Skip to content

Dirjen AHU: Pemerintah Dorong Perseroan Sosial Enterprise Dukung Pembangunan Berkelanjutan

Dr. Widodo, SH, MH selaku Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM RI

(Bandung – Notarynews) “Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM mendorong PT Social Enterprise di Indonesia dalam rangka mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan”.

Menurut Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum, Dr. Widodo, SH, MH, Social Enterprise dan Perseroan Perorangan, merupakan dua konsep hukum dan bisnis yang berpotensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

Dr. Widodo, SH, MH selaku Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM RI
Dr. Widodo, SH, MH selaku Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM RI

Hal tersebut disampaikan oleh Dirjen AHU sebagai keynote speaker pada seminar nasional yang mengangkat tema besar “UMKM dalam Bentuk Perusahaan Perorangan sebagai Social Enterprise di era Transformasi Digital” yang diadakan oleh Prodi Magister Kenotariatan UNPAD, IKANO UNPAD, dan IMNO UNPAD di RSG UNPAD Gedung 2 Lantai 4 Kampus UNPAD, Jl. Dipati Ukur No.35 Bandung pada Jum’at, (14/2).

Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM RI ini menilai bahwa berkembangnya Social Enterprise meliputi kegiatan bisnis yang bersifat nasional dan juga global. Menurut dia, dunia usaha tak lagi sekadar mengejar profit, akan tetapi perlunya mengedepankan kesadaran sosial dan tanggung jawab perusahaan.

Ditegaskan Widodo bahwa konsep Social Enterprise adalah bukan sekadar entitas bisnis, melainkan instrumen yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan.

Menurut Widodo konsep ini akan semakin relevan dengan keberadaan Corporate Social Responsibility (CSR), di mana perusahaan tak hanya mengejar laba semata, tetapi juga berkontribusi dalam bidang pendidikan, sosial, dan lingkungan. Social Enterprise menjadi bentuk lanjutan dari konsep CSR, di mana keuntungan yang diperoleh perusahaan tidak hanya untuk kepentingan pemilik, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Melalui forum semnas kali ini, Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM RI ini juga menyampaikan soal keberadaan Perseroan Perorangan yang dapat membuka peluang bagi lembaga pendidikan untuk mengembangkan program kewirausahaan. Dengan adanya badan hukum yang jelas, diharapkan mahasiswa tidak hanya belajar teori bisnis, tetapi juga langsung mempraktekkannya dalam dunia usaha.

Melalui Perseroan Perorangan, ditegaskan Dirjen AHU, mahasiswa saat ini bisa memiliki perusahaan sendiri yang memiliki status hukum yang jelas, sehingga lebih mudah mendapatkan akses pembiayaan dan ini menjadi lompatan besar dalam membangun jiwa kewirausahaan di Indonesia.

Lebih jauh Dirjen AHU juga menyoroti sejumlah tantangan yang masih dihadapi termasuk akses pembiayaan dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang Social Enterprise. Oleh karena itu, Widodo menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, universitas, dan masyarakat dalam mendukung ekosistem usaha sosial di Indonesia.

Dirjen AHU berharap melalui forum ilmiah ini tidak hanya menghasilkan diskusi akademik, tetapi juga dapat diimplementasikan secara nyata dan inklusif terutama Social Enterprise untuk pembangunan berkelanjutan.

Langkah Maju Layanan Pencatatan PT Social Enterprise

Pada kesempatan seminar nasional Direktur Badan Usaha Ditjen AHU, Dr. Andi Taletting Langi, S.IP., MSI., M.Phil menegaskan bahwa layanan pencatatan PT Social Enterprise pada sistem AHU Online merupakan langkah maju yang sangat signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sosial  dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Direktur Badan Usaha Ditjen AHU, Dr. Andi Taletting Langi, S.IP., MSI., M.Phil
Direktur Badan Usaha Ditjen AHU, Dr. Andi Taletting Langi, S.IP., MSI., M.Phil

Hampir senada dengan Dirjen, menurut Andi social enterprise dimaksud bukanlah sekedar trend bisnis semata, melainkan sebuah gerakan yang menggabungkan profitabilitas dengan tujuan sosial kemasyarakatan.

Andi dalam paparannya menjelaskan, dengan tujuan sosial  melalui model bisnis ini perusahaan tak hanya mengejar keuntungan,  tapi juga berkomitmen untuk menyelesaikan masalah sosial di lingkungannya.

Lantas mengapa Social Enterprise kemudian menggandeng yang namanya Sustainability Development Goals (SDGs)? Menurut Andi, ada 17 goal yang nantinya  pelaku usaha bisa fokus ke goals yang mana  yang mereka akan tune in terhadap tujuan-tujuan dari SDGs tersebut.

Dalam SDGs terang Andi, ada 17 goals yang ingin dicapai sampai pada tahun 2030, yang diharapakan relevansi antara social enterprise ini dengan SDGs sangat kuat sehingga diharapkan bahwa perusahaan atau pelaku usaha ini bisa mendukung pelaksanaan dari SDGs.

Lebih lanjut Direktur Badan Usaha Ditjen AHU ini menyebut, sejak diluncurkan tanggal 12 November 2024 lalu, layanan pencatatan PT Social Enterprise ini masih dalam masa uji coba dan penyempurnaan system di AHU Online. “Kami sedang mendorong sebuah perjanjian kerjasama   dengan melibatkan beberapa Kementerian atau Lembaga yang menjadi stakeholder dan mitra dari Kementerian Hukum,” ujar Direktur Badan usaha Ditjen AHU ini.

“Pencatatan PT Social Enterprise ini lanjut Direktur Badan usaha Ditjen AHU ini penting, jika lihat dari legalitas dan akutabilitasnya bahwa pencatatannya dapat  memberikan kepastian hukum dalam legalitas dan akutabilitas yang jelas bagi perusahaan sosial. Hal ini meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan seperti investor, donatur dan masyarakat.

Dipenghujung paparannya, Direktur Badan usaha Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM RI ini menegaskan bahwa tujuan dari pencatatan kewirausahaan sosial antara lain adalah pertama, memberikan pengakuan dari pemerintah terhadap keberadaan kewirausahaan sosial. Kedua, meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan dan kegiatan sosial kewirausahaan sosial. Ketiga, memudahkan akses terhadap sumber daya seperti pendanaan, kemitraan, dan jaringan serta Membangun ekosistem kewirausahaan sosial yang kuat dan berkelanjutan.

Adapun manfaatnya, lanjut Andi adalah meningkatkan kredibilitas di mata masyarakat, mitra kerja, dan investor serta mempermudah perkembangan dan pertumbuhan usaha untuk mendapatkan perlindungan hukum dari berbagai risiko dan meningkatkan dampak sosial yang dihasilkan.

Dalam kesempatan selanjutnya, Dr. Anita Afriana, SH, MH selaku Kaprodi MKn UNPAD dalam paparannya menilai bahwa sosial enterprise merupakan sebuah ide bisnis yang menggabungkan antara konsep dasar berdagang yaitu mencari keuntungan dengan kewajiban kita membantu lingkungan sosial, di mana sebuah perusahaan akan memaksimalkan pendapatannya sejalan dengan manfaat yang diberikan kepada masyarakat.

Menurut Anita, pada prinsipnya Social Enterprise sejalan dengan Sustainability Development Goals (SDG), sesuai dengan Peraturan Presiden No 59/2017. AHU mengembangkan sistem layanan pencatatan PT yang bergerak dibidang kewirausahaaan sosial atau social enterprise.

Diungkapkan Anita bahwa saat ini terdapat 342.000 SE yang berdiri di Indonesia pada tahun 2019 menggunakan berbagai bentuk badan hukum seperti PT, koperasi, Yayasan. Perkumpulan, Lembaga keuangan mikro, CV. Contohnya adalah usaha yang mempekerjakan kelompok rentan, menggunakan bahan ramah lingkungan dan mendukung keberlanjutan dan menyediakan layanan atau produk untuk masyarakat kurang mampu.

“CSR bersifat lebih luas dan strategis, mencakup berbagai aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab etis perusahaan. Sedangkan TJL lebih bersifat wajib, khususnya untuk perusahaan yang kegiatan usahanya berdampak besar terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar,” terang Anita.

“Sedangkan, perusahaan yang menjalankan CSR belum tentu diwajibkan menjalankan TJL, tetapi perusahaan yang terkena kewajiban TJL biasanya juga memiliki program CSR,” imbuh Anita. (Pamono)

Releated Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us Social Media