(BALI – NOTARYNEWS) Tak bisa dimungkiri bahwa kepariwisataan Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan hingga saat ini telah menjadi sumber penghidupan masyarakat dan sekaligus sebagai tumpuan perekonomian masyarakat Desa Tibubiu maupun desa yang berbatas dengan Tibubiu yaitu sebelah Utara Desa Belumbang, sebelah selatan Samudera Indonesia, sebelah timur Tukad Yeh Lating, dan sebelah barat Tukad Yeh Ho.
“Melihat kondisi itulah pemanfaatan dan pendayagunaan tanah di Desa Tibubiu Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan pengelolaannya harus diarahkan untuk memberi manfaat bagi kesejahteraan bersama seluruh elemen masyarakat. Untuk itulah, peranan desa adat dalam pengelolaan pariwisata Desa adat (Pakraman) di Desa Tibubiu sebagai masyarakat hukum adat di Provinsi Bali tentunya harus dijaga dengan baik”.
Demikian disampaikan oleh Ketua Tim Dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Bali, Dr I Made Pria Dharsana SH M. Hum pada acara pengabdian masyarakat, pada Rabu, (12/3) bertempat di yang sekaligus penelitian terkait Pemberdayaan Kemitraan Kepada Masyarakat (PKM) yang mengangkat tema besar “Pemanfaatan Pendayagunaan Tanah Desa Menuju Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Tibubiu Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan Provinsi Bali.

Made Pria dalam paparannya menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan pelaksanaan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam hal pengabdian kepada masyarakat, yang sekaligus penelitian terkait Pemberdayaan Kemitraan Kepada Masyarakat (PkM) yang mengangkat tema besar “Pemanfaatan Pendayagunaan Tanah Desa Menuju Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Tibubiu Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan Provinsi Bali”.
“Pemanfaatan tanah adat di Desa Tibubiu untuk kesejahteraan masyarakat semestinya dapat dilakukan, dan utamanya dengan menjaga kelestarian tanah adat dan mengembangkan perekonomian desa,” ujar Made Pria yang didampingi oleh Guru Besar FH Unwar Prof. Dr. I Nyoman Putu 2. Budiartha, SH, MHDr, I Gusti Agung Ayu Gita Pritayanti Dinar, SH., MH, Dr. I Nyoman Gede Sugiartha, SH, MH dan A.A. Sagung Laksmi Dewi, SH, MH.
Made Pria bersama Tim Peneliti FH Unwar, Bali menilai bahwa fungsi dari lahan desa adat yang berbeda-beda tergantung dari pihak yang memanfaatkannya. Misalnya, petani memanfaatkan lahan sebagai sumber produksi makanan untuk keberlangsungan hidup. Pihak swasta memanfaatkan lahan untuk berinvestasi atau modal. Sedangkan pemerintah memanfaatkan lahan sebagai tempat yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat Desa Tibubiu.
Menurut Made Pria, pariwisata Desa Tibubiu yang berada di Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan Provinsi Balin ini lahan yang dipergunakan untuk menunjang kegiatan pariwisata tentunya berasal dari tanah adat.
Tanah adat di maksud, Dosen Notariat Unwar ini dikenal sebagai tanah druwe desa pakraman (tanah milik desa adat menurut Hukum adat Bali). Istilah ini lazim dikualifikasikan sebagai tanah ulayat sebagai tanah bersama yang dikuasai dan dimiliki oleh desa adat secara komunal.
Seiring perkembangan teknologi sekarang ini, lanjut Made Pria, kegiatan pembangunan kepariwisataan tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya sebuah kebijakan yang baik. Maka, setiap pelaku pariwisata dan terlebih lagi Kepala Desa maupun para birokrat, baik di lingkungan pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah, harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang pentingnya menyusun dan mengimplementasikan kebijakan yang baik dalam kegiatan kepariwisataan yang muara nya bagi kesejahteraan masyarakat.
“Harapan kami bersama Tim Peneliti (dosen Unwar) pemanfaatan tanah adat di Bali untuk kesejahteraan masyarakat semestinya dapat dilakukan utamanya dengan menjaga kelestarian tanah adat dan mengembangkan perekonomian desa,” imbuh Made Pria.
Diskusi Panjang Seputar Tanah Adat
Memasuki ruang diskusi, pembahasan mengenai rencana apa yang akan diterapkan di Desa Tibubiu, sepertinya sangat menarik bagi warga desa, dikarenakan diskusi kali ini berjalan hingga memakan waktu dua jam.
Hal tersebut, berkaitan dengan beberapa kasus tanah pertanian misalnya, warga Desa Tibubiu mempertanyakan soal bagaimana sewa menyewa tanah dilakukan agar tidak muncul sengketa dikemudian hari. Selanjutnya, muncul pula pertanyaan bagaimana perolehan dan persertipikaran tanah pertanian, apakah irigasi dan dn jalan subak dapat sekaligus dimohonkan atau dibebaskan tanpa diketahui Pekaseh ( Ketua Pengurus Air di kawasan persawahan di Bali).

Seputar tanah pemakaman juga menjadi perhatian serius warga Desa Tibubiu, pertanyaannya apakah dapat di mohonkan SPPT nya dan kemudian dijadikan dasar mengajukan permohon pensertipikatan. Lantas, apakah kemudian sertipikat tersebut dapat dimohonkan pembatalannya jika ada indikasikan pengajuan permohonannya menggunakan data palsu atau tidak benar? Lalu, kemana dan bagaimana cara pengajuan permohonan pembatalan atas sertipikat tersebut?
Pertanyaan selanjutnya sepertinya semakin dalam, dimana dipertanyakan soal boleh kah desa adat memperoleh hak atas tanah?Bagaimana sebenarnya batas atau sempadan pembangunan dikawasan pesisir dan kawasan tebing?

Diakhir acara, Tim Peneliti Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Bali, berkesempatan menyerahkan sumbangan dua tong sampah yang diberikan langsung oleh Ketua Tim, I Made Pria Dharsana yang di dampingi I Gusti Agung Ayu Gita Pritayanti Dinar, SH., MH dan A.A. Sagung Laksmi Dewi, SH, MH kepada Kepala Desa Tibubiu, I Ketut Mangku Budiasa, S.Pt, M. S (Astri SuSanti)