Skip to content

HGB Diatas HPL dan Penguasaan Tanah Oleh Orang Asing Melalui Perjanjian

(Notarynews – Bandung) Hak Pengelolaan (HPL) bukan merupakan hak atas tanah sebagaimana Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA).

HPL adalah sebagian dari tanah negara yang kewenangan pelaksanaan Hak Menguasai Negara (HMN) yang dilimpahkan kepada pemegang HPL. Apabila kita mencermati UUPA, dapat dipastikan bahwa “Hak Pengelolaan” bukanlah termasuk jenis-jenis hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 UUPA. Namun, banyak yang menafsrikan “Hak Pengelolaan” merupakan salah satu jenis hak yang disebutkan juga di dalam UUPA walaupun tidak ditegaskan secara eksplisit.

Made Pria Dharsana saat mengawali paparannya yang didampingi oleh Ketua Pengda Kota Bandung INI, Nina Migiandany, SH dan Ketua Panitia Bhuana Nurinsani, SH dan Sekretaris Elsye Javanka, SH
Made Pria Dharsana saat mengawali paparannya didampingi oleh Ketua Pengda Kota Bandung INI, Nina Migiandany, SH dan Ketua Panitia Bhuana Nurinsani, SH dan Sekretaris Elsye Javanka, SH

Demikian disampaikan Dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa (Unwar) Bali, Dr. I Made Pria Dharsana, SH, M.Hum saat memberikan materi diskusi hukum yang mengangkat tema besar. tentang “HGB Diatas HPL dan Penguasaan Tanah Oleh Orang Asing Melalui Perjanjian” yang diselengarakan oleh Pengurus Daerah Kota Bandung Ikatan Notaris Indonesia bersama Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Pengda Kota Bandung INI – IPPAT) pada Rabu, (29/3) di Ruang Sekretariat Pengwil Jabar INI, Suropati Core, Kota Bandung.

I Made Pria Dharsana
I Made Pria Dharsana

Sebagai contoh, lanjut Notaris PPAT Kabupaten Badung, Bali ini bahwa Hak Pengelolaan (HPL) yang dimiliki oleh BUMN diberikan kepada pihak ketiga (swasta) dengan menerbitkannya Hak Guna bangunan (HGB) diatas Hak Pengelolaan (HPL) milik BUMN; Memanfaatkan atau menggunakan tanah HPL tersebut dengan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga (swasta). Namun, pihak ketiga (swasta) yang diajak kerjasama tidak harus dilekati hak atas tanah seperti HGB diatasnya.

Dikatakan Made Pria, jika merujuk pada Pasal 21 PP 40 tahun 1996, maka salah satu hak atas tanah yang dapat diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) adalah Hak Pengelolaan (HPL). Artinya, tanah-tanah dengan status HPL yang dimiliki oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN atau BUMD diatasnya dapat diberikan Hak Guna Bangunan (HGB).

70 an peserta menghadiri diskusi hukum yang diselenggarakan oleh Pengda Kota Bandung INI IPPAT
70 an peserta menghadiri diskusi hukum yang diselenggarakan oleh Pengda Kota Bandung INI IPPAT

“Pemberian HGB diatas HPL dapat dilakukan mengingat salah satu wewenang dari pemegang HPL adalah bekerja sama dengan pihak ketiga (swasta) untuk memanfaatkan atau menggunakan tanah yang dilekati HPL tersebut dengan tujuan menghasilkan suatu keuntungan yang dapat dikembalikan kepada negara. Oleh karena itu, diatas tanah HPL dapat diberikan HGB,” terang Made Pria.

Namun yang perlu dipahami lanjut Dosen Notariat FH UI ini adalah pemberian HGB diatas HPL berbeda dengan pemberian HGB diatas hak milik. Artinya, apabila pemberian HGB diatas hak milik dapat dilakukan dengan “perjanjian pelepasan hak” yang dilakukan melalui transaksi jual beli, sehingga hak milik tersebut dapat hapus atau hilang.

Sedangkan, pemberian HGB diatas HPL tidak dapat dilakukan dengan menggunakan perjanjian pelepasan hak, akan tetapi hanya dapat dilakukan menggunakan “Perjanjian Penggunaan Tanah”. Artinya, hak atas tanah tersebut tetap berada di negara dan sebagian wewenangnya dilimpahkan kepada pemegang HPL. Sedangkan Pemegang HGB hanyalah pihak yang diberikan wewenang untuk memanfaatkan tanah milik pemengang HPL tersebut.

Dengan kata lain, yang juga Dosen Notariat di Warmadewa Bali ini bahwa pemegang HGB hanya penyewa tanah yang dipegang oleh pemegang HPL. Namun, dalam melakukan penyewaan terhadap tanah HPL diberikan HGB. Oleh karena itu, dibeberapa ketentuan yang diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b.2 PP No. 40 Tahun 1996 disebutkan salah satu alasan dihapusnya HGB adalah tidak memenuhi syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam Perjanjian Penggunaan Tanah Hak Pengelolaan.

Adapun dasar hukum kewajiban pembuatan “Perjanjian Penggunaan Tanah” antara pemegang HPL dan pemegang HGB adalah diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Permen Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Srlanjutnya dijelaskan Made Pria bahwa didalam Pasal 4 ayat (2) : “Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan. Pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari Pemegang Hak Pengelolaan.”

Dengan demikian, apabila terdapat HGB diatas tanah berstatus HPL, maka hak atas tanah HPL pada dasarnya tidak beralih kepada pemegang HGB. Akan tetapi yang beralih “hak untuk memanfaatkan tanah tersebut” dikarenakan dasar peralihan HPL menjadi HGB bukanlah “perjanjian pelepasan hak”, akan tetapi “perjanjian penggunaan tanah.”

Selanjutnya, dalam melakukan perjanjian penggunaan tanah, pemegang HPL memiliki hak (diskresi) untuk menentukan tarif penggunaan tanah kepada pihak swasta yang menginginkan suatu HGB diatas HPL.

Dan tarif penggunaan tanah tersebut lahir dan bersumber dari “perikatan” dan bukan bersumber dari “undang-undang”, sehingga penentuan tarif didasarkan pada kesepakatan 2 (dua) pihak antara pemegang HPL dan pihak swasta calon pemegang HGB diatas HPL.

WNA Bisa Membeli Properti Dengan Sertifikat Hak Pakai

Lebih jauh Made Pria menjelaskan terkait dengan Warga Negara Asing (WNA) yang ingin membeli propeti di Indonesia, pemerintah hanya mengizinkan mereka membeli properti dengan Sertifikat Hak Pakai. Sertifikat ini dapat diperpanjang selama 30 tahun, kemudian diperpanjang lagi menjadi 20 tahun dan diperbarui lagi selama 30 tahun. Jadi total seorang WNA bisa tinggal di properti yang ia beli bisa mencapai 80 tahun. Tidak hanya itu, properti yang dibeli oleh WNA juga dapat diwariskan.

“Hanya saja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa Warga Negara Asing yang diperbolehkan untuk membeli properti di Indonesia harus memiliki izin tinggal dan menetap di Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Ham,” terang Made Pria.

Foto bersama usai acara
Foto bersama usai acara

“Surat izin tinggal ini, biasa juga disebut sebagai KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas), untuk mendapatkan Kitas ini seorang WNA harus bekerja terlebih dahulu di Indonesia dan kartu ini wajib diperpanjang selama 2 tahun sekali. Dari aturan ini dapat juga dipahami bahwa WNA yang ingin membeli properti harus bekerja terlebih dahulu di Indonesia, jadi motivasi mereka untuk membeli properti bukan untuk di investasikan namun untuk ditinggali,” ujarnya.

“Dan lagi tidak semua jenis properti dapat dibeli oleh WNA, yang diperbolehkan hanya rumah tapak dan apartemen. Atuan ini dapat terlihat jelas dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 103 pasal 1 ayat 2 dan 3. Adapun rumah mewah yang bisa dibeli harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Satu rumah perbidang tanah per orang (keluarga) dengan luasan tanahnya paling luas 2.000 meter persegi,” imbuh Made Pria.

Foto bersama usai acara
Foto bersama usai acara

Tapi, lanjut Made Pria pemerintah memberikan batasan harga bagi WNA yang ingin membeli hunian di Indonesia, dengan standarisasi harga di atas Rp 5 miliar. Hal ini memang sengaja dilakukan guna mencegah warga asing untuk membeli rumah dengan harga murah, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah dapat terlindungi,” terang Made.

Notaris PPAT Kabupaten Badung Bali ini diakhir paparannya menegaskan bahwa syarat terakhir bagi WNA yang ingin membeli properti di Indonesia adalah menikah dengan orang Indonesia, dengan begitu setiap warga negara asing bisa berkesempatan untuk menjadi Warga Negara Indonesia. Selain itu, setiap WNA juga wajib mencantumkan properti yang dibeli tersebut ke dalam Surat Perjanjian Pranikah, karena properti yang dibeli oleh warga asing akan menjadi harta bersama dengan pasangan. (PraM)

Releated Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *