Kedudukan Tanah Laba Pura dalam Sistem Hukum Pertanahan di Indonesia

Kedudukan Tanah Laba Pura dalam Sistem Hukum Pertanahan di Indonesia.

oleh :

Dr. KRA. MJ. Widijatmoko SH Sp.N

Dosen Universitas Djuanda Bogor.

Tanah Laba Pura adalah salah satu bentuk tanah adat yang memiliki kedudukan unik dan penting dalam sistem hukum pertanahan di Indonesia, khususnya di Bali. Secara harfiah, “laba” berarti keuntungan atau hasil, dan “pura” merujuk pada tempat ibadah umat Hindu. Dengan demikian, Tanah Laba Pura adalah tanah yang hasilnya diperuntukkan bagi kebutuhan dan operasional pura, termasuk untuk upacara keagamaan, pemeliharaan bangunan pura, dan pembiayaan kegiatan keagamaan lainnya.

Pengakuan dalam Sistem Hukum Nasional

Meskipun Indonesia menganut sistem hukum agraria nasional yang berpijak pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, keberadaan Tanah Laba Pura tetap diakui dan dilindungi. UUPA sendiri mengakui adanya hak ulayat dan hak-hak serupa masyarakat hukum adat. Tanah Laba Pura, sebagai bagian integral dari sistem tanah adat, secara implisit berada di bawah payung pengakuan ini.

Pengakuan ini diperkuat oleh berbagai peraturan perundang-undangan lain yang lebih spesifik, seperti peraturan daerah di Bali, yang secara tegas mengakui dan melindungi keberadaan tanah adat, termasuk Tanah Laba Pura. Ini menunjukkan bahwa negara menghormati dan melindungi keberagaman bentuk kepemilikan dan pengelolaan tanah yang bersumber dari hukum adat.

Pengelolaan Berdasarkan Hukum Adat.

Pengelolaan Tanah Laba Pura sebagian besar diatur oleh hukum adat yang berlaku di masing-masing desa adat (desa pakraman) di Bali. Hukum adat ini mencakup berbagai aspek, mulai dari penentuan siapa yang berhak menggarap tanah, bagaimana hasil panen atau pemanfaatan tanah dibagi, hingga kewajiban penggarap terhadap pura. Aturan-aturan ini sangat bervariasi antara satu desa adat dengan desa adat lainnya, mencerminkan kearifan lokal dan kekhasan budaya masing-masing komunitas.

Meskipun demikian, pengelolaan ini harus tetap selaras dengan prinsip-prinsip hukum nasional. Misalnya, jika terjadi sengketa, penyelesaiannya bisa melibatkan lembaga adat maupun lembaga peradilan umum, tergantung pada kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.

Perbedaan dengan Tanah Ulayat

Penting untuk memahami perbedaan antara Tanah Laba Pura dengan tanah ulayat.

Meskipun keduanya merupakan bagian dari tanah adat, ada nuansa yang membedakan :

 1. Tanah Adat (Konsep Luas): Ini adalah kategori umum yang mencakup semua tanah yang kepemilikan dan pengelolaannya diatur oleh hukum adat.

 2. Tanah Ulayat: Merupakan hak komunal suatu masyarakat adat atas tanah di wilayahnya. Tanah ulayat umumnya dimiliki bersama oleh seluruh anggota komunitas adat dan menjadi sumber penghidupan serta identitas komunal.

 3. Tanah Laba Pura: Merupakan subset dari tanah adat yang memiliki peruntukan spesifik, yaitu untuk kepentingan pura. Meskipun bisa saja merupakan bagian dari tanah ulayat, fungsinya lebih terfokus dan hasilnya secara khusus dialokasikan untuk kegiatan keagamaan dan pemeliharaan pura. Kepemilikannya bisa juga dikategorikan sebagai kepemilikan lembaga adat (pura/desa adat) atas nama pura.

Tantangan dan Prospek

Kedudukan Tanah Laba Pura dalam sistem hukum pertanahan Indonesia tidak lepas dari tantangan. Modernisasi, investasi, dan perubahan fungsi lahan dapat menimbulkan tekanan terhadap keberadaan dan kelestarian tanah ini. Namun, dengan pengakuan hukum yang kuat dan komitmen masyarakat adat untuk melestarikannya, Tanah Laba Pura diharapkan akan terus menjadi pilar penting dalam menjaga keberlangsungan tradisi, budaya, dan spiritualitas masyarakat Hindu di Bali.

Penguatan regulasi yang lebih spesifik, serta edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya menjaga keberadaan Tanah Laba Pura, menjadi kunci untuk memastikan kedudukannya tetap kokoh di masa depan.

mjw – jkt 10062025

Releated Posts

Follow Us Social Media

ADVERTISMENT

Are You Ready to Explore the Renewed JupiterX with Advanced User Experience?

Trending Posts

Recent Posts

ADVERTISMENT