanah, contohnya: mass rapid transit, fasilitas penyeberangan, dan pusat perbelanjaan bawah tanah.

Bicara soal hak pengelolaan lanjut Widijatmoko bahwa Hak Pengelolaan hapus karena pertama, dibatalkan haknya oleh Menteri karena cacat administrasi atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kedua, dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya.  Ketiga, dilepaskan untuk kepentingan umum. Dan keempat, dicabut berdasarkan Undang-Undang, diberikan hak milik, ditetapkan sebagai Tanah Telantar dan terakhir ditetapkan sebagai Tanah Musnah.

“Dalam hal Hak Pengelolaan dibatalkan karena cacat administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan dapat dinyatakan batal apabila dinyatakan dalam surat keputusan pembatalan Hak Pengelolaan,” terang Dosen Notariat UNS ini.

Lebih jauh Dosen Notariat UNS ini menegaskan bahwa dalam hal Hak pengelolaan dibatalkan karena pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2, Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan dapat dinyatakan batal sepanjang amar putusan mencantumkan batalnya Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan.

“Perlu diketahui bahwa UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini juga mengenalkan konsep baru yang sebelumnya belum diperkenalkan oleh UU pertanahan kita, yaitu hak di atas dan hak di bawah. Selama ini kita belum banyak memanfaatkan hak yang disebut dengan hak bawah tanah,”

Selama ini belum banyak hak di bawah tanah yang dimanfaatkan. Sebagai contoh, hak di bawah tanah dengan adanya MRT, dimana nantinya akan semakin banyak ruang bawah tanah dibangun fasilitas-fasilitas untuk kebutuhan kota, oleh karena itu UU Cipta Kerja ini mengatur tentang hak bawah tanah.  Kemudian, untuk hak di atas tanah juga diatur dalam UU Cipta Kerja. Sehingga menciptakan keadilan antara hak di bawah tanah dan di atas tanah. Untuk hak di atas tanah itu seperti rumah, apartemen, dan bangunan lainnya.

“Sebenarnya hak di atas tidak boleh diganggu, itu punya hak sesuai dengan tata ruang,” terang Widijatmoko.

“Kembali kesoal pembatalan hak atas tanah, karena cacat administrasi hanya dapat dilakukan sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat Hak Atas Tanah. Dalam hal jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terlampaui maka pembatalan dilakukan melalui mekanisme peradilan,” ujarnya.

Berlanjut ke soal materi hak milik atas satuan rumah susun (Sarususn). Hak milik atas sarusun menurut Widijatmoko dapat dilakukan pemecahan atau penggabungan dengan melampirkan perubahan akta pemisahan hak milik atas Satuan Rumah Susun yang sudah disetujui atau disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Dalam hal hak milik atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dibebani hak tanggungan, pemecahan atau penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan Pasal 68, PP NO 18/2021, terang Widijatmoko.

Terkait rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh Orang Asing diterangkan Widijatmoko merupakan rumah tapak di atas tanah hak pakai atau hak pakai di atas:hak milik, yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian hak pakai di atas hak milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Bisa juga dengan hak pengelolaan, berdasarkan perjanjian pemanfaatan Tanah dengan pemegang Hak Pengelolaan.Rumah susun yang dibangun di atas bidang Tanah: hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah Negara, hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan atau hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah hak milik.

Berlabjut ke Pasal 144 ayat 1 UU Cipta Kerja yang menurut Moko bertentangan dengan UUPA dimana pemerintah beranggapan, bahwa kepemilikan satuan rumah susun berbeda dengan aturan kepemilikan rumah tapak atau landed house. Oleh karenanya, UU Cipta Kerja mengizinkan WNA hanya memiliki hak ruang, bukan memiliki tanah.

Untuk diketahui, UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pasal 21 ayat 1 menyebutkan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik. Kemudian ayat 2 mencantumkan, orang asing yang sesudah berlakunya UU ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan.

Lain halnya, dengan WNI yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UU ini, maka yang kehilangan kewarganegaraan nya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Dan jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara,dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

“Meskipun ada peraturan yang memberikan kesempatan WNA untuk memiliki properti, tapi hanya hak ruang. Artinya, dengan kata lain ini mesti dipahami, bahwa orang asing tak bisa membeli rusun sekaligus tanah,” tegas Moko.

Karena ada syarat-syarat lain juga yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP), antara lain: syarat pertama adalah orang asing hanya bisa membeli apartemen yang dibangun di atas tanah hak guna bangunan (HGB).

Lain haknya Jika rumah apartemen itu hilang, maka kepemilikan tempat hunian orang asing itu pun akan hilang. Hal ini diatur dalam PP, apartemen yang diperuntukkan bagi rakyat yang berpendapatan menengah dan rendah, tidak boleh dibeli oleh orang asing.

Sementara satuan rumah susun yang dibangun diatas alas hak tanah tertentu akan mempunyai karakter yang sama dengan alas haknya. Hak kepemilikan tanah hanya berlaku untuk orang Indonesia, sedangkan hak menghuni dan menempati oleh WNA hanya dimungkinkan dengan cara hak sewa atau hak pakai atas rumah.

Dalam pasal 144 ayat 1 di beleid itu disebutkan bahwa hak milik atas satuan rumah susun (sarusun) dapat diberikan kepada WNA yang mempunyai izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Saya, Hak milik dimaksud, menjadi tidak jelas karena berbeda dengan Peraturan Menteri Agraria Tata Ruang – Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) No. 29/2016.

Sebab, di Peraturan Menteri Agraria itu disebutkan hak milik Sarusun hanya bisa dikantongi oleh WNI. WNI bisa menggenggam hak milik atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan.

Sedangkan untuk WNA, menurut peraturan tersebut, hanya dapat berupa hak pakai atas satuan rumah susun (hak pakai sarusun). Dengan begitu, penyebutan hak milik atas sarusun pada pasal 144 (1) di UU Cipta Kerja, perlu ada penegasan seperti apa yang dimaksud.

Artinya apa, WNA sudah diberi hak kepemilikan atas sarusun melalui Hak Pakai yang saat ini sudah bankable. Dan menurut Saya. Hak Pakai ini saja sudah cukup, karena jika hak milik WNA diperluas atas sarusun, tidak akan berdampak signifikan mendongkrak sektor properti Nasional. Jadi rasanya tidak perlu UU Cipta Kerja memberikan hak kepemilikan yang akhirnya malah kontraproduktif,

Memsuki pembahasan terakhir, Dosen Notariat UNS ini menyampaikan soal pendaftaran tanah yang menurut dia  rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengurnpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, rnengenai bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas Satuan Rumah Susun sert-a hak-hak tertentu yang membebaninya. (Pasal 1, angka 9)

“Penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran tanah dapat dilakukan secara elektronik. Selanjutnya, data dan informasi elektronik itu kemudian dapat menjadi alat bukti hukum yang sah.  Data dan informasi elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di lndonesia,” demikian bunyi ayat 4 Pasal 84 terangnya.

Akan halnya hasil penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran tanah secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data, informasi elektronik, dan atau dokumen elektronik. Aturan ini juga menegaskan, bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah wajib dilakukan baik secara sistematik ataupun secara sporadik, dalam rangka percepatan pendaftaran tanah.

“Dalam rangka percepatan pendaftaran tanah maka pelaksanaan Pendaftaran Tanah secara sistematik wajib diikuti oleh pemilik bidang tanah,” bunyi aturan tersebut.

Sementara, dalam hal pemilik bidang tanah tidak mengikuti pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik bidang tanah wajib mendaftarkan tanahnya secara sporadik. Adapun untuk proses pendaftaran tanah secara sistematik yaitu selama 14 hari kalender. Sementara untuk pendaftaran tanah secara sporadik selama 30 hari kalender. (Pram)

Releated Posts

Follow Us Social Media

ADVERTISMENT

Are You Ready to Explore the Renewed JupiterX with Advanced User Experience?

Trending Posts

Recent Posts

ADVERTISMENT