Ada Dugaan Kriminalisasi, Notaris Bali Praperadilankan Polri

(Jakarta – Notarynews.id)  Sidang gugatan Praperadilan dengan Perkara Nomor 88/Pid.Pra/2021/PN JKT.SEL atas “Sah atau Tidaknya” penetapan tersangka pemohon, Notaris – PPAT Kabupaten Badung berinisial WDW, di gelar di Ruang 7 Sidang Sarwata, SH, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jalan Ampera Raya No 133, pada Kamis (14/10). Sidang kali ini mengagendakan saksi Ahli Hukum Perdata, Dosen Notariat Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Dr. I. Made Pria Dharsana, SH, M.Hum dan Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, Dr.I.Gde Made Swardhana, SH, MH.

Dalam keterangannya, Dosen Notariat Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Dr. I. Made Pria Dharsana, SH, M. Hum menyebutkan trkait protocol Notaris yang mana pada Pasal 1 angka (13) Undang-Undang jabatan Notaris (UUJN) mengatur tentang protokol notaris yaitu, kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jhon Korassa Sonbai. SH. MH and rekan sebagai  kuasa hukum pemohon Praperadilan

Selanjutnya, ditegaskan oleh Made Pria bahwa pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap barang bergerak milik negara atau daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga sebagaimana dituangkan pada Pasal 50 huruf C Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendahraan Negara. “Karena bagaimana mungkin alat negara menyita arsip negara?,” jawa Made Pria menjawab pernyataan termohon dari Bareskrim Mabes Polri.

Artinya apa lanjut Made Pria, dengan demikian minuta akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protocol Notaris dalam penyimpananan Notaris pada dasarnya tidak dapat disita.

Sementara itu, Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, Dr.Gde Made Swardhana, SH, MH kepada Notary disela-sela acara sidang menegaskan semestinya pihak penyidik taat dan tunduk pada aturan yang ada terkait dengan upaya pemeriksaan secara prosedur atau tata cara penegakan hukum pidana terhadap notaries.

“Sebagai saksi saja belum pernah diperiksa kok ini sudah dijadikan tersangka. Dan penyitaan terhadap minuta akta juga tidak melalui mekanisme yang ada yaitu melalui ijin Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW) Bali,” imbuh Made Swardhana..

“Kepada penyidik Polri Saya berharap bisa menghormati saja aturan-aturan yang ada, dana Saya berharap pula Notaris yang dijadikan tersangka itu selayaknya dibebaskan,” harap Made Swardhana.

Dr. I. Made Pria Dharsana. SH. M. Hum

Usai sidang Praperadilan siang itu, kepada Notary, Dosen Notariat Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Made Pria Dharsana menegaskan terkait Pasal 4 dan Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN) yang mewajibkan penyidik bisa memahami tugas dan fungsi Jabatan Notaris yang menjalan sebagian kewenangan negara dimana Notaris dituntut untuk menjaga kerahasiaan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah janji jabatan kecuali undang-undang menentukan lain.

Dan penggunaan hak untuk merahasiakan sesuatu yang berkaitan dengan jabatan lanjut Made Pria, diatur pula dalam hukum acara pdana dan hukum perdata. Pada Pasal 170 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa, mereka yang karena pekerjaan, harkat, martabat, atau juga jabatannya diwajibkan untuk menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari penggunaan hak untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepadanya.

Selanjutnya, Dosen Notariat Unwar ini mengutip Pasal 1909 ayat (2) KUH Perdata dinyatakan bahwa, segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut undang-undang, diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagaimana demikian. Pasal 322 ayat (1) KUH Pidana juga menyatakan bahwasanya, “Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah”.

Tersangka Tidak pernah Dilaporkan oleh Pihak Manapun?

Dalam kesempatan lain Penasehat Hukum Pemohon, Albert Jackson Korassa Sonbai, SH, MH kepada Notary mengungkapkan bahwa upaya Praperadilan ini dari kliennya dikarenakan adanya dugaan kriminalisasi terhadap Jabatan Notaris dan pembangkangan terhadap institusi Majelis Kehormatan Notaris yang dilindungi oleh Undang-Undang Jabatan Notaris dan juga organisasi Ikatan Notaris Indonesia,” tegas Albert.

Albert Jackson Korassa Sonbai. SH. MH

Ditegaskan Alber, pada laporan polisi itu kliennya tidak dilaporkan sama sekali oleh pelapor namun dikembangkan oleh penyidik hingga ditetapkan menjadi tersangka. Pada hal lanjut Albert, dalam Perkap (Peraturan Kepala Kepolisian) RI No. 6/2019 sudah tidak diperbolehkan lagi untuk mengembangkan yang dulu dikenal dengan laporan model C, karena sekarang hanya dikenal dua model pelaporan yaitu ; model A dan B dimana pasal yang dilaporkan itulah pasal yang disidik oleh kepolisian.

Apa pasal, lantas Albert menyatakan adanya dugaan kriminalisasi terhadap Jabatan Notaris dan pembangkangan MKNW, karena menurut dia pihak penyidik pernah mengajukan izin kepada Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW) dan hasilnya permintaannya di tolak baik saksi maupun tersangka.

“Semuanya ditolak tapi tetap saja di lanjutkan demikian juga permintaan izin terhadap minuta akta,tetapi minuta akta tetap diperiksa tanpa persetujuan MKNW, dengan demikian kami menyebutnya pembangkangan terhadap Pasal 66 UUJN,” ujar alumni Magister Ilmu Fakultas Hukum Unud ini.

Dan Kami hari ini, lanjut Albert menghadirkan ahli pidana guna mengupas tentang PerKap. Selama ini yang digunakan penyidik adalah KUHAP mengenai dua alat bukti yang cukup, namun dalam KUHAP tidak diatur tentang model-model pelaporan. Disinilah ada kekosongan dalam KUHAP yang tidak diatur oleh PerKap, seperti model pelaporan sendiri yang tidak diatur dalam KUHAP tapi diatur oleh PerKap, jadi sudah jelas penyidik dalam hal ini mengembangkan laporan sendiri yang jelas sudah diatur oleh PerKap.

“Dahulu bisa dikembangkan melalui PerKap No.12 tahun 2009 dengan Model C, akan tetapi aturan tersebut telah dicabut,” terang Albert.

“Kami juga menghadirkan saksi ahli Kenotariatan untuk memperjelas kepastian hukum profesi Notaris kalau dipanggil itu bagaimana prosedurnya juga terkait dengan prosedur pemeriksaan dan pengambilan minuta akta sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris,” imbuhnya.

Sanes H. Simamora. SH. MH bersama Kuasa Hukum termohon 

Sebelumnya, usai sidang Praperadilan siang itu, Kuasa Hukum Termohon, Janes H. Simamora, SH. HMH dan satu rekan lainnya yang dimintai keterangan Notarynews.id enggan memberikan keterangan dan langsung meninggalkan area ruang sidang 7 (Sarwata. SH). **

Releated Posts

Follow Us Social Media

ADVERTISMENT

Are You Ready to Explore the Renewed JupiterX with Advanced User Experience?

Trending Posts

Recent Posts

ADVERTISMENT