(Tangerang – Notarynews) Perancis telah menjadikan perang melawan pencucian uang, terorisme dan pendanaannya sebagai salah satu prioritas utamanya dan telah memperoleh hasil yang sangat baik. Otoritas penuntutan, investigasi dan intelijen berkolaborasi secara efektif dan terstruktur, termasuk peranan Notaris di dalamnya.
Perancis juga telah berupaya keras untuk melawan secara efektif dan terkoordinasi melawan risiko terorisme dan pendanaannya, sehingga menghasilkan tingkat hukuman sebesar 93% untuk penuntutan pendanaan teroris.
Berkaca dari pengalaman tersebut diatas Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengangkat tema besar “Peran Notaris Dalam Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme” bekerjasama dengan Dewan Tinggi Notaris Perancis (The French Superior Council of Notaries) yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Banten, Rabu, 6 Juni 2024 lalu.
Acara diawali dengan pengantar materi FGD oleh Ketua Panitia Pelaksana FGD, Dr. I Made Pria Dharsana. SH.,M.Hum dan dilanjutkan oleh Dr. Anne Gunadi MW, SH.,S.Pn.,M.Kn, Dr. Sri Widyawati, SH.,Sp.N, Dr. Hj. Rianda Riviyusnita, SH.,M.Kn, dan pembahasan dilanjutkan utusan dari The French Superior Council of Notaries dan PP-INI bersana Tim Pakar PP-INI.
Ketua Panitia Pelaksana FGD, Dr. I Made Pria Dharsana, SH,M.Hum dalam keterangannya kepada Notarynews menegaskan bahwa FGD ini merupakan tindak lanjut dari seminar internasional yang dilaksanakan satu hari sebelumnya.
Pembahasan materi FGD lanjut Made Pria, tujuannya adalah saling berbagi pengalaman dalam rangka penguatan peran Notaris Indonesia dan Perancis berkenaan pencegahan Money Laundering dan tindak pidana pencucian uang. Perancis sebagai negara maju telah membuat peraturan dan pelaksanaan cara-cara pencegahan Money Laundering dan tindak pidana pendanaan terorisme. Oleh karena itu, Notaris Indonesia patut belajar dan berbagi pengalaman untuk menunjang pelaksanaan jabatan Notaris Indonesia.
“Fokus pembahasan kali ini mencakup pembahasan mengenai Prinsip Mengenali Penguna Jasa (PMPJ),” terang Made Pria.
Made Pria menilai besar sekali tanggung jawab Notaris karena sesuai dengan dinamika dunia kenotariatan yang ada ikut membantu proses jalannya investasi kebijakan ekonomi negara melalui pendirian korporasi dan atau PT PMA yang berkedudukan di Indonesia. Hanya saja, jangan sampai digunakan sebagai alat kamuflase bagi penjahat internasional yang ingin memanfaatkan dan menyembunyikan dengan mengkonversi harta mereka yang tidak halal tersebut kedalam komposisi saham PT PMA.
Untuk tercapainya investasi yang baik, memurut Made Pria maka diperlukan adanya system yang baik pula, tak hanya sektor penyuluhan terkait dugaan pemanfaatan pihak korporasi TPPU dan TPPT dan membahas mengenai prinsip kehati-hatian dan ketelitian didalamnya, tapi juga tindakan tegas bersama tidak hanya pemerintah namun juga melibatkan para pihak saat berkoordinasi negara-negara bersangkutan, dan lain-lain.
Selanjutnya, Prita Miranti Suyudi, SH, MKn selaku moderator ahli dalam wawancaranya dengan Notarynews menyampaikan bahwa hari itu dirinya merasa gembira mendapat suatu kehormatan untuk menjadi moderator untuk topik penerapan PMPJ.
Terkait pelaksanaan PMPJ, menurut Prita bagi Notaris di Indonesia dari hasil tersebut sudah sesuai dengan tujuan diselenggarakannya yaitu utamanya adalah untuk bertukar pikiran bertukar pengetahuan antara Notaris Prancis dan Indonesia tentang penerapan PMPJ bagi Notaris.
“Melalui FGD ini Indonesia banyak belajar tentang apa-apa yang sudah dilakukan oleh Prancis karena Notaris sebagai pihak pelapor di Orancis sudah lebih dulu sudah ditetapkan sejak tahun 2006 silam, sedangkan di indonesia baru di tahun 2015,” terang alumni Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (1997).
Notaris PPAT Kabupaten Badung, Bali yang tengah mengikuti studi ilmu hukum Program Doktoral Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini melihat ada banyak kesamaan dalam upaya untuk membantu pemerintah tapi karena mereka sudah mulai duluan jadi banyak hal yang bisa dipelajari dan mungkin bisa juga diadopsi dan gunakan di Indonesia.
“Sedikit disinggung sejak di awal-awal FGD mengenai digitalisasi di bidang kenotariatan di Prancis, dalam perkembangan di bidang ke notariatan dihampir semua negara yang menjadi anggota UINL itu tampaknya masih di dalam taraf yang sama. Artinya memang sudah ada beberapa digitalisasi seperti bisa menghadap dengan jarak jauh atau menggunakan tanda tangan digital faktor menggunakan harta yang bentuknya elektronik jadi tidak lagi di kertas itu memang sudah ada tapi masih sangat terbatas,” terang Prita.
“Bisa dibilang sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah dan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang mengingat kita ditetapkan sebagai pihak pelapor itu di tahun 2015 dan ini juga kan banyak sekali para pemangku kepentingan yang membantu pemerintah untuk mencapainya, di mana selanjutnya Indonesia bisa menjadi anggota FATF,” imbuh Prita.
Diakhir wawancaranya, Prita mengungkap -kan bahwa rekomendasi dari pertemuan ini akan menjadikan suatu kajian kajian tertulis yang selanjutnya bisa menjadi masukan baik untuk Notaris di Indonesia maupun pemerintah Indonesia serta Notaris dunia lainnya.
Catatan penting dari Prita Miranti Suyudi adalah bahwa pelaporan yang Notaris sampaikan utu dijamin kerahasiaannya dan identitas pelapor dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Jadi dengan menerapkan PMPJ, lanjutnya, Notaris telah melindungi dirinya sekaligus mendukung program pemerintah agar Indonesia masuk dalam keanggotaan FATF (Financial Action Task Force), sehingga Indonesia bebas dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
“Kalau di Prancis ada sanksi yang diterapkan mulai dari denda hingga sanksi lainnya Saya rasa sama seperti yang diterapkan di indonesia, hanya di dilihat dulu kesalahan-kesalahan dan keliruan atau kelalaiannya itu. Prinsipnya, Notaris itu punya kewajiban melaporkan bukan menolak atau harus tidak menerima melaporkan,” terang Prita.
“Pastinya kalau dalam profile memenuhi karakteristik tertentu untuk dilaporkan sebagai transaksi keuangan yang mencurigakan maka wajib dilaporkan, tapi kalau tidak tidak ada inidikasinya yaa kewajiban untuk dilaporkan yaa tidak perlu,” tegas Prita.
Untuk itu lanjut Prita, FGD PMPJ kali ini menjadi penting untuk saling berbagi pengalaman dalam rangka penguatan peran Notaris Indonesia dan Perancis berkenaan pencegahan Money Laundering dan tindak pidana pencucian uang. Perancis sebagai negara maju tentu saja telah membuat peraturan dan pelaksanaan cara-cara pencegahan money laundering dan tindak pidana pendanaan terorisme. Oleh karena itu Notaris Indonesia patut belajar dan berbagi pengalaman untuk menunjang pelaksanaan jabatan Notaris Indonesia.
“Pencegahan Money Laundering dan tindak pidana pendanaan terorisme adalah gerakan yang harus dilakukan oleh seluruh negara dalam rangka upaya membersihkan semua aspek pembangunannya, bersih dari pencucian uang yang diperoleh dari kejahatan, penjualan narkotika dan bisnis hitam lainnya. Begitu juga Indonesia dan Perancis sangat konsen menarik penanaman modal untuk menunjang pembangunan ekonomi masing-masing negara. intinya, upaya pencegahan Money Laundering dan tindak pidana pendanaan terorisme tidak dapat dilakukan dengan cara-cara parsial dan tertutup akan tetapi mesti dilakukan secara simultan, terus menerus, konsisten dan kerjasama antar negara. Notaris Indonesia dan Notaris Perancis sejak awal dilibatkan dan diwajibkan untuk memberikan laporan PMPJ atas Beneficial Owner (pemilik manfaat) semua transaksi yang patut “diduga” dan mencurigakan kepada PPATK,” ujar Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia yang membidangi Hubungan Luar Negeri ini. (Pramono)
No comment yet, add your voice below!