Corporate Action pada PT dan PT PMA: Antara Kepastian Hukum dan Tantangan Praktik

(Surabaya – Notarynews) Jumat, 24 Oktober 2025 — Bertempat di Dyandra Convention Center Surabaya, Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kota Surabaya menyelenggarakan seminar nasional sehari yang dihadiri 301 peserta dari kalangan notaris, PPAT, akademisi, dan praktisi hukum. Salah satu narasumber, Dr. Putra Hutomo, S.H., M.Kn., Notaris/PPAT sekaligus Dosen Universitas Jayabaya, membawakan materi bertajuk “Serba-serbi Permasalahan Corporate Action pada PT dan PT PMA.”

 Dr. Putra Hutomo, S.H., M.Kn saat menyampaikan paparannya
Dr. Putra Hutomo, S.H., M.Kn saat menyampaikan paparannya

Dalam paparannya, Dr. Putra menjelaskan bahwa corporate action merupakan tindakan hukum korporasi yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas (PT) dalam rangka pengelolaan modal, restrukturisasi, atau perubahan struktur kepemilikan.

Bentuknya dapat berupa perubahan modal dasar dan modal disetor, pergantian susunan pengurus, merger, konsolidasi, akuisisi, hingga perubahan bidang usaha dan maksud tujuan perseroan.

“Corporate action tidak sekadar kegiatan administratif, melainkan keputusan strategis yang dapat memengaruhi arah, nilai, dan keberlanjutan usaha perseroan,” ujarnya di hadapan peserta seminar.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa setiap tindakan korporasi harus berlandaskan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dan bagi PT Penanaman Modal Asing (PMA), juga tunduk pada UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal serta ketentuan BKPM dan OSS.

Sebanyak 301 peserta menghadiri seminar yang diselenggarakan oleh Pengda INI IPPAT Kota Surabaya di Dyandra Covention Center Surabaya
Sebanyak 301 peserta menghadiri seminar yang diselenggarakan oleh Pengda INI IPPAT Kota Surabaya di Dyandra Covention Center Surabaya

“Perubahan dalam PT PMA wajib mendapat persetujuan BKPM dan dilaporkan ke OSS sebelum efektif berlaku. Hal ini kerap diabaikan dalam praktik,” jelasnya.

Dalam konteks modal, Dr. Putra mengingatkan pentingnya memahami keseimbangan antara modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Modal dasar menggambarkan kapasitas maksimal struktur kepemilikan saham, sedangkan modal disetor menunjukkan komitmen aktual pemegang saham terhadap kegiatan usaha. “Ketidaksesuaian data antara akta dan OSS kerap menimbulkan masalah hukum saat perusahaan akan melakukan corporate action,” tegasnya.

Dr Hutomo Putra, SH, MKn
Dr Hutomo Putra, SH, MKn

Ia juga menyoroti peran dan tanggung jawab organ perseroan, terutama Direksi dan Dewan Komisaris. Direksi bertugas menjalankan pengurusan dan pengambilan keputusan bisnis, sementara komisaris menjalankan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat. “Kedua organ ini harus menjaga prinsip check and balance, agar setiap tindakan korporasi tetap dalam koridor hukum dan tata kelola yang baik,” ujarnya.

Mengenai Corporate Guarantee, Dr. Putra menjelaskan bahwa tindakan tersebut berkaitan langsung dengan ketentuan Pasal 102 ayat (1) dan (2) UUPT, yang mewajibkan direksi untuk memperoleh persetujuan RUPS apabila hendak mengalihkan atau menjadikan jaminan utang atas kekayaan perseroan yang nilainya melebihi lima puluh persen dari kekayaan bersih perseroan. Transaksi semacam ini dikategorikan sebagai transaksi material, yang mencakup pengalihan kekayaan bersih dalam jangka waktu satu tahun buku atau jangka waktu lebih lama sesuai anggaran dasar.

Selain itu, bagi perusahaan terbuka, pelaksanaan transaksi material wajib dilakukan dengan menunjuk penilai independen, mengumumkan keterbukaan informasi, dan menyampaikan dokumen pendukung kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurutnya, mekanisme tersebut bertujuan melindungi kepentingan pemegang saham sekaligus mencegah penyalahgunaan wewenang oleh direksi. “Corporate guarantee harus dilihat bukan sebagai formalitas, tetapi sebagai bagian dari prinsip good corporate governance,” tegasnya.

Selain itu, Dr. Putra menekankan pentingnya ketepatan dalam penentuan maksud dan tujuan kegiatan perseroan melalui Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Ia mengingatkan bahwa kesalahan dalam mencantumkan KBLI dapat berimplikasi pada penolakan izin atau pembatasan kegiatan usaha.

“Setiap perubahan bidang usaha wajib memperhatikan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal (Perpres 10/2021),” jelasnya.

Ia menguraikan, Pasal 6 ayat (1) Perpres 10/2021 menyebutkan bahwa bidang usaha dengan persyaratan tertentu dapat diusahakan oleh semua penanam modal, termasuk koperasi dan UMKM, dengan memperhatikan tiga hal pokok, yaitu: pertama, persyaratan penanaman modal dalam negeri; kedua, pembatasan kepemilikan modal asing; dan ketiga, perizinan khusus sesuai jenis bidang usaha.

Dosen Magister Kenotariatan Universitas Jayabaya ini juga mengingatkan agar notaris memperhatikan Lampiran II Perpres 10/2021 yang menjadi rujukan resmi bidang usaha terbuka, terbuka dengan persyaratan, dan tertutup bagi investasi asing. “Kesesuaian antara KBLI, akta pendirian, dan izin OSS adalah prasyarat utama agar tidak terjadi sengketa administratif maupun pembatasan kegiatan usaha,” tandasnya.

Dosen Magister kenotariatan Universitas Jayabaya Dr Putra Hutomo, SH, MKn saat menerima plakat dari panitia
Dosen Magister kenotariatan Universitas Jayabaya Dr Putra Hutomo, SH, MKn saat menerima plakat dari panitia

Menutup paparannya, Dr. Putra menegaskan bahwa corporate action, corporate guarantee, dan penyesuaian bidang usaha bukan sekadar perubahan administratif, tetapi menyangkut tanggung jawab hukum yang substansial.

“Sinergi antara direksi, dewan komisaris, pemegang saham, dan notaris menjadi kunci agar setiap langkah korporasi berjalan sah, transparan, dan berlandaskan kepastian hukum,” pungkasnya. (Pramono)

Releated Posts

Follow Us Social Media

ADVERTISMENT

Are You Ready to Explore the Renewed JupiterX with Advanced User Experience?

Trending Posts

Recent Posts

ADVERTISMENT