Skip to content

I Made Pria Dharsana: Kapan Pajak PPJB Harus Dibayarkan?

Dr. I. Made Pria Dharsana. S.H. M. Hum

Prinsipnya pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tidak dapat disamakan dengan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dalam PPJB. Sebab, BPHTB baru dikenakan pada saat perolehan terjadi, sedangkan PPh dikenakan pada saat terdapat Penghasilan. 

(Bali – Notarynews) Sharenot pada Jumat, 29 Maret 2024 mengadakan webinar, kali ini mengangkat tema besar “Kapan Pajak PPJB Harus Dibayarkan Agar Tidak Didenda”. Dihadirkan sebagai narasumber Notaris PPAT Kabupaten Badung, Bali, Dr. I Made Pria Dharsana. SH, M. Hum dengan dimoderatori oleh Ni Made Lalita Sri Devi, SH, MKn dan disampingku pembawa acara Verlyta Swislyn, SH, MKn. Acara diikuti oleh 204 peserta dari berbagai penjuru nusantara.

Made Lalita Sri Febi, SH, MKn (moderator)
Ni Made Lalita Sri Devi, SH, MKn. (Moderator)

Menurut Made Pria, dalam paparannya secara umum, PPJB adalah kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau uang muka berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Dan umumnya PPJB dibuat di bawah tangan karena suatu sebab tertentu seperti pembayaran harga belum lunas. Tetapi tidak menutup kemungkinan, PPJB dibuat dalam bentuk notariil (di hadapan Notaris).

Verlyta Swislyn, SH, MKn (Pembawa acara)
Verlyta Swislyn, SH, MKn (Pembawa acara)

“Biasanya PPJB akan dibuat para pihak (Penjual-Pembeli) karena adanya syarat-syarat atau keadaan-keadaan yang harus dilaksanakan terlebih dahulu oleh Para Pihak sebelum melakukan AJB di hadapan PPAT. Di dalam PPJB memuat perjanjian-perjanjian, seperti besarnya harga, kapan waktu pelunasan dan dibuatnya AJB. Dengan demikian PPJB tidak dapat disamakan dengan AJB yang merupakan bukti pengalihan hak atas tanah atau bangunan dari penjual kepada pembeli,” terang Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa

PPJB terbagi dalam dua macam, yaitu : PPJB Lunas dan PPJB tidak lunas. PPJB lunas dimaksud Made Pria dibuat apabila harga jual beli sudah dibayarkan lunas oleh pembeli kepada penjual tetapi belum bisa dilaksanakan AJB, karena beberapa faktor, antara lain : pajak-pajak jual beli belum dibayarkan, sertifikat masih dalam pengurusan dan lain-lain.

Dalam pasal-pasal PPJB tersebut dicantumkan kapan AJB akan dilaksanakan dan persyaratannya. Di dalam PPJB lunas juga dicantumkan kuasa dari penjual kepada pembeli untuk menandatangani AJB, sehingga penandatanganan AJB tidak memerlukan kehadiran penjual. Dan PPJB lunas umum dilakukan untuk transaksi atas objek jual beli yang berada di luar wilayah kerja notaris atau PPAT yang bersangkutan. Berdasarkan PPJB lunas bisa dibuatkan AJB di hadapan PPAT di tempat lokasi objek berada.

Selanjutnya, PPJB Tidak Lunas, dibuat apabila pembayaran (sesuai harga transaksi) dari Pembeli belum lunas diterima oleh Penjual. Di dalam pasal-pasal PPJB tidak lunas, sekurang-kurangnya dicantumkan jumlah uang muka yang dibayarkan pada saat penandatanganan akta PPJB tidak lunas tersebut, cara atau termin pembayaran, kapan pelunasan dan sanksi-sanksi yang disepakati apabila salah satu pihak wanprestasi. PPJB tidak lunas juga harus ditindaklanjuti dengan AJB pada saat pelunasan. PPJB tidak lunas ini masih lebih beresiko dari sisi Penjual dan Pembeli dibandingkan PPJB lunas.

Terkait dengan kapan Pajak PPJB harus dibayarkan, menurut Made Pria prinsipnya pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tidak dapat disamakan dengan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dalam PPJB. Sebab, BPHTB baru dikenakan pada saat perolehan terjadi, sedangkan PPh dikenakan pada saat terdapat Penghasilan. Sehingga, tidak tepat jika BPHTB dipersamakan pemungutannya dengan PPh. Singkatnya, Made menegaskan bahwa aturan pengenaan tersebut tak bisa dilakukan karena prinsip dasar pengenaan (waktu terutang) pajaknya bersifat berbeda.

“Maka, prinsip dasar pengenaan (waktu terutang) pajaknya berbeda, yakni saat BPHTB baru dikenakan (terutang) ketika sudah terjadi perolehan, tetapi pada PPh sudah dikenakan (terutang) pada saat terjadi penghasilan,” ujar Made Pria.

Mengacu pada Pasal 60 PP NO. 35 Tahun 2023 Tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, lanjut Made Pria, maka kaitannya dengan “Pembayaran Pajak Oleh Wajib Pajak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah Atau Notaris sesuai kewenangannya wajib: Pertama, meminta bukti pembayaran BPHTB kepada Wajib Pajak, sebelum menandatangani Akta Pemindahan Hak Atas Tanah (APHT) dan atau Bangunan (APHB). Kedua, melaporkan Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan atau Akta Atas Tanah Dan Atau Bangunan Kepada Kepala Daerah Paling Lambat Pada Tanggal 10 (Sepuluh) Bulan Berikutnya.

“Dan rekan-rekan juga harus pahami bahwa ada akibat hukum terhadap pelanggaran
dalam hal PPAT atau Notaris melanggar kewajiban, karena bisa dikenakan Sanksi administratif berupa denda Sebesar Rp10 juta (Sepuluh Juta Rupiah) untuk setiap pelanggaran apabila Notaris PPAT tidak meminta bukti pembayaran BPHTB kepada wajib pajak,” terang Made Pria.

“Atau bisa juga dikenakan denda sebesar Rp 1 juta (Satu Juta Rupiah) untuk setiap laporan apabila tidak melaporkan pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan atau Akta Atas Tanah dan atau Bangunan kepada Kepala Daerah,” imbuh Dosen Notariat Unwar, Bali ini (Pramono)

Releated Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *