PPAT memiliki hak didampingi oleh organisasi profesinya (IPPAT) saat diperiksa, terutama jika ada dugaan tindak pidana berkaitan dengan akta yang dibuatnya.
(Surakarta – Notarynews) Ketika Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menghadapi masalah pidana tentunya membutuhkan pemahaman yang baik tentang hak-hak dan kewajiban, serta langkah-langkah hukum yang perlu diambil. Maka, rasanya penting untuk memahami jenis masalah pidana yang dihadapi, apakah PPAT dihadirkan sebagai saksi, tersangka, atau terdakwa, serta mempelajari kronologi dan unsur-unsur pasal yang terkait. Selanjutnya, konsultasi masalah tersebut dengan organisasi, dan jika dirasa kasusnya agar berat maka perlu melibatkan ahli hukum dan mempersiapkan pembelaan yang kuat adalah kunci dalam penyelesaian masalah yang dihadapi PPAT.
Menghadapi panggilan penegak hukum, baik itu dari kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan, terkadang bisa membuat seseorang akan mengalami keteganggan, sekalipun yang dipanggil para praktisi hukum seperti Notaris PPAT misalnya tetap saja hal tersebut akan mengalami keteganggan, terlebih-lebih tidak memahami masalahnya. Namun, dengan persiapan dan pemahaman yang baik, pasti segala permasalahan akan bisa terlewati dengan aman dan nyaman.

Demikian disampaikan oleh Dr I Made Pria Dharsana, SH, M.Hum selaku Dosen Notariat Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat dan Universitas Warmadewa, Bali pada acara Webinar pada Kamis, (17/7) yang diselenggarakan oleh Pengurus Daerah Kota Surakarta, Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Pengda Kota Surakarta IPPAT) yang mengangkat tema besar “Tips and Triks Surat Panggilan Dari Aparat Penegak Hukum Bagi PPAT”.
Hadir pada acara ini Ketua Pengda Kota Surakarta IPPAT Dr Ricco Yubaidi, SH, MKn. Acara Webinar yang diselenggarakan oleh Pengda Kota Surakarta IPPAT kali ini diikuti oleh 256 peserta dari beberapa daerah. Acara ini dipandu oleh moderator Carrisa Amelia Haryono, SH, MKn dan Widya Hapsari, SH, MKn selaku pembawa acara.

Sebelum masuk kepada ranah hukum maka menurut pembicara tunggal pada Webinar kali ini, menekankan kepada para penegak hukum untuk memahami bahwa tugas MP3 (Majelis Pembina dan Pengawas Pejabat Pembuat Akta Tanah). Dalam hal ini, menurut Made Pria peran krusial MP3 PPAT dalam menjaga integritas dan profesionalisme PPAT penting diperhatikan aparat penegak hukum guna memastikan kepatuhan PPAT terhadap hukum. Pemahaman ini sangat krusial agar penegak hukum dalam menjalankan tugasnya berjalan efektif, terutama dalam menangani kasus yang melibatkan PPAT.
Selain itu, lanjut Made Pria, peran MP3 PPAT juga untuk memastikan pelaksanaan tugas PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menjaga kualitas layanan PPAT, dan mencegah terjadinya penyimpangan dalam pembuatan akta tanah. MP3 juga berperan dalam pembinaan dan pengawasan PPAT, serta menjadi jembatan kepentingan antara PPAT dan Kantor Pertanahan”.

Dengan adanya MP3 PPAT, diharapkan pengawasan dan pembinaan terhadap PPAT dapat berjalan efektif, sehingga tercipta sistem pertanahan yang tertib, adil, dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat. Harus diakui, lanjut Made Pria, secara implisit dalam Permen ATR BPN Nomor 2 Tahun 2018 memang tidak atur soaln “ijin” pemeriksaan terhadap PPAT oleh aparat penegak hukum baik pengadilan maupun kepolisian, permen dimaksud mengatur soal pembinaan dan pengawasan PPAT oleh MP3 PPAT.
Diinformasikan Notaris PPAT Kabupaten Badung ini, lembaga ini dibentuk untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT, baik di tingkat pusat, wilayah, maupun daerah, sesuai Permen ATR/BPN No. 2 Tahun 2018. Jadi mesti dipahami bersama bahwa untuk pemeriksaan PPAT oleh pihak kepolisian terkait dengan akta yang dibuat di hadapannya memang memerlukan izin dari MP3 PPAT terkait dugaan pelanggaran.
Untuk itu, Dosen Notariat Universitas Indonesia ini menegaskan agar para penegak hukum tidak salah menafsirkan bahwa MP3 menghalang-halangi proses pemeriksaan. Ditegaskan Made Pria, penyidik kepolisian harus memahami bahwa pemeriksaan terhadap PPAT memerlukan izin dari Majelis Pengawas PPAT (MP3) according to several legal journals.
“Tanpa izin tersebut, pemeriksaan terhadap PPAT dianggap tidak sah, sepanjang PPAT sudah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Made Pria.
Menurut Dosen Notariat Universitas Warmadewa, Bali ini, permohonan ijin pemeriksaan oleh aparat penegak hukum dimaksud untuk menjaga independensi dan integritas PPAT, serta melindungi kepentingan masyarakat dalam bidang pertanahan.
Lebih lanjut Made Pria menegaskan bahwa PaaaPAT dapat diperiksa sebagai saksi dalam proses peradilan, terutama jika berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Pemanggilan PPAT sebagai saksi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Meskipun demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait pemeriksaan PPAT sebagai saksi, termasuk hak-hak PPAT dan prosedur pemanggilan serta pemeriksaannya.
“PPAT memiliki hak didampingi oleh organisasi profesinya (IPPAT) saat diperiksa, terutama jika ada dugaan tindak pidana berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Adapun kewajiban PPAT adalah memberikan keterangan yang jujur dan benar sesuai dengan pengetahuannya tentang akta yang dibuat. PPAT bisa saja berhalangan hadir dalam pemeriksaan, namun alasan ketidakhadirannya harus jelas dan dapat diterima according to a legal document,” imbuh Made Pria saat momentum tanya jawab sebelum akhir acara. (Pramono)