Skip to content

I Made Pria Dharsana: Awas Jangan Abai, Karena Notaris Rentan Digugat!

Dr. I Made Pria Dharsana, SH, M. Hum

(Jakarta – Notarynews) Notaris seharusnya senantiasa menjaga harkat dan martabatnya sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan kan tugas jabatannya, baik saat bekerja, maupun sedang berada di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.

Demikian disampaikan Dr. I Made Pria Dharsana, SH, M. Hum saat mengawali penyampaian materi pada webinar nasional yang mengangkat tema besar ” Protokol Notaris vs Potensi Notaris Di Kriminalisasi”. Acara yang diselenggarakan oleh Sharenot pada Senin, 18/11) pukul 15.00 sampai dengan pukul 18.00 wib dan dipandu oleh Ernawatie Yusuf, SH, MKn dan dihadiri oleh 450 an peserta.

Peserta webinar
Peserta webinar

Sebagai pejabat umum lanjut Made Pria, seorang Notaris harus mendudukan dirinya pada sebuah pilihan yang tidak bisa tidak atau sebuah keharusan yang harus ditaatinya dan tidak boleh dilanggar antara lain : pertama, Notaris dilarang atau jangan sampai salah dalam menjalankan tugas dan jabatannya. Kedua, Notaris, dilarang coba-coba melanggar hukum atau melakukan perbuatan tidak pantas dari segi etika jabatan dan moral masyarakat.

Peserta webinar
Peserta webinar

Artinya apa, lanjut Dosen Notariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Universitas Warmadewa ini? Sejauh ini masih saja ada rekan-rekan Notaris yang “dibawa” ke ranah hukum, pada hal dia sudah menjalankan jabatan sesuai dengan prosedural.

Dr. I Made Pria Dharsana, SH, M. Hum
Dr. I Made Pria Dharsana, SH, M. Hum

Dalam praktik terutama dalam perkara pidana, Notaris kerap kali berhadapan pada kenyataan bahwa penyidik sering mengabaikan adanya kewajiban Notaris untuk merahasiakan isi akta yang dibuatnya. Alasan penyidik yaitu karena dengan datang kepengadilan, belum tentu Notaris membuka rahasia Jabatan Notaris.

Menurut pendapat Made Pria, masih banyak penyidik yang tidak memahami makna dari kewajiban Notaris untuk merahasiakan isi akta sesuai dengan isi sumpah jabatan Notaris yang diatur dalam Pasal 4 UUJN.

“Pasal 4 dan Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN), sejatinya mewajibkan penyidik bisa memahami tugas dan fungsi Jabatan Notaris yang menjalan sebagian kewenangan negara dimana Notaris dituntut untuk menjaga kerahasiaan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah janji jabatan kecuali undang-undang menentukan lain,” tegas Made Pria.

Kewajiban menjaga rahasia Jabatan tersebut lanjut Notaris PPAT Kabupaten Badung Bali ini, menjadi sebuah kewajiban ingkar yang melekat pada tugas Jabatan Notaris. Seorang Notaris dianggap sebagai pejabat tempat di mana seseorang dapat memperoleh nasihat yang dapat diandalkan, dan segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya adalah benar, sebagai pembuat dokumen yang kuat dalam proses hukum.

Maka, lanjut Made Pria, hubungan yang terjalin antara Notaris dengan kliennya terjadi ketika klien datang ke Notaris meminta agar tindakan atau perbuatannya diformulasikan ke dalam akta otentik sesuai dengan kewenangannya. Kemudian, Notaris membuat akta tersebut sesuai permintaan atau kehendak kliennya. Adapun tujuan dibuatnya akta otentik semata-mata agar akta itu dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi perselisihan antar para pihak atau terdapat gugatan dari pihak lain. Hal ini karena akta otentik memiliki kekuatan pembuktian lahiriah, formil dan materil.

Untuk itu, lanjut Made Pria, Notaris wajib hukumnya  merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta dengan menggunakan hak ingkar atau hak undur diri sebagai saksi yang diberikan kepadanya, khusus dalam peradilan pidana pada ketentuan Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, menyatakan: Ayat (1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.

Sedangkan Ayat (2) nya menyebutkan  bahwa hakim menentukan sah tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut. Kewajiban untuk tidak bicara didasarkan pada sumpah rahasia jabatan, Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf f dan Pasal 54 UUJN yang mengesampingkan kewajiban umum untuk memberikan kesaksian. Ketentuan-ketentuan itu memberikan penegasan bahwa Notaris tidak dibolehkan untuk memberi kesaksian mengenai apa yang termuat dalam akta yang dibuatnya, baik yang merupakan partij akta maupun ambtelijke akta.

“Apabila dilihat secara konsep mengenai kewajiban ingkar yang ditegaskan baik dalam sumpah jabatan maupun Pasal 16 ayat (1) huruf f tidak dapat ditemukan secara jelas batasan dari kewajiban ingkar. Mengacu pada bunyi Pasal 16 ayat (1) huruf f hanya ditegaskan bahwa yang wajib dirahasiakan adalah “segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah janji atau jabatan”, terang Dosen Notariat Universitas Indonesia ini.

Ditegaskan Made Pria, bahwa kejelasan makna dari bunyi pasal ini seharusnya menjadi tolak ukur penting untuk mengetahui jangkauan hak ingkar Notaris yang dapat digunakan dalam persidangan.

“Pertanyaan yang muncul, entah karena apa Notaris mengalami masalah? Karena dia memang membuat kekeliruan, ketidaksengajaan atau mungkin tidak  bersalah sama sekali dan sudah menjalankan prosedurnya dalam membuat akta otentik sebagai yang menjadi tugas Notaris sebagai pejabat umum,” ujar Made Pria.

“Tapi memang dalam hal Notaris diduga melanggar ketentuan hukum perdata, yaitu jika perbuatannya dianggap merugikan maka Notaris tersebut dapat digugat  ke Pengadilan Negeri karena melanggar hukum,” terang Notaris PPAT Kabupaten Badung, Bali ini.

Namun sejatinya, menurut Made Pria, berdasarkan Pasal 322 ayat (1) KUHPidana, bahwa siapapun yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut undang-undang, diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya. dipercayakan kepadanya sebagaimana demikian.

Dosen Notariat Universitas Indonesia ini mengingatkan kepada penyidik kepolisian dan kejaksaan bahwa kejahatan orang yang mengaku sebagai Notaris (oknum) tidak dapat disandingkan dengan makna Notaris sebagai Pejabat Umum. Karena sesungguhnya, Jabatan Notaris menurut pendapat Dosen Notariat Universitas Indonesia ini sebagai praktisi, memang bisa beresiko juga, jika dalam pelaksanaan jabatannya rekan- rekan tidak taat kepada UUJN dan Permen, Peraturan Pemerintah, Kode Etik dan peraturan lainnya serta kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya dengan cara secara seksama dan tidak memihak.

“Saya berharap rekan-rekan bisa menjalankan jabatan dengah amanah dan bermartabat. Dan pastikan perbuatan atau tindakkan hukum yang dilakukan para pihak dilakukan di hadapan kita selaku Notaris, dengan itikad baik, bukan itikad buruk. Dan harus tegas, apabila mengetahui dan patut menduga adanya itikad tidak baik maka harus berani menolak membuat,” tegasnya.

Lebih lanjut Made Pria mengingatkan kepada rekan Notaris di seluruh Indonesia agar tidak mengalami kriminalisasi, untuk itu harus introspeksi dan perlu keberanian dan kekuatan mental jika dipanggil selaku Notaris.

“Jangan pernah abai dengan panggilan penyidik, jangan panik dan dibutuhkan keterbukaan kepada Pengda, Pengwil. Karena kita perlu soliditas, dan empati serta bantuan bukan hanya keprihatinan disaat rekan kita kesandung atau disandungkan masalah hukum,” ujarnya

Made Pria dalam closing statmentnya berharap Kepada Majelis Kehormatan Notaris Pusat, sebaiknya melakukan kajian mendalam, terhadap proses penyidikan yang melibatkan Notaris dengan melakukan perbaikan dan pembaharuan peraturan perundang- undangan yang berlaku, membuat standar yang jelas mengenai hal-hal yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan Notaris dalam memberikan jasa pelayanan hukum serta melakukan penemuan- penemuan hukum terkait praktek kenotariatan terkini. Selanjutnya disosialisasikan secara baik kepada seluruh Notaris di Indonesia, sehingga potensi permasalahan hukum yang melibatkan Notaris dapat dicegah.

“Potensi pertambahan jumlah Notaris bermasalah dengan hukum harus mampu diminimalisir dengan melakukan rangkaian program pembinaan terhadap Notaris di seluruh Indonesia setiap tahunnya juga perlu diperhatikan secara baik oleh Majelis Kehormatan Notaris Pusat,” imbuhnya mengakhiri paparannya. (Pramono)

Releated Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *