(Semarang – Notarynews) Dewasa ini perkembangan teknologi begitu masif, tak hanya mempengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari tapi juga mempengaruhi Jabatan Notaris sehubungan dengan kewenangan pada pelaksanaan jabatanya yang melekat dalam kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan teknologi terapan di kantornya.
Konsep Cyber notary merupakan sebuah konsep potensi di masa datang yang sangat potensial untuk meningkatkan kualitas pelayanan di bidang kenotariatan agar lebih efektif dan efesiensi. Akan tetapi konsep tersebut masih dihadapkan akan kendala dan hal-hal lainnya yang masih harus ditindaklanjuti salah satu dengan usulan perubahan UUJN. Hal tersebut mengingat cyber notary merupakan hal baru yang berupa konsep dan belum bisa diterapkan selama Undang-Undang No 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, belum diubah. Dengan demikian penggunaannya jika dilakukan belum dapat memberikan menjamin dan kepastian hukum kepada masyarakat di Indonesia.

Guna memberikan kontribusi dalam hal peningkatan dan pembaharuan pengetahuan terkait konsep cyber notary bisa diterapkan di Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) kembali menyelenggarakan seminar nasional terkait cybernotary. Kali ini PP INI bekerjasama dengan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung (Prodi MKn FH Unissula) menyelenggarakan seminar serupa di Auditorium Unissula, Semarang pada Sabtu, (6/7) yang mengangkat tema besar “Tantangan Penerapan Cybernotary Bagi Notaris Di Indonesia”.

Sekretaris Umum PP INI, Dr. Agung Irianto, SH, , MH, menilai berbicara mengenai Cyber Notary sejauh ini masih terjadi debatebel dalam forum, diskusi maupun berbagai pertemuan ilmiah dikalangan Notaris terkait penerapan norma dan landasan hukum terutama dalam pelaksanaan jabatan Notaris.
“Hingga saat ini masih menimbulkan berupa perbedaan antara sistem hukum Civil Law dan sistem Common Low yang justru memiliki pengaruh terhadap sistem perkembangan hukum di berbagai dunia termasuk di Indonesia,” ujarnya mengawali paparannya dalam seminar cyber notary tersebut.

notary
Akan tetapi, menurut Sekretaris Umum PP INI konsep cybernotary sampai saat ini masih belum bisa dilakukan, karena upaya penerapan Cyber Notary di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa tantangan dan persoalan yang memerlukan persiapan dan kesiapan matang dari para pihak terkait, diantaranya meliputi: belum terdapatnya keseragaman pemahaman dalam memaknai konsep Cyber Notary, dalam tatanan regulatif pengaturan mengenai Cyber Notary juga masih minim, serta masih diperlukan adanya suatu landasan hukum yang kuat untuk dapat mengantisipasi terjadinya suatu gugatan hukum yang terjadi berkenaan dengan penerapan Cyber Notary di Indonesia.
Agung Irianto mengungkapkan sebenarnya gagasan cybernotary di Indonesia ini sudah muncul sejak tahun 1995, namun karena ketiadaan dasar hukum menghambat upaya penerapannya di Indonesia. Selanjutnya, wacana penerapan cybernotary ini juga muncul kembali pada ketika terjadi penyebaran virus covid 19 di Indonesia pada tahun 2019, namun itupun tetap belum bisa diterapkan karena UUJN membatasi hal tersebut.
Sekretaris Umum PP INI, menegaskan bahwa penerapan cyber notary memang bukan suatu hal yang mudah. Pekerjaan seorang Notaris yang selalu bersinggungan dengan dokumen legalitas dan terikat dengan ketentuan perundangan yang berlaku salah satunya UUJN, yang memaksa Notaris selaku Pejabat Umum harus selalu memperhatikan setiap aturan yang ada. Itulah sebabnya, penerapan cyber notary harus didasari dengan dasar hukum yang kuat dan pastinya membutuhkan dukungan sistemik.
Kendati demikian, menurut Sekretaris Umum PP INI, menilai perkembangan digital dan teknologi akan tetap berjalan seiring dengan bergulirnya waktu, dan hal tersebut tentu akan turut mempengaruhi berbagai dimensi kehidupan, termasuk dalam hal bidang kenotariatan nasional. Peran dan Jabatan Notaris sebagai pejabat umum pun seperti yang terjadi saat ini mulai dihadapkan dengan tantangan dan untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan digital dan teknologi yang ada.
Hanya saja menurut Dosen Notariat Universitas Indonesia ini ada beberapa peluang penerapan cybernotary di Indonesia di masa datang yaitu; pertama dengan memperluas dan memperjelas kewenangan Notaris berkaitan cyber notory.
Kedua, pembuatan akta virtual dan konvensional sebagai pilihan untuk Penghadap. Ketiga, mengimplementasikan remote notary yang dikuti dengan adaptasi dengan karakterstik remote notary dan adanya pengaturan mengenai pedoman Cyber Notary serta mengisi adanya “kekosongan hukum”; dan pemaknaan baru pada asas tebellionis officium fideliter exercebo
Namun yang harus menjadi perhatian lanjut Agung adalah bahwa dampak penerapan cyber notory di Indonesia untuk masa yang akan datang adalah berupa; dematerialisasi, deteritorialisasi, pembangunan budaya hukum dan penegak hukum (penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, mengadili dan menjatuhkan putusan) dalam proses penegakan hukum yang berkepastian hukum, berkeadilan dan bermanfaat bagi masyarakat, dunia usaha dan juga Notaris.
Maka, lanjut Agung Irianto, untuk menyikapi suatu perubahan yang dapat membawa ke arah yang lebih baik, sebagai antisipasinya Notaris harus dapat adaptif akan perubahan tersebut dengan cara menyesuaikan diri dengan perubahan yang tentunya dengan langkah dan persiapan yang konkrit dan matang, bukan malah lantas terdisrupsi dengan keberadaan perkembangan digital teknologi itu sendiri.
Untuk itu, ditegaskan oleh Sekretaris PP INI pihaknya akan segera menyusun Naskah akademik sebagai acuan merevisi UUJN yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum dibidang kenotariatan
“Adapun substansi UUJN yang harus direvisi agar dapat beradaptasi dengan Cyber Notory, antara lain ; memperluas dan memperjelas kewenangan notaris berkaitan dengan cyber notary Pasal 15 ayat (3) UUJN, mendefinisikan cyber notary, ruang lingkup cyber notary, mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik, revisi pelayanan jasa Notaris secara manual dan elektronik dan pengaturan mengenai Cyber Notory,” ujar Agung.
Diakhir paparannya Agung mengingatkan, untuk menyikapi suatu perubahan yang dapat membawa ke arah yang lebih baik, Notaris harus dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut dengan cara menyesuaikan diri dengan perubahan yang tentunya dengan langkah dan persiapan yang konkrit dan matang, bukan malah lantas terdisrupsi dengan keberadaan perkembangan digital teknologi itu sendiri. (Pramono)
No comment yet, add your voice below!