(Sukohardjo – Notarynews.id) Bincang virtual bersama “Sahabat Herlina” pada Rabu, 13 Oktober 2021, diiukti oleh 425 peserta dari berbagai penjuru nusantara. Dihadirkan sebagai pembicara Dr. Habib Adjie, SH, M. Hum dengan moderator Ricco Zubaidi, SH, MKn Acara dibawakan oleh pemandu acara Sandiyaning Wahyu Arifani, SH, MKn, Notaris – PPAT dari Kabupaten Kudus. Kali ini bincang santai yang di selenggarakan oleh “Sahabat Herlina Jawa Tengah” dengan mengangkat tema besar “Seluk Beluk Permen ATR/BPN No. 16/2021” yang dibuka langsung oleh Herlina, SH, SpN. MH.

Herlina dalam sambutanya, memberikan apresiasi setinggi tingginya kepada narasumber Dr. Habib Adjie, SH, M. Hum, karena sudah berkenan hadir di acara ini, untuk berbagai ilmu dan pengetahuan, yang khususnya menyoroti “Pasal 111 Permen ATR BPN RI No 16 Tahun 2021” sekaligus memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi rekan rekan PPAT.
Sebagai calon Ketua Pengwil IPPAT, Herlina menegasakan bahwa dirinya memiliki komitmen melaksanakan visi yaitu mewujudkan organisasi IPPAT Jawa Tengah sebagai rumah yang nyaman bagi anggota, bersinergi dengan instansi terkait dan meningkatkan profesionalisme PPAT dalam melaksanakan tugas dan jabatannya. Karena itu kegiatan Wibinar keilmuan yang diprakarsai Sahabat Herlina Jawa Tengah yang dikomandoi oleh Sugiarto, SH sebagai Koordinator merasa perlu didorong dan senantiasa dikembangkan pada kesempatan berikutnya.
Kegiatan Bincang Hukum hari ini, lanjut Herlina, menjadi inspirasi dia dan seluruh Sahabat Herlina Jawa Tengah agar terus berinovasi dalam memberikan kontribusi untuk sebuah perkumpulan yang maju dan progresif. “Semoga kegiatan Webinar Bincang Hukum ini, memberikan manfaat bagi rekan rekan PPAT dalam menambah pengetahuan dan meningkatkan kualitas dalam melaksanakan tugas dan jabatannya,” harap Herlina.
Dan di akhir sambutannya, sebelum membuka acara, Herlina menyampaikan rasa terima kasihnya kepada panitia dan semua pihak yang sudah mensupport terselenggaranya webinar bincang hukum ini.

Mengawali paparannya terkait hukum pewarisan, Dr. Habib Adjie, SH, M. Hum mengatakan tentunya akan berkaitan erat dengan hukum kewarisan. Dan saat ini, menurut dia, dengan beraneka ragam etnis dan budaya yang ada di Indonesia maka beraneka ragam pula sistem Hukum Kewarisan yang berlaku bagi Warga Negara Indonesia. Hukum waris di Indonesia masih bersifat pluralistis, karena saat ini berlaku tiga sistem hukum kewarisan, yaitu hukum waris Islam, hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut KUHPerdata), dan hukum waris adat.
Tapi terkait bincang hukum, hari ini Saya hanya ingin focus kepada pasal 111, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pertimbangan Teknis Pertanahan.

Di dalam ketentuan peraturan di atas ditegaskan secara jelas bahwa berkaitan dengan tugas dan fungsi PPAT, juga ada beberapa pasal menyangkut pelaksanaan jabatan Notaris yang termuat pada pasal 111 dan pasal 127 A-B, sehingga tindakan hukum tertentu memerlukan akta-akta Notaris sebagai bahan yang berkaitan dengan permohonan peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun di kantor pertanahan.
Diungkapkan Habib, bahwa menurut Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (yang selanjutnya disebut PMNA Nomor 3 Tahun 1999) mengatur bahwa surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa: 1) Wasiat dari pewaris, atau 2) Putusan pengadilan, atau 3) Penetapan hakim/ketua pengadilan, atau 4) – bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa atau Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia; – bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris, – bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.

Diterangkan secara jelas bahwa pada peraturan tersebut diatas, Akta Keterangan Hak Mewaris bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa dibuat oleh Notaris. Dan akta keterangan hak mewaris tersebut yang dibuat oleh Notaris merupakan akta autentik. Karenaya, akta Notaris adalah akta autentuk karena dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang.
Kewenangan dimaksud lanjut Habib diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJNP) yang menjelaskan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya. Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) maupun di UUJNP, memang tidak diatur secara khusus mengenai kewenangan notaris untuk membuat akta keterangan hak mewaris bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa.

Kemudian ketentuan Pasal 111 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Permohonan pendaftaran peralihan Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan melampirkan: sertipikat Hak Atas Tanah atau Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris atau alat bukti pemilikan tanah lainnya, surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam Sertipikat yang bersangkutan dari kepala desa lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau instansi lain yang berwenang, surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa wasiat dari pewaris, putusan pengadilan, penetapan hakim/ketua pengadilan dan surat pernyataan ahliwaris yang dibuat oleh para ahliwaris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan diketahui oleh kepala desa atau lurah.
Dengan perubahan tersebut lanjut Dosen Notariat Universitas natoma Suarabaya ini, pembuatan Keterangan Waris atau “Akta Keterangan Hak Mewaris” tidak lagi berdasarkan golongan penduduk, etnis dan ras, karena (jika tidak diubah atau tetap dilakukan) akan bertentangan dengan Instruksi Presidium Kabinet nomor : 31/U/IN/12/1966, tanggal 27 Desember 1966 – yang telah ditetapkan penghapusan pembedaan golongan penduduk di Indonesia dengan dasar pertimbangan bahwa demi tercapainya pembinaan kesatuan bangsa Indonesia yang bulat dan homogen, serta adanya perasaan persamaan nasib diantara sesama bangsa Indonesia.
Lebih jauh Habib mengungkapkan terkait peralihan hak karena Pewarisan, ketentuan mengenai surat tanda bukti sebagai ahli waris diubah oleh Permen ATR/BPN No. 16/2021, menerangkan bahwa surat pernyataan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan diketahui oleh kepala desa atau lurah dan camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia.
Selanjutnya pada angka limanya, menyebutkan bahwa akta keterangan hak mewaris dari Notaris yang berkedudukan di tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia; atau pada angka enam (6) dimana surat keterangan waris bisa didapat dari Balai Harta Peninggalan.
Disis lain, lanjut habib Adjie, pada pasal (3) menyebutkan bahwa Akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi atau dengan akta Notaris.
Selanjutnya, apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian warisan, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan melalui pembagian hak bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Pasal (5) menegaskan apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu pendaftaran peralihan haknya disertai dengan akta waris yang memuat keterangan bahwa Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima warisan, maka pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan akta waris tersebut.
Sedangkan pada Pasal (6) diatur soal pencatatan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada buku tanah, Sertipikat, daftar tanah dan atau daftar umum lainnya.
Menutup paparanya Notaris – PPAT Kota Surabaya ini mengingatkan agar Notaris – PPAT dalam rangka mencegah perselisihan terhadap pembagian harta warisan, Notaris _ PPAT agar memahami betul pewarisan berdasarkan golongan.
Dan mesti dipahami juga, bahwa tanpa adanya surat keterangan ahli waris, seseorang tak bisa mengambil harta warisan milik sang pewaris yang meninggal dunia. Meskipun itu adalah seseorang yang dianggap ahli waris sah, seperti anak, pasangan ataupun orangtua; karena hanya surat pernyataan ahli waris saja lah yang dianggap sah di mata hukum. Jadi, hanya mereka yang tercantum namanya di surat pernyataan ahli waris saja yang dianggap berhak atas warisan yang tertinggal. Sebaliknya, mereka yang namanya tidak tercantum dalam surat keterangan waris, otomatis tidak memiliki kuasa atas harta waris sama sekali. ***