Administrasi perkantoran notaris sering kali dianggap sebatas urusan tata usaha, padahal dalam praktiknya jauh lebih kompleks. Seorang notaris tidak hanya bertanggung jawab terhadap pembuatan akta, tetapi juga memastikan seluruh dokumen, tata kelola kantor, dan pengelolaan karyawan berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat sekaligus menghindari risiko pelanggaran hukum dan etika jabatan.
Ruang Lingkup Administrasi Perkantoran Notaris
Administrasi perkantoran notaris mencakup berbagai aspek, mulai dari penataan ruang kerja yang efektif, pemeliharaan peralatan kantor, hingga pengaturan tenaga kerja. Namun, titik krusial terletak pada pengelolaan kearsipan dokumen. Minuta akta, repertorium, dan surat-surat penting lainnya harus disimpan, dijilid, dan diarsipkan sesuai prosedur hukum. Proses ini bukan hanya untuk kepentingan internal, melainkan juga bagian dari kewajiban hukum notaris sebagai pejabat umum.

Peran staf administrasi menjadi sangat vital. Tugas mereka meliputi penyusunan daftar akta (repertorium), penjilidan minuta akta, pembuatan berbagai buku daftar akta dan surat, hingga memastikan pengarsipan dilakukan dengan benar. Kecerobohan sedikit saja dalam proses administrasi dapat berimplikasi serius, baik secara hukum maupun reputasi kantor notaris.
Risiko dalam Praktik
Praktik sehari-hari juga menuntut kewaspadaan ekstra. Notaris dan staf administrasi harus berhati-hati terhadap potensi masuknya “mafia hukum” yang dapat menyusup melalui berbagai jalur, termasuk tenaga kerja yang tidak memiliki integritas. Karena itu, penerimaan karyawan tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Rekrutmen tenaga kerja harus mempertimbangkan aspek kejujuran, latar belakang, dan rekam jejak, agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Menurut Herlien Budiono, S.H., administrasi notaris bukan sekadar pekerjaan administratif, melainkan menyangkut “tanggung jawab hukum” yang melekat pada jabatan notaris. Ia menegaskan bahwa setiap minuta akta, repertorium, maupun protokol notaris merupakan bagian dari dokumen negara yang harus dijaga keaslian, keberlanjutan, dan integritasnya.¹
Senada dengan itu, Habib Adjie, S.H., M.Hum., pakar hukum kenotariatan, menjelaskan bahwa salah satu aspek penting dalam jabatan notaris adalah tertib administrasi. Ia menyebut bahwa lemahnya administrasi kantor notaris dapat berujung pada pelanggaran jabatan bahkan pidana, karena menyangkut penyimpangan terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.²
Sementara itu, G.H.S. Lumban Tobing, dalam karya klasiknya Peraturan Jabatan Notaris, mengingatkan bahwa protokol notaris bukanlah milik pribadi notaris, melainkan “dokumen negara yang dipercayakan penyimpanannya” kepada notaris selama ia menjabat.³ Hal ini menunjukkan bahwa administrasi perkantoran notaris berhubungan langsung dengan kepentingan publik dan negara, bukan sekadar urusan teknis kantor.
Dasar Hukum Administrasi Perkantoran Notaris
Administrasi dan kearsipan kantor notaris diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 (UUJN). Pasal 16 ayat (1) huruf b menegaskan kewajiban notaris membuat daftar akta (repertorium) setiap bulan.⁴ Pasal 62 sampai dengan Pasal 65 mengatur kewajiban notaris menyimpan minuta akta, protokol, serta penggantian protokol bila notaris berhenti.⁵
2. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris, yang mewajibkan tata kelola administrasi untuk mendukung pencegahan tindak pidana pencucian uang.⁶
3. Kode Etik Notaris yang ditetapkan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI), menegaskan bahwa administrasi kantor, termasuk pengelolaan karyawan, harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan menjaga kehormatan jabatan.⁷
4. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, yang menegaskan bahwa arsip protokol notaris diakui sebagai arsip negara dan wajib dilestarikan.⁸
Penutup
Dengan demikian, administrasi perkantoran notaris bukanlah sekadar urusan teknis. Ia merupakan pilar utama yang memastikan keberlangsungan praktik notaris tetap profesional, patuh pada hukum, serta terlindungi dari risiko penyalahgunaan. Seperti ditegaskan oleh para pakar, kerapian dan integritas administrasi merupakan bagian dari kehormatan jabatan notaris itu sendiri. Profesionalisme, ketelitian, dan kehati-hatian adalah kunci agar kantor notaris dapat menjalankan fungsinya secara maksimal.
Sumber-sumber:
1. Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.
2. Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2009.
3. G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999.
4. Pasal 16 ayat (1) huruf b, UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
5. Pasal 62–65, UU No. 2 Tahun 2014.
6. Permenkumham No. 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris.
7. Kode Etik Notaris, Ikatan Notaris Indonesia (terakhir hasil Kongres INI).
8. UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan
Dra. Anjarini Kencahyati, SH, MKn : Penulis adalah Notaris PPAT di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat