(Bandung – Notarynews) Permasalahan Notaris di wilayah Jawa Barat sangat kompleks dan bervariasi, mulai dari pelanggaran jabatan, dugaan pelanggaran kode etik dan profesionalisme serta isu-isu hilangnya Notaris yang tak jelas rimbanya. Tahun 2025, Kantor wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat mencatat telah menangani 14 laporan dugaan pelanggaran kode etik dan 65 yang masuk pemeriksan dari aparat penegak hukum dan hilangnya 53 Notaris yang tak jelas rimbanya.
Selain itu, dilaporkan ada 95 Notaris dinyatakan meninggal dunia, mengundurkan diri dan pindah wilayah yang belum melaksanakan penyerahan protokolnya. Permasalahan tersebut belum lagi ditambah sejumlah permasalahan yang masuk tanpa melalui MPD dan MPW serta yang masuk ke Majelis Kehormatan Notaris (MKN wilayah), dimana ada 55 permohonan yang telah diselesaikan dan 10 permohonan diantara nya masih dalam proses.
Demikian disampaikan Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat, Hermawati Br. Pandia, pada saat memberikan laporannya sebagai Ketua Penyelenggara pada acara “Pelantikan dan Pembekalan Notaris Jawa Barat Tahun 2025” Harris Hotel & Conventions Festival Citylink, Kota.Bandung dihadapan 526 Notaris yang baru dilantik dan diambil sumpahnya oleh Kakanwil Kemenkumham Jawa Barat Asep Sutandar.
Ungkapan “Notaris menghilang tak tentu rimbanya” sebagaimana disampaikan Kadiv Yankum Kemenkumham bisa diartikan bahwa Notaris itu tidak diketahui keberadaannya atau tidak pernah melapor keberadaannya kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPD Notaris) sebagaimana amanah Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Menangapi berbagai permasalahan yang disampaikan oleh Kadiv Yankum Kemenkumham Jabar tersebut diatas, Ketua Umum PP INI, Dr H. Irfan Ardiansyah, SH, LLm, SpN menegaskan bahwa inilah pentingnya pengawasan oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan Majelis Pengawas Wilayah (MPW) sangat penting dilakukan untuk menjaga integritas dan profesionalisme Notaris sebagai pejabat publik yang melayani masyarakat dalam urusan hukum. Pengawasan oleh MPD dan MPW kepada Notaris dimaksudkan agar Notaris menjalankan tugas sesuai peraturan perundang-undangan, etika dan standar profesionalitas serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap jabatan Notaris.
Menurut Irfan terkait dengan Notaris yang tak tentu rimbanya tersebut sebenarnya sudah terjadi bukan hanya ada saat ini saja melainkan sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Ditegaskan Irfan bahwa pengawasan oleh MPD dan MPW adalah kunci menjaga kualitas layanan hukum yang diberikan oleh Notaris dan memastikan kepercayaan masyarakat terhadap Jabatan Notaris.
“Untuk mencegah terjadinya keraguan terhadap profesionalitas Notaris sebagai pejabat umum, beberapa upaya dapat dilakukan semisal dengan kolaborasi pengawasan antara MPD dan MPW dengan Pengurus Daerah dan juga pengurus wilayah serta Kanwil Kemenkumham Jawa Barat untuk bersama-sama melakukan pengawasan agar bisa lebih efektif lagi dengan harapan masyarakat dapat merasa lebih aman dan yakin dalam mengunakan jasa Notaris,” tegas Irfan.
“Jika seorang Notaris lari dari tanggungjawabnya dan melanggar sumpah jabatannya berarti dia tidak memiliki kompetensi yang cukup menjalan tugas dan wewenangnya yang menjadi tanggung jawabnya, maka profesionalitasnya mungkin 30 persen juga mesti dipertanyakan,” ujar Irfan.
Lebih jauh Ketua Umum PP INI, menegaskan bahwa Notaris yang tidak profesional ektrimnya yaa dapat dipecat atau diberhentikan. Melalui mekanisme yang diatur dalam UUJN dan Kode etik Ikatan Notaris Indonesia. Sanksi yang dapat dijatuhkan meliputi teguran, pemberhentian sementara, sampai pada pemberhentian tidak hormat yang berakibat Notaris tidak lagi dapat menjalankan profesinya.
Ketua umum PP INI mengingatkan kepada anggotanya agar jangan bekerja di wilayah abu-abu. Dengan demikian pernyataan “Notaris jangan di wilayah abu-abu menekankan pentingnya Notaris untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan wilayah jabatannya yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan dan tidak boleh bekerja di luar kewenangannya.

Selanjutnya, dalam kesempatan yang sama Ketua Pengurus Wilayah Jawa Barat Ikatan Notaris Indonesia (Pengwil Jabar INI) Dr. H. Dhoddy A.R. Widjajaatmadja, SH, SpN membuahkan bahwa Notaris memiliki beberapa tanggung jawab utama. Secara umum tanggungjawabnya dapat dibagi menjadi tanggung jawab perdata, tanggung jawab pidana, tanggung jawab adminstratif dan tanggung jawab etik.
Dengan begitu lanjut Dhoddy Notaris memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam pembuatan akta otentik. Intinya, Notaris tidak boleh melakukan tugas di luar wilayah jabatannya dan perlu berhati-hati menghindari zona wilayah abu-abu hukum yang justru dapat membahayakan legitimasi akta dan integritas profesinya.
“Jika Notaris terlihat terlibat dalam praktik ilegal atau abu-abu, maka hal tersebut dapat merusak kepercayaan publik terhadap profesi Notaris. Ya itu tadi, sebagaimana disampaikan Ketua Umum bisa kalau merupakan pelanggaran berat tentu saja diusulkan oleh Majelis Pengawas untuk diberhentikan.

Untuk itu, ditegaskan Dhoddy agar rekan-rekan Notaris harus memahami betul kewenangan jabatannya. Para Notaris harus menghindari situasi yang dapat menimbulkan keraguan dan kecurigaan hukum dan tetap menjaga integritasnya.
Lalu Notaris juga bertanggungjawab secara perdata terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya. Jika akta yang dibuatnya ternyata mengandung kesalahan atau cacat hukum yang mengakibatkan kerugian bagi pihak yang terlibat, maka Notaris dapat dituntut secara perdata.
Selain itu, Notaris juga bertanggung jawab secara pidana jika dalam pembuatan akta ditemukan tindak pidana seperti pemalsuan atau pelanggaran hukum lainnya. Jika terbukti melakukan tindak pidana, Notaris dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Yang tak kalah penting adalah bahwa Notaris harus mematuhi kode etik profesi Notaris yang mengatur perilakunya dalam menjalankan tugas. Pelanggaran kode etik dapat mengakibatkan sanksi administratif atau bahkan pemecatan.
Selanjutnya, Ketua Majelis Pengawas Notaris Wilayah Jawa Barat, Martinev, SH yang juga Wakil Ketua Bidang Perlindungan Anggota mengingatkan kepada 526 Notaris yang baru dilantik agar mematuhi ketentuan Pasal 7 UU No. 2 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak pengambilan sumpah hari ini wajib: pertama, wajib menjalankan jabatannya dengan nyata. Kedua, menyampaikan berita acara sumpah atau janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah. Selanjutnya, ketiga menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan dan paraf, serta teraan cap atau stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang bertanggungjawab di bidang pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta Bupati/Walikota di tempat Notaris diangkat.
Terkait dengan berbagai permasalahan yang terjadi di Jawa Barat, Martinef mengusulkan agar Notaris yang bermasalah, terutama terkait dengan pelanggaran hukum tau kode etik, seharusnya dilarang membuat akta. Karena menurut Martinef pelanggaran berat yang dilakukan Notaris itu dapat merugikan masyarakat dan menganggu kredibilitas Notaris.
“Profesi Notaris sangat penting dalam menjaga kepastian hukum. Oleh karenanya Notaris harus menjaga kredibilitas dan integritasnya dalam menjalankan tugas dan fungsi tugasnya. (Pramono)