(JAKARTA – NOTARYNEWS) Permasalahan rebutan warisan masih sering terjadi di Indonesia dan hingga saat ini masih berupa bara api yang masih sulit dipadamkan dan terjadi diberbagai penjuru Nusantara.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya rebutan warisan sehingga menimbulkan sengketa waris. Keadaan yang memicu terjadi sengketa umumnya terjadi dikarenakan berbagai faktor, antara lain ; kurangnya pemahaman terhadap ketentuan waris, sifat serakah dan tamak, kurangnya kesadaran hukum dan tingkat emosi yang tinggi yang disebabkan karena kesedihan, kemarahan ataupun kekecewaan.
Rebutan warisan tentunya akan menimbulkan dampak buruk yang berujung memicu adanya perselisihan keluarga, putusnya tali silaturahmi antar anggota keluarga, bahkan bisa sampai keranah hukum seperti yang terjadi pada diri aktivis perempuan Ratna Sarumpaet yang kini di Polisikan cucunya sendiri Husein Kamal sejak Oktober 2024 lalu.
Berkaca dari peristiwa tersebut diatas, lantas sejumlah pertanyaan muncul, apa pentingnya untuk memiliki pemahaman yang baik tentang warisan berikut harta peninggalannya?
Sejatinya, pengetahuan tentang warisan adalah hal yang penting, terutama setelah seseorang meninggal dunia. Salah satu alasan utamanya adalah mencegah sengketa dalam keluarga. Dengan pemahaman yang kuat tentang hak waris dan ketentuan hukum yang berlaku, tentunya dalam ruang dialog Keperdataan ini rekan-rekan Notaris harapannya dapat membantu mencegah konflik yang mungkin timbul di masyarakat terkait pembagian waris.
Untuk itu, pada 30 Desember 2024, Notarynews berkesempatan mewawancarai Kepala Balai Harta Peninggalan (BHP) : Amien Fajar Ocham, SH, MM via seluler, yang mengolaborasi lebih jauh tentang tugas dan fungsi Balai Harta Peninggalan serta posisinya sebagai pengawasan dalam hal pengampu anak dalam kandungan dan pengampu pengawas dalam pengampuan. Berikut petikan wawancaranya :
Notarynews: Assalamualaikum Pak Amien, perkenalkan nama Saya Pramono dari Notarynews. Mohon ijin Pak Amien Saya ingin memberikan pertanyaan terkait tugas dan fungsi pengawasan Balai Harta Peninggalan.
Sejauhmana tugas dan fungsi Balai Harta Peninggalan (BHP) sebagai pengawasan dalam hal pengampu anak dalam kandungan dan pengampu pengawas dalam pengampuan?
Amien Fajar Ocham : Tugas dan Fungsi BHP dalam pengurusan Pengampuan dinyatakan dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan, namun untuk hal yang detail terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), antara lain sebagai berikut:
a. Mengangkat Sumpah Pengampu
Berdasarkan Pasal 362 jo. Pasal 452 KUHPerdata, BHP berwenang untuk melakukan penyumpahan terhadap Pengampu yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Terhadap proses Penyumpahan tersebut akan dicatatkan dalam Berta Acara Penyumpahan.
b. Bertindak sebagai Pengampu Pengawas
Tugas BHP sebagai Pengampu Pengawas, secara garis besar mengacu pada tugas BHP sebagai Wali Pengawas berdasarkan KUHPerdata. Pasal 449 KUHPerdata menyatakan bahwa dalam Pengampuan, BHP diperintahkan sebagai Pengampu Pengawas, yang melaksanakan fungsi sebagai berikut:
a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban Pengampu, terkait pengelolaan harta kekayaan Orang dibawah Pengampuan, serta memerintahkan Pengampu untuk membuat daftar harta kekayaan orang yang berada dibawah Pengampuannya (vide Pasal 370 jo. Pasal 452 KUHPerdata).
b. Memerintahkan Pengampu untuk membuat perhitungan tanggung jawab atas segala pengeluaran/biaya yang Pengampu keluarkan dari harta kekayaan orang yang di bawah Pengampuannya setiap tahun (vide Pasal 372 jo. Pasal 452 KUHPerdata).
c. Mengajukan pemecatan Pengampu kepada Pengadilan apabila ditemukan tanda-tanda kecurangan atau kealpaan besar dalam pengurusan Pengampuan tersebut (vide Pasal 373 dan Pasal 381 jis. Pasal 452 KUHPerdata).
c. Memberikan persetujuan terhadap permohonan Pengampu untuk melakukan penjualan harta kekayaan Orang dibawah Pengampuan (vide Pasal 396 jo. Pasal 452 KUHPerdata). Persetujuan dari BHP menjadi dasar bagi Pengampu untuk mengajukan izin penjualan kepada Pengadilan. Jadi pada dasarnya, izin penjualan tetap harus diberikan oleh Pengadilan.
d. Memerintahkan Pengampu untuk membuat perhitungan dan pertanggungan jawab akhir pada saat Pengampuan telah berakhir (vide Pasal 409 jo. Pasal 452 KUHPerdata).
Selain itu, terdapat tugas BHP sebagai Pengampu atas Buah Kandungan berdasarkan Pasal 348 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa setelah suami meninggal dunia, isteri mengaku bahwa dirinya sedang mengandung, maka BHP bertindak sebagai Pengampu atas Buah Kandungan itu. BHP wajib mengadakan segala tindakan yang perlu dan yang mendesak guna menyelamatkan dan mengurus harta kekayaannya, baik demi kebaikan anak bila ia lahir hidup maupun demi kebaikan semua orang yang berkepentingan. Bila anak itu lahir hidup, maka ketentuan-ketentuan tentang Perwalian harus diperhatikan.
Apabila membaca rujukan ketentuan KUHPerdata uraian di atas, tentang tugas dan fungsi BHP yang tertulis adalah pengaturan tentang Perwalian. Hal demikian terjadi karena berdasarkan Pasal 452 KUHPerdata, maka aturan Pengampuan berlaku secara mutatis mutandis terhadap aturan Perwalian.
Notarynews: Apa ada syarat khusus seorang pengampu menjual warisan?
Amien Fajar Ocham: Apabila harta warisan tersebut adalah milik orang di bawah pengampuan, maka menurut ketentuan KUHPerdata, penjualan terhadap harta benda tersebut dapat dilakukan oleh Pengampu, setelah mendapatkan izin penjualan dari Pengadilan berdasarkan permintaan Pengampu yang harus disertai alasan-alasannya dan dengan persetujuan bersama dari Pengampu Pengawas (dalam hal ini adalah BHP) dan keluarga sedarah atau semenda (vide Pasal 389 par 3, Pasal 394-399 jo. Pasal 452 KUHPerdata).
Penjualan tersebut dilakukan demi kepentingan orang di bawah pengampuan, seperti memenuhi kebutuhan mendesak untuk biaya hidup dan/atau pengobatan sehari-hari.
Notarynews: Apakah penjualan harta warisan orang dibawah pengampuan yang belum dibagi oleh seorang ahli waris merupakan pelanggaran hukum?
Amien Fajar Ocham: Terhadap penjualan harta warisan orang dibawah pengampuan yang belum dibagi oleh seorang ahli waris, maka bagi pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan upaya hukum gugatan kepada pengadilan.
Namun apabila diduga telah terjadi suatu peristiwa pidana, maka hal tersebut menjadi kewenangan dari penyidik, penuntut umum dan/atau lembaga peradilan untuk menentukan seseorang melakukan perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana terhadap harta orang yang berada dibawah pengampuan, termasuk harta warisan yang menjadi bagiannya.
Notarynews: Lalu bagaimana Andaikan seorang pengampu tidak melaporkan terkait penjualan harta dari orang yang dibawah pengampuannya?
Amien Fajar Ocham: Bahwa BHP baru mengetahui ada suatu Pengampuan apabila Panitera Pengadilan memberitahukan kepada BHP atas penetapan pengampuan tersebut (vide Pasal 369 jo. Pasal 452 dan Pasal 449 KUHPerdata) atau Pengampu yang bersurat ke BHP untuk melaksanakan kewajiban mengangkat sumpah di hadapan BHP (vide Pasal 362 jo. Pasal 452 KUHPerdata).
Perlu dipahami rekan, bahwa peran BHP dalam hal pengampuan adalah pasif, karena dari awal tidak pernah terlibat dalam proses permohonan penetapan pengampuan, oleh karena itu BHP baru dapat melaksanakan tugas dan fungsi apabila pengadilan atau pengampu sudah memberitahukan kepada BHP.
Notarynews: Mengapa Pengampu wajib mengangkat sumpah di Balai Harta Peninggalan (BHP), bukankah pada pada proses pengadilan mungkin telah dilakukan sumpah?
Amien Fajar Ocham: Kewajiban Pengampu mengangkat sumpah merupakan amanat Pasal 362KUHPerdata. Barangkali benar pada saat pemeriksaan permohonan penetapan pengampuan, bahwa Pengampu telah melaksanakan sumpah, namun hal tersebut berkaitan dengan pemberian keterangan di pengadilan.
Sedangkan sumpah di BHP, selain menjadi kewajiban Pengampu, menurut kami hal tersebut adalah perwujudan ikatan antara Pengampu dangan Pengawas Pengampu (BHP), karena sebagaimana yang telah kami sampaikan sebelumnya, bahwa BHP tidak terlibat sama sekali dalam proses permohonan penetapan pengampuan.
Secara sederhana, kami menganalogikan bahwa sumpah pengampu tersebut adalah proses saat Notaris dilantik dan disumpah pada Kanwil Kemenkumham. Tidak mungkin seorang Notaris sudah dapat menjalankan jabatan hanya berdasarkan kepada SK Menkumham, sebelum pelantikan dan penyumpahan oleh Kakanwil Kemenkumham. Begitupun halnya dengan Pengampu, seharusnya yang bersangkutan terlebih dahulu mengangkat sumpah di BHP, sebelum melaksanakan tugas atau melakukan perbuatan hukum terhadap harta orang di bawah pengampuan.
Notarynews: Berdasarkan KUHPerdata apa konsekwensi Pengampu apabila yang bersangkutan telah melakukan perbuatan hukum atas pengurusan orang dibawah pengampuan, tanpa melibatkan BHP?
Amien Fajar Ocham : Menurut pendapat kami, hal demikian diatur dalam ketentuan Pasal 418 KUHPerdata yang menyatakan: “Balai Harta Peninggalan dan dewan perwalian tidak bisa dikesampingkan dari segala campur tangan, yang diperintahkan kepada mereka menurut ketentuan undang-undang. Segala perbuatan dan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan di atas adalah batal dan tidak berharga”.