(Singapura – Notarynews) Dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Bali, Dr. I. Made Pria Dharsana, SH. M. Hum, mengungkapkan bahwa perkembangan media sosial di Indonesia sangat cepat dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat pengguna facebook Indonesia yang menempati peringkat keempat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Brazil, dan India.

Demikian disampaikan Dr. I. Made Pria Dharsana, SH, M. Hum pada acara seminar di “Singapora Institute of Technology” (16/11) pukul 09.00 pagi waktu Singapura. Acara seminar kali ini merupakan rangkaian “Study Banding Sin Kul 2022 Fakultas Hukum Universitas Warmadewa” kejumlah perguruan tinggi di Singapura dan Malaysia.
Diungkapkan Made Pria, saat ini ada sekitar 65 juta pengguna facebook aktif dan sebanyak 33 juta pengguna aktif per harinya, namun “data April 2017 menunjukkan penambahan signifikan jumlah pengguna facebook aktif di Indonesia yakni sebanyak 111 juta pengguna (www.liputan6.com)”. Ditengah maraknya penggunaan media sosial, informasi pengguna dalam media sosial tentunya dapat dengan mudah didapatkan termasuk halnya informasi data pribadi pengguna dan hal lainnya yang bersifat privasi.
Made menilai hal tersebut diatas tentu saja dapat memicu terjadinya penyalahgunaan data pribadi. Ini dapat terjadi apabila pemilik data pribadi merasa data pribadi yang tertera atau dicantumkan dalam media sosialnya digunakan oleh pihak lain tanpa seizinnya untuk tujuan yang dianggap mengganggu, menguntungkan diri sendiri, membahayakan atau mengancam orang lain yang pastinya akan memberikan kerugian bagi pemilik data.
Meminjam pendapat Jerry King, data pribadi mendeskripsikan suatu informasi yang erat kaitannya dengan seseorang yang dapat membedakan karateristik masing-masing pribadi. Data dapat dikatakan data pribadi jika pada data tersebut dapat digunakan untuk mengenali atau mengidentifikasi seseorang.4 Sejalan dengan definisi data pribadi yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, data pribadi diartikan sebagai setiap data perseorangan yang benar dan nyata yang melekat dan dapat diidentifikasi terhadap orang tersebut, data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Maka dari itu dibutuhkan perlindungan terhadap data pribadi itu sendiri. Perlindungan data pribadi adalah perlindungan secara khusus tentang bagaimana undang-undang melindungi, bagaimana data pribadi dikumpulkan, didaftarkan, disimpan, dieksploitasi, dan disebarluaskan.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa ini dihadapan mahasiswa Singapora Institute of Technology mengatakan bahwa teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku manusia secara global dimana menyebabkan perubahan sosial yang signifikan dan cepat.
Menurut Made Pria, perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas karena memungkinkan melakukan berbagai kegiatan dengan cepat, tepat dan akurat. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga berakibat pada tidak adanya batas suatu wilayah (borderless).
“Dan teknologi yang diciptakan berkembang seiring dengan kebutuhan manusia untuk memudahkan hidup dari yang sebelumnya. Perubahan pesat teknologi informasi kearah kemajuan globalisasi berdampak ke hampir semua aspek kehidupan masyarakat,” terang Made Pria.

Sementara itu, Nyoman Gede Antaguna, SH, MH menilai perkembangan internet yang sangat pesat mengakibatkan perubahan pola perilaku masyarakat Indonesia. Namun demikian internet hadir “bak Pisau Bermata Dua”. Dia membawa manfaat yang luas, tetapi juga menyediakan akses atas informasi negative yang tidak saja berpengaruh pada perilaku semata, tetapi berefek pada tatanan bahasa, budaya, politik dan ekonomi serta gaya hidup generasi.
Tujuan luhur untuk menegakkan prinsip-prinsip negara demokrasi secara murni dan konsekuen tampaknya harus dibatasi dengan pengaturan yang komprehensif demi menciptakan keseimbangan di masyarakat.
Gede Antaguna, SH, M. Hum dalam paparan ilmiahnya juga menyampaikan bahwa arus globalisasi sepertinya tak terbendung lagi masuk ke Indonesia. Disertai dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, dan dunia kini memasuki era revolusi industri 4.0, yakni era yang menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation.
Menghadapi tantangan tersebut, ditegaskan Dosen Pengampu Hukum Perdata Unwar ini, dunia pendidikan dan juga masyarakat di Indonesia dituntut untuk berubah, termasuk perguruan tinggi dalam menghasilkan lulusan berkualitas bagi generasi masa depan.
Karena apa, menurut Gede Antaguna pesatnya perkembangan media sosial saat ini juga sangat dipengaruhi oleh dashyatnya perkembangan teknologi informasi serta fakta bahwa setiap pribadi adalah tuan atas akun media sosialnya yang bisa secara bebas berpendapat dan berekspresi sebagaimana kehendak yang diinginkan.
“Kebebasan ini adalah implementasi atas pengakuan bangsa ini atas HAM setiap individu yang kemudian dituangkankan tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun ada ketentuan bahwa kebebasan tersebut hendaknya tidak melanggar hak orang lain, yang juga menikmati HAM nya. Untuk itu negara hadir dalam mengatur legiatan warganya di media sosial lewat entitas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016, yang selanjutnya disebut Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang oleh beberapa kalangan dianggap sebagai ketentuan yang dapat membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagaimana negara demokrasi membenarkan untuk itu,” ujar Gede Antaguna.
Menurut pengamatan Gede Antaguna melalui tulisan ilmiahnya yang disampaikan di Singapura Institute Technoligy dengan mengangkat permasalahan tentang “Hakekat Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, Aktifitas Negative Kaum Netizen di Media Sosial Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undangan Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)”, banyak kalangan praktisi hukum dan pengamat teknologi tujuannya sebagai pembatasan terhadap kebebasan berekpresi di ranah media sosial dan elektronik.
Ditegaskan Gede Antaguna, banyak kalangan juga menilai rejim ITE ini dianggap berpotensi terjadinya pembungkaman dengan diancamnya tersangka lewat pemidanaan kurungan ataupun denda.
Harus diakui, lanjut Made Pria, bahwa kemajuan serta perkembangan teknologi telah banyak memberikan pengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan sosial masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights).
Dijelaskan Made Pria, hak pribadi mengandung pengertian sebagai berkut : Pertama, hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan. Kedua, Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-matai. Dan ketiga, Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Selanjutnya, hak-hak pribadi (privacy rights) dalam cyberspace mencakup tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: Aspek pertama, pengakuan terhadap hak seseorang untuk menikmati kehidupan pribadinya dan terbebas dari gangguan. Aspek kedua, adanya hak untuk berkomunikasi dengan orang lain tanpa adanya pengawasan (tindakan memata-matai dari pihak lain) dan aspek ketiga, adanya hak untuk dapat mengawasi dan mengontrol informasi pribadinya yang dapat diakses oleh orang lain. Hak perlindungan data pribadI berkembang dari hak untuk menghormati kehidupan pribadi atau disebut “the right to private life”.
Lebih jauh, Made Pria menegaskan bahwa konsep kehidupan pribadi berhubungan dengan manusia sebagai makhluk hidup. Dengan demikian orang perorangan adalah pemilik utama dari hak perlindungan data pribadi. Sedangkan, perlindungan data pribadi merupakan bentuk dari perlindungan privasi yang diamanatkan langsung oleh Konstitusi Negara Republik Indonesia yang mengandung penghormatan atas nilai-nilai HAM dan penghargaan atas hak perseorangan sehingga perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memberikan keamanan privasi dan data pribadi. Sebagaimana terkandung dalam Pasal 28G Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaan seseorang.
Made Pria menilai terkait dengan data pribadi tentunya sangat berkenaan dengan kehidupan individu dan juga dekat kaitannya dengan konsep kerahasian atau hak privasi seseorang yang harus dijaga dan dilindungi oleh aturan perundangundangan, maka dari itu dibutuhkan kepastian hukum untuk melindungi hal ini. Di setiap tempat dibutuhkan kepastian hukum.
Kepastian hukum lanjut Dosen Notariat Unwar ini merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Dan sebagai negara hukum, Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi hak warga negaranya. Hak tersebut adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945 sebagaimana tercantum pada pasal 28D ayat (1) dikatakan bahwa: “Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Untuk itu, Pemerintah telah berusaha menanggulangi masalah keamanan dan perlindungan data pribadi, maka pemerintah pun membentuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Namun, seiring pesatnya perkembangan teknologi, saat ini ketentuan tersebut dirasa belum cukup untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi, terkhusus terhadap perlindungan data pribadi pada platform media sosial. diharapkan dalam keadaan tertentu.
Sebagai negara hukum, Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi hak warga negaranya. Hak tersebut adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945 sebagaimana tercantum pada pasal 28D ayat (1) dikatakan bahwa: “Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Untuk menanggulangi masalah keamanan dan perlindungan data pribadi, pemerintah pun membentuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). 13 Namun, seiring pesatnya perkembangan teknologi, saat ini ketentuan tersebut dirasa belum cukup untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi, terkhusus terhadap perlindungan data pribadi pada platform media sosial.
Merujuk pendapat Dr. Lina Miftahul Jannah, M. Si, Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, disampaikan Made Pria bahwa ada dua hal penting yang harus digaris bawah yaitu bagaimana menjaga keamamanan dan pemanfaatan data pribadi. Jangan sampai informasi yang ada kemudian menjadi komoditas ekonomi.
Tantangan kedua adalah kelembagaan dalam undang-undang ini disebutkan, bahwa penyelenggraaan perlindunagan data pribadi dilaksanakan lembaga yang ditetapkan oleh dan bertanggungjawab kepada presiden. Karena, belum ada pengaturan tentang kedudukan dan struktur kelembagaan serta otoritas yang diberikan kepadaa lembaga ini.
Tantangan berikutnya, yang paling dekat akan dihadapi adalaha pemilu 2024 dimana banyak politikus yang sudah siap-siap bertarung memperebutkan kursi, baik sebagai presiden, kepala daerah maupun anggota dewan. Agar tidak membeli kucing dalam karung, beragam upaya dilakukan, termasuk mencari informasi seperti apakah latar belakang para kandidat. Bagi masyarakat, informasi tersebut mungkin menjadi dasar apakah kandidat tersebut dapat dipilih atau tidak. Terhadapa situasi ini, para pengendali dan prosesor data pribadi harus berhati-hati karena bisa jadi pidana penjara menanti hingga 6 tahun dan atau denda hingga 6 milyar. Tentunya, bisa jadi akan tertjadi penyalagunaan infomasi, bisa jadi ada jual beli data.
Dosen Notariat Unwar ini juga mengingatkan agar masyarakat jangan dengan mudahnya berbagi data pribadi. Untuk itu, sosialisasi berupa literasi digital harus dilakukan secara masif agar masyarakat memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya perlindungan data pribadi. Tata kelola kolaboratif (collaborative governance) perlu didorong untuk mempercepat tujuan perlindungan data diri. UU PDP bukanlah akhir dari perjuangan melindungi data pribadi. Tentu saja, masih panjang pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah untuk membuat aturan pelaksanaannya sesegera mungkin. Terutama dalam mendefinisikan beragam konsep pengejawantahannya yang masih sangat umum, memastikan pelaksanaan dan pengawasannya berjalan dengan benar, serta sinkronisasi dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya.
Diakhir paparannya di Singapora Institute of Technology Dosen Unwar Bali ini mengatakan bahwa berkembang luasnya ruang digital di media sosial juga menjadi sarana berkembangnya kejahatan penipuan, hoax dan narasi negatif yang terjadi di Indonesia, untuk itu pentingnya masyarakat untuk memahami bagaimana kita dalam menggunakan media sosial. *****
Materi ini disampaikan Dr. I. Made Pria Dharsana, SH. M.Hum dan Nyoman Gede Antaguna, SH, M.Hum pada acara seminar di “Singapora Institute of Technology” (16/11) sekaligus “Study Banding Sin Kul 2022 Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Bali.
No comment yet, add your voice below!