Peringati HUT Ke 38, FH Unwar Gelar Kuliah Umum dan Bedah Buku

(Denpasar, Bali – Notarynews) Fakultas Hukum Universitas Warmadewa (FH Unwar) Bali bekerjasama dengan FH Universitas Brawijaya Malang menggelar acara “Kuliah Umum dan Bedah Buku” di ruang Singga Mandapa Lantai 4 FH Unwar, pada Jumat (23/12/2022).

Dihadirkan sebagai pembicara pada kuliah umum kali ini, Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, SH, MS yang mengangkat tema “Instrumen Hukum Lingkungan Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan”. Sedangkan, Dr. I. Made Pria Dharsana, SH. M. Hum dalam bedah bukunya mengusung judul “Problematika Hukum Dalam Praktek Jabatan Notaris”. Sebanyak 150 orang mengikuti acara ini secara aktif dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang mengelitik seputar pelaksanaan jabatan Notaris.

Dekan FH Unwar saat memberikan keterangan awak media
Dekan FH Unwar saat memberikan keterangan awak media

Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Bali, Prof. Dr. I Nyoman Putu Budiartha, SH.,MH., mengungkapkan bahwa acara ini merupakan serangkaian acara menyambut HUT ke-38 FH Unwar yang puncaknya akan dirayakan pada 27 Desember 2022 mendatang.

“Terkait dengan tema ini juga kami angkat ini berkenaan dengan visi misi Universitas dan fakultas termasuk visi misi prodi yang menginginkan meraih predikat unggul disatu sisi, berdaya saing global dan berwawasan ekowisata,” terang Dekan FH Unwar.

Menurut Dekan FH Unwar, lingkup penetapan visi ekowisata yang sering di dengung -dengungkan Unwar diharapkan bisa menular. Dalam arti setiap aktivitas Tri Darma perguruan tinggi selalu bersentuhan dengan ekowisata seperti hal tema yang kami ambil pada acara ini.

Prof Nyoman Putu Budiartha menggaris bawahi bahwa instrumen hukum lingkungan dalam pembangunan pariwisata tidak bisa dilepaskan dari pariwisata itu sendiriyang dipengaruhi atau berdampak secara timbal balik sesuai dengan apa yang diungkapkan organiasasi dunia di bidang pariwisata yang ada di PBB.

Diungkapkan Prof Nyoman Putu Budiartha bahwa ada tiga kunci konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development), yakni ; ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.

Tiga aspek tersebut lanjut Putu Budiartha tentunya harus berimbang dan tidak bisa dipisahkan. Aspek ekonomi berarti ada output keuangan yang optimal dan stabil dalam jangka waktu yang panjang. Aspek sosial budaya mewajibkan keterlibatan masyarakat lokal serta melindungi dan menghormati praktik budaya lokal. Sedangkan aspek lingkungan berarti ada kepedulian terhadap ekosistem, keanekaragaman hayati, serta kapasitas lingkungan.

Dan sebagai sektor pariwisata yang merupakan sektor unggulan atau leading sektor yang merupakan salah satu kunci penting untuk pembangunan wilayah pada suatu negara dan peningkatan kesejahteraan masyarakat badan dunia bidang pariwisata juga melansir bahwa ada pilar yang mesti dikuatkan untuk menopang pembangunan pariwisata yng berkelanjutan yaitu ; mengelola pariwisata suistainebel, peran serta masyarakat, pelestarian budaya dan penegakan hukum lingkungan dan keagrarian.

Guru Besar FH Unibraw, Malang, Prof Dr. Nyoman Nurjaya saat memberikan keterangan kepada awak media
Guru Besar FH Unibraw, Malang, Prof Dr. Nyoman Nurjaya saat memberikan keterangan kepada awak media

Guru Besar FH Universitas Brawijaya, Malang, Prof. Dr Nyoman Nurjaya, SH, MS dalam paparannya menyampaikan bahwa kompleksitas masalah yang terjadi pada industri pariwisata sangat berhubungan erat dengan pengembangan pariwisata yang juga memiliki dampak terhadap lingkungan. Berkaca atas dampak yang diakibatkan maka diperlukan instrumen hukum lingkungan guna mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.

Menurut Prof Nyoman Nurjaya, variabel hukum lingkungan dan pmbangunan pariwisata ini memang menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Dan prinsip global pembangunan pariwisata berkelanjutan sebagaimana tertuang dalam Global Code Ethics for Tourism (GCET), yang meliputi prinsip konservasi sumber daya alam dan lingkungan di daerah tujuan wisata, perlindungan dan pelestarian tradisi budaya masyarakat lokal, serta sebagai pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat merupakan bagian penting dan strategis dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Adapun kebijakan pembangunan kepariwisataan nasional lanjut Prof Nyoman Nurjaya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Kepariwisataan; dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, pada dasarnya secara normatif telah mengakomodir prinsip global berkelanjutan.

Sementara itu, untuk pengembangan pariwisata Provinsi Bali Tahun 2015-2029, yang memuat visi, arah, dan rencana yang mengarahkan pengembangan kawasan wisata di Bali, merupakan perpanjangan dari Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (NTDMP), menjadi instrumen hukum daerah yang penting bagi pengembangan dan pengelolaan destinasi pariwisata secara berkelanjutan.

Landasan utama pengembangan pariwisata Bali adalah sifat lingkungan dan tradisi budaya Bali yang unik dan khas, yang menggerakkan industri pariwisata dan dinamika kehidupan ekonomi, mendorong perluasan kesempatan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sedangkan tetap pada kepentingan pelestarian alam dan lingkungan serta pelestarian tradisi budaya Bali yang dilandasi dan dijiwai oleh falsafah Tri Hita Karana yang bersumber dari ajaran agama Hindu, sehingga terwujud hubungan timbal balik yang dinamis antara pengembangan pariwisata, pelestarian lingkungan alam Bali dan tradisi budaya masyarakat secara sinergis, serasi dan lestari, sehingga dapat memberikan kesejahteraan masyarakat, kelestarian budaya dan lingkungan.

Bedah Buku Problematika Hukum Dalam Praktek Jabatan Notaris

Memasuki sesi bedah buku, penulis “Problematika Hukum Dalam Praktek Jabatan Notaris”, Dr. I Made Pria Dharsana, SH. M. Hum menjelaskan bahwa buku yang ditulisnya sengaja memilih metoda penulisan buku ini dalam bentuk tanya jawab (Question and Answer) terkait tugas pelaksanaan Jabatan Notaris dalam berbagai bentuk problematika hukum yang terjadi di lapangan, sehingga layak buku ini bisa dijadikan referensi oleh para akademisi dan praktisi dan juga masyarakat pada umumnya yang memiliki kepentingan terkait dengan tugas dan kewenanagan Notaris sebagai pejabat umum.

Dekan FH Univ Warmadewa, Prof. Dr. Nyoman Putu Budiarta, SH. M. Hum, disaksikan Prof Dr Nyoman Nurjaya, SH MS, dari Univ Brawijaya saat menerima buku dari penulis (Dr. I Made Pria Dharsana, SH. M. Hum
Dekan FH Unwar, Prof. Dr. Nyoman Putu Budiarta, SH. M. Hum, disaksikan Prof Dr Nyoman Nurjaya, SH MS, dari Unibraw saat menerima buku dari penulis (Dr. I Made Pria Dharsana, SH. M. Hum)

Ditegaskan Made Pria, problematika hukum dalam praktek Notaris – PPAT sehari – hari yang dihadapi dalam praktek merupakan hal menarik untuk selalu dibahas karena dalam perkembangannya selalu berbeda-beda dengan implikasi hukum yang berbeda pula.

Dalam paparannya Notaris PPAT Kabupaten Badung, Bali ini mengingatkan agar Notaris dalam menjalankan Jabatannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, kode etik, sumpah jabatan dan kehormatannya sebagai pejabat umum. Selain itu, Notaris – juga dituntut untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh Notaris sesuatu dengan kewenangannya.

Made Pria Dharsana saat menerima sertifikat dari Dekan FH Unwar, Prof. Dr. Nyoman Putu Budiartha
Made Pria Dharsana saat menerima sertifikat dari Dekan FH Unwar, Prof. Dr. Nyoman Putu Budiartha

Menurut pengalaman Made Pria dalam kesempatannya sebagai saksi ahli yang juga tertuang dalam bukunya kali ini juga mengingatkan agar Notaris selalu berpegang teguh pada kemandiriannya, jujur seksama dan tidak berpihak.

Foto bersama disela-sela acara
Foto bersama disela-sela acara

Bagi Made Pria, mandiri, jujur dan seksama juga tidak cukup, akan tetapi harus punya satu kebiasaan yaitu selalu memegang prinsip kehati-hatian. Oleh sebab itu kiranya, buku ini diharapkan bisa memberi manfaat bagi pembaca, terutama bagi rekan-rekan Notaris, calon Notaris dan juga bagi mahasiswa.

Notaris PPAT Kabupaten Badung, Bali ini berpesan sebagai Notaris di Bali juga harus punya kepedulian dan berperan ikut menyelamatkan tanah dan natah Bali, sehingga pengembangan pariwisata bisa memberikan kesejahteraan bagi semua.

Tentunya, lanjut Made Pria bukan hanya untuk para penanam modal saja, oleh karena itu tanah-tanah di Bali jangan mudah untuk dilepas atau dialihkan tetapi cukup dikerjasamakan saja. Disinilah peran Notaris sebagai pejabat umum memberikan advokasi, penyuluhan hukum kepada masyarakat, khususnya masyarakat Bali.

Diskusi pagi itu kian menarik dengan pertanyaan yang cukup mendasar terkait soal problematika hukum dalam praktek, perseroan, Cyber Notary termasuk fenomena  perjanjian Nomine.(PraM)

Releated Posts

Follow Us Social Media

ADVERTISMENT

Are You Ready to Explore the Renewed JupiterX with Advanced User Experience?

Trending Posts

Recent Posts

ADVERTISMENT