(JAKARTA – NOTARYNEWS) Inisiator Kelompok Notaris Pendengar, Pembaca, dan Pemikir (Kelompencapir), Dr. Dewi Tenty Septi Artiany, SH, MH, MKn mengatakan bahwa UMKM merupakan pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia. Disebutkan Dewi, mengutip data dari Bank Indonesia ada 87,5% UMKM terimbas dari badai Covid-19. Dari jumlah itu, 98,2% terdampak dari sisi penjualan. Hal ini tentu sangat disayangkan karena pada 2019, sebanyak 64 juta pelaku UMKM telah memberikan kontribusi sebesar 60% atau Rp 8,57 triliun bagi PDB negara.
Dr. Dewi Tenty Septi Artiany, SH, MH, MKn
“Sepanjang pandemi Covid-19 ini terdapat sekitar 37 juta UMKM yang mengalami gulung tikar. Dari 64,7 juta di tahun 2019 turun tajam menjadi 34 juta di tahun 2020. Akibatnya ada 7 juta pekerja informal UMKM yang kehilangan mata pencahariannya,” terang Dewi Tenty saat memberikan sambutan di Lagoon Gorden The Sultan Hotel, Jakarta pada seminar nasional yang mengangkat tema besar “Merek Kolektif Sebagai Solusi Bagi Koperasi dan UMKM untuk Meningkatkan Pertumbuhan Perekonomian Melalui Ekonomi Kreatif Pada Era Disrupsi’ (14/1)
Dewi Tenty menilai peran besar UMKM sangat besar dalam rangka menguatkan perekonomian Indonesia sekaligus mendongkrak kinerja ekonomi kreatif dimana salah satunya melalui pemanfaatan merek kolektif. Menurut Dewi Tenty, penggunaan merek kolektif menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas sekaligus meningkatkan pendapatan ekonomi negara sebagai bentuk kekayaan intelektual yang dapat dimanfaatkan untuk menjamin transaksi kredit pada perbankan. Dia berharap UMKM dapat mendorong peningkatan produktivitas dan juga harga karena diferensiasi layanan atau produk yang menciptakan insentif lebih lanjut dengan berinvestasi dalam kualitas dan reputasi.
Lebih jauh Dewi Tenty menegaskan melalui merek kolektif, kegiatan ekonomi dimungkinkan masyarakat untuk mempromosikan posisi pasarnya dan membangun reputasi melindungi diri dari adanya persaingan tidak sehat. Dengan begitu, merek kolektif dapat berperan besar dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian khususnya untuk koperasi dan UMKM.
Ahmad Zabadi, SH, MM (Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UMKM
Selanjutnya, Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM RI Ahmad Zabadi, SH, MM mengungkapkan bahwa jumlah UMKM di Indonesia jumlahnya sangat besar yakni lebih dari 64,7 juta dimana jumlah tersebut sebanyak 99,7 persen adalah pelaku usaha mikro. Artinya, keberadaan UMKM ini tentu sangat menentukan dan menjadi fundamental bagi perekonomian Indonesia. Dan tidak terbayangkan kalau UMKM berhenti begitu saja,
Ahmad Zabadi berharap koperasi diharapkan bisa sebagai fondasi yang mengamankan berekonomian kita dan seklaigus mengakselelerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan berbagai program percepatan lain. Untuk itu, tentu menjadi tugas kita bersama bahwa kalau ingin memperkuat fondasi ekonomi maka UMKM harus bisa lebih kukuh. Maka dari itu, proses transformasi dari pelaku UMKM dari jalur informal ke formal,harus terus didorong.agar bisa bertahan hidup dan berkesempatan membuka lapangan pekerjaan lebih luas lagi.
“Karena itu ide tema besar yang diangkat oleh “Kelompencapir” terkait merek kolektif’ sebagai ikhtiar bersama bagaimana keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki UMKM terutama di sektor informal dan kecil, dapat dibantu dengan naungan merek kolektif sehingga mereka dapat meningkatkan produktivitasnya dan pendapatannya,” imbuh Zabadi.
Ditegaskan Ahmad Zabadi, para pelaku UMKM yang produknya bergabung dalam merek kolektif akan diberikan banyak keistimewaan. Seperti tidak perlu lagi memikirkan izin, sertifikasi produk, promosi, dan pemasaran.
Disampaikan oleh Deputi Perkoperasian ini, bahwa merek kolektif ide dasarnya konsekuensi adalah dari sebuah merek yang menuntut berbagai sumber daya dukungan untuk memperkenalkan produk.
“Karena apapun produknya kalau tidak punya merek tanpa dukungan promosi tentu tidak akan banyak manfaat. Apalagi biaya promosi sangat mahal. Nah promosi ini juga berhubungan dengan proses sertifikasi yang harus dimiliki sebuah merek untuk dapat diterima sebuah pasar,” tegasnya.
“Saya ambil contoh, terkait produk pisang yang akan diekspor ke Eropa dan Jepang yang mensyaratkan sertifikasi terjadap produk itu sampai 20 sertifikat internasional. Nah tentu saja ini tidak memungkinkan dapat dipenuhi oleh UMKM kita secara mandiri,” terang Ahmad Zabadi.
Karena keterbatasan para pelaku UMKM ini menurut Ahmad Zabadi peran koperasi sangat dibutuhkan. Koperasi nantinya akan mengkonsolidasikan para UMKM untuk merangkum keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki mereka. Setelah itu, koperasi akan melakukan proses-proses sertifikasi yang dipersyaratkan.
Lantas lanjut Deputi Perkoperasian ini Koperasi secara bersamaan diharapkan bisa berperan sebagai aggregator. Di mana peran koperasi ini memastikan setiap proses produksi atau hasil panen,hasil produksi dari UMKM bisa memenuhi standar, quality control yang juga bisa dilakukani. Jadi sejak awal sudah ada proses-proses pendampingan oleh koperasi. Karena koperasi lah yang memilki merek tadi.(Pramono)